MAKALAH
ILMU KALAM
Tentang
MU’TAZILAH DAN
AJARANNYA
Oleh :
HANDAYANI
310.006
Dosen pembimbing :
Drs.
Ali Umar Ganti, M.Ag
Asisten Dosen :
Aulia Fahmi, MA
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN IMAM BONJOL
PADANG
1432 H / 2011 M
BAB I
PENDAHULUAN
Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak
sesempit yang dipahami pada umumnya,. Dalam sejarah terlihat bahwa islam yang
bersumber pada Al qur’an dan As sunnah dapatberhubungan dengan pertumbuhan
masyarakat luas. Dari persentuhan itu lahir berbagai disiplin ilmu keislaman
seerti theologi, filsafat, dan tasawuf. Bagi umat islam umumnya, dan kaum
cendekiawan khususnya, merupakan panggilan sejarah untuk terus mengembangkan
warisan intelektual mereka, melelui studi dan penelitian yang tidak berhenti.
Dalam kerangka semangat tersebut diatas, penulis akan
memahami dan menganalisis pemikiran atau aliran aliran dalam sejarah
perkembangan pemikiran islam. Dalam ilmu kalam, yang populer dalam aliran
aliran tersebut adalah khawarij, murji’ah, dan syi’ah, mu’tazilah dan
asy‘ariyah. Aliran khawarij, murji’ah, syi’ah, merupaka tiga aliran awal dalam
perdebatan teologi di lingkungan umat islam, sejak wafatnya Rasulullah. Namun,
dalam pembahsannya, akan diulas secara singkat berdasarkan prinsip prinsip
pokok paham yang dimilikinya
BAB II
PEMBAHASAN
MU’TAZILAH DAN AJARANNYA
1. Asal
usul munculnya mu’tazilah
Kata mu’tazilah berasal dari kata i’tizal yang artinya
memisahkan diri. Sedangkan mu’tazilah adalah orang yang memisahkan diri. Aliran
ini lahir kurang lebih tahun 120 H, di kota Bashrah. Aliran mu’tazilah pernah
menjadi mazhab pada beberapa masa, yakni pada masa khalifah Al ma’mun dan
Mu’tashim, khalifah Dinasti Abbasiyah yang sangat tertarik ada filsafat yunani.
Atas dorongan seorang hakim mu’tazili, Ibnu Abi Dawud, pada tahun 827 M.
Kaum mu’tazilah adalah golongan yang membawa
persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam yang bersifat filosofis dari
pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan murji’ah. Dalam
pembahasannya mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama kaum
rasionalis islam.
Berbagai analisa yang dimajukan tentang pemberian nama
Mu’tazilah kepada mereka. Uraian yang biasa disebut buku buku ‘Ilmu kalam
berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil bin Atha’ serta temannya ‘Amr
Bin ubaid dan Hasan al-Basri di Bashrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran
pelajaran yang diberikan Hasan al-Basri di masjid Al Bashrah. Sebagaimana
diketahui kaum khawarij memandang mereka kafir sedang murji’ah memandang mereka
mukmin. Ketika Hasan al Basri berpikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri
dengan mengatakan: “saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah
mukmin dan bukanlah kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya, tidak
mukmin dan tidak kafir”. Kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al
Basri dan pergi ke tempat lain di masjid. Disan ia mengulang pendapatnya
kembali. Atas peristiwa ini Hasan Al Basri mengatkan: Wasil menjauhkan diri
dari kita( i’tazala’ anna). Dengan demikian ia beserta teman temannya, kata Al
Syahrastani disebut kaum mu’tazilah.
Ada orang yang mengatakan bahwa penyebab mereka dinamakan
dengan mu’tazilah karena mereka mengasingkan diri dari masyarakat. Pada asalnya
mereka adalah penganut yang putus asa akibatnya menyerahnya khalifah Ali bin
Abi Thalib kepada Mu’awiyah dari bani Umayyah.
Ada juga yang mengatakan bahwa ini adalah kaum yang suka
memakai pakaian jelek-jelek dan kasar-kasar yang hidupnya minta-minta dan
bertempat tinggal jauh dari keramaian.
2. Tokoh
tokoh mu’tazilah
Adapun tokoh aliran mu’tazilah dan pemikiran-pemikirannya
adalah sebagai berikut:
1.
Wasil
bin ‘Ata
Dilahirkan diMadinah tahun 70 H, pindah ke Basrah untuk
belajar berguru kepada ulama yang masyur adalah Hasan Al-Basri. Ia termasuk
murid yang pandai, cerdas, tekun belajar. Ia berani pendapatnya yang berbeda
dengan gurunya sehingga ia kemudian bersama pengikutnya dinamakan golongan
Mu’tazilah.
Pemikiran-pemikiran beliau adalah bahwa seorang muslim
