MAKALAH
PENGANTAR ILMU HUKUM
Tentang
SUMBER HUKUM FORMAL
Oleh:
HANDAYANI
310.006
Dosen pembimbing:
YUSNITA EVA S.H.I, M.HUM
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH
IAIN IMAM BONJOL PADANG
1432 H / 2011 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa ini
keberadaan hukum sangat urgennya di dalam masyarakat, sebab hukum tidak hanya
berperan untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, juga untuk
menjamin adanya kepastian hukum.Bahkan hukum lebih diarahkan sebagai sarana
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, dengan maksud agar tujuan hukum dapat
terwujud sebagaimana dicita-citakan.Yakni hukum menghendaki kerukunan dan
perdamaian dalam pergaulan hidup bersama.
B.
Tujuan
Pembuatan Makalah
Makalah ini
penulis buat dengan tujuan untuk mengembangkan diri, menambah ilmu pengetahuan
dan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “pengantar ilmu hukum” yang dibimbing oleh ibuk Yusnita Eva SHI.
M,Hum.
SUMBER HUKUM FORMAL
Adapun sumber hukum formal
mengacu kepada suatu rumusan peraturan yang memiliki bentuk tertentu, sebagai
dasar berlaku sehingga ditaati, mengikatbhakim dan para penegak hukum.Dewasa
ini semakin dirasakan pentingnya peraturan peraturan hukum diformulasikan
sedemikian rupa dengan tujuan agar setiap orang dapat mengikuti dengan
mudah.Tuntutan semacam ini merupakan salah satu akibat dari kemajuan komunikasi
dan interaksi sosial yang semakin komplek.
Bagi bangsa Indonesia, hukum
dapat pula tumbuh dari kebiasaan masyarakat, keadaan seperti ini layak disebut
hukum adat.Ketentuan ketentuan yang tumbuh dalam kebiasaan dan atau adat
biasanya tidak tertulis sebagaimana undang undang dan perjanjian.Akan tetapi
keadaan seperti itu tetap ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat
hukumnya.Khususnya bagi masyarakat Indonesia, perasaan hukum yang hidup dan
bertumbuh ditengah tengah masyarakat besar artinya bagi para penegak hukum di
dalam melaksanakan tugasnya.
Prof. Dr. Ahmad Sanusi, SH
menjelaskan bahwa:
Undang undang perjanjian
antarnegara dan kebiasaan adalah sumber sumber hukum yang lansung, sedang
persetujuan (biasa) doktrine dan yurisprudensi adalh tidak lansung. Artinya
tidak lansung, ialah bahwa ia menjadi sumber itu atas pengakuan undang undang
atau karena melakukan kebiasaan.
Keenam sumber hukum tersebut kami namakan sumber sumber yang
normal, sedang proklamasi, revolusi, coup d’etat dan takluknya sesuatu negara
kepada negara lain adalah sumber sumber yang abnormal.
Menurut ahli hukum tersebut
diatas, pada prinsipnya hanya ada enam sumber hukum formal, yakni:
v
Undang undang
v
Persetujuan
v
Perjanjian antarnegara
v
Kebiasaan dan adat
v
Yurisprudensi
v
Doktrine
Sedangkan menurut Drs. C.S.T
Kansil, SH. Menjelaskan antara lain:
Sumber sumber hukum formal antara
lain:
a.
Undang undang (statute)
b.
Kebiasaan (costum)
c.
Keputusan keputusan hakim (juris prudentie)
d.
Traktat (treaty)
e.
Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Menurut E. utrecht, sumber hukum
formal adalah:
a.
Undang undang
b.
Kebiasaan dan adat yang dipertahankan dalam
keputusan yang berkuasa dalam masyarakat
c.
Traktat
d.
Yurisprudense
e.
Pendapat ahli hukum yang terkenal (doktrin)
Sumber sumber hukum formal yang
dijelaskan para ahli hukum tersebut diatas satu sama lain saling berkaitan,
bahkan saling menyempurnakan. Akan tetapi sumber sumber hukum sebagaimana
dijelaskan diatas perlu rincian lebih lanjut, sebagai berikut:
1. Undang undang
Undang undang
ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
Sedangkan Prof.
Buys, seorang ahli hukum yang berkebangsaan Belanda beranggapan, bahwa undang
undang dalam arti materil ialah setiap keputusan pemerintah (penguasa) yang
menurut materi (isi) keputusan itu bersifat mengikat secara umum.
Kemudian apa
yang disebut undang undang dalam arti formal, ialah keputusan pemerintah yang
dapat disebut undang undang karena bentuk, dalam mana ia timbul atau dengan
kata lain, karena cara timbulnya. Untuk jelasnya berikut ini sekedar tinjauan
mengenai undang undang dalam arti formal didalam praktek:
Di Indonesia:
Undang undang ditetapkan oleh presiden
(yang dibantu oleh menteri, pemerintah) bersama sama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat(UUD RI Pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1). Maka dari itu keputusan
pemerintah yang ditetapkan oleh presiden bersama sama dengan Dewan perwakilan
Rakyat adalah merupakan undang undang.
Tentang kekuatan
undang undang didasarkan pada dua hal yang sangat terkenal telah lam diajarkan
oleh P.Laband, yaitu isi dan perintah undang undang .yang terakhir ini berisi
supaya UU itu berlaku, dan ini terletak pada persetujuan pemerintah. Inilah
yang disebut dengan sanksi dari pemerintah, tapi dengan persetujuan tersebut UU
belum mempunyai kekuatan mengikat, karena untuk ini diperlukan pengundangan.
2. Yurisprudensi
Yurisprudensi
sebagai sumber hukum formal sangat erat kaitannya dengan tugas hakim. Pada
dasarnya hakim harus menyatakan hukum berdasarkan undang undang dan hakim
berdalih apa saja tidak boleh menolak untuk memutus tiap tiap perkara yang
dihadapkan kepadanya. Di dalam daerah hukumnya, seorang hakim memilkimkedudukan
yang souverein oleh sebab itu di
dalam melaksanakan tugasnya seoranh hakim tidak berkewajiban mengikuti
keputusan keputusan hakim yang lebih tinggi.
Yurisprudensia
ialah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar oleh
hakim kemudian mengenai masalah yang sama. Yurisprudensi digunakan oleh hakim
dalam memberi putusan penyaksian perselisihan dalam suatu masalah dalam hal
tidak ada peraturan perundang undangannya.Berdasarkan hal ini, hakim memiliki
kebebasan untuk membuat keputusan yang bersifat khusus berlaku bagi pihak pihak
tertentu (yang perkaranya diselesaikan berdasarkan keputusan tersebut) dan
dalam hal masalah yang konkrit.
3. Kebiasaan
Pada setiap
prinsipnya hampir setiap orang yakin bahwa undang undang tidak pernah lengkap
dan sempurna.Semua permasalahan yang erat berkaitan dengan hukum yang terjadi
ditengah tengah masyarakat belum tentu dapat dipenuhi sebagaimana mestinya oleh
badan legislatif, sebab kehidupan masyarakat sangat komplek dan dinamis. Akan
tetapi di sisi lain undang undang mampu memberi kepastian hukum.
Di sampingi itu
kebiasaan dapat menjadi sumber hukum apabila kebiasaan tersebut telah menjadi
suatu perbuatan yang menurut aturan tingkah laku yang tidak berubah. Apabila
masyarakat telah memiliki kesadaran akan adanya ketentuan tingkah laku tersebut
atau bahkan telah meyakini hal itu sebagai kewajiban. Maka keadaan ini
merupakan syarat pelengkap yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan
keadaaan yang telah terdahulu.
Untuk terbentuknya hukum kebiasaan terdapat
dua syarat:
·
Bersifat material, pemakaian yang tetap
·
Bersifat psikologi, (bukan psikologi
perseorangan melainkan psikologis golongan) keyakina akan kewajiban hukum.
Keyakinan akan kewajiban hukum
tentu tak perlu sejak mula melekat pada kebiasaan dan biasanya pun tidak
demikian. Keyakina itu sebaliknya acap kali timbul dari keyakinan sebenarnya
belaka.Jika sesuatu tetap berlaku, lama kelamaan timbul pikiran pada manusia,
bahwa memang demikian, dan kemudian acap kali timbul pikiran bahwa menurut
hukum memang demikian. Inilah kekuasaan kebiasaan yang dialami tiap tiap orang
dalam hidupnya sendiri, tetapi yang terlihat juga dalam hubungan manusia satu
sama lain, dan demikian juga dalam hukum.
4. Persetujuan
Kitab undang
undang hukum perdata telah mengatur masalah perjanjian yakni: di dalam pasal
1233 dan pasal 1338, isi kedua pasal tersebut yakni:
Pasal 1233 adalah: “tiap tiap perikatan
dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang undang.
Pasal 1338 adalah: “semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang undangbagi mereka yang membuatnya”.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali
kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak tersebut, atau karena alasan
alasan yang oleh undang undang dinyatakan cukup untuk itu.Persetujuan
persetujuan harus dilaksanakan dengan I’tikad baik.
Sehubungan
dengan masalah persetujuan ini, agar ia tidak dapat dibatalkan atau dinyatakan
batal kembali, harus memenuhi ketentuan, Ahmad Sanusi menjelaskan masalah
sahnya suatu persetujuan, yakni:
ü
Berdasarkan persetujuan kehendak pihak pihak
yang berkepentingan
ü
Oleh orang orang yang berwenang menurut hukum
dan mampu bertindak
ü
Mengenai hal hal tertentu
ü
Dengan mengandung alasan alasan yang di bolehkan
hukum.
Perbedaan antara hukum undang
undang dengan hukum persetujuan, antara lain:
§
Hukum persetujuan pada umumnya hanya mengikat
pihak pihak yang bersangkutan saja, sedangbhukum undang undang mengikatsecara
hukum.
§
Hukum persetujuan mengatur hal hal yang sudah
tersebut dinamakan”traktat bilateral”, misalnya perjanjian Internasional yang
diadakan antara pemerintah Republik Indonesia dan pemerintahan Malaysia tentang
kepolisian.
Dalam mengadakan perjanjian itu
hendaknya melalui beberapa fase , supaya ia berlaku dan mengikat rakyat dari
negara negara yang membuatnya, diantaranya:
Ø
Fase pertama: dibuat konsep perjanjian oleh
wakil/utusan negara yang bersangkutan, disinilah isi perjanjian itu diterapkan
Ø
Fase kedua: konsep tersebut dimintakan
persetujuan kepada / oleh badan perwakilan rakyat
Ø
Fase ketiga: setelah disetujui, perjanjian
disahkan oleh pemerintah, dan berlakulah perjanjian tersebut
Ø
Fase keempat: tukar menukar piagam yang telah
diratifisir tadi.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Pengantar
Ilmu Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2007
MAKALAH PENGANTAR ILMU HUKUM Tentang SUMBER HUKUM FORMAL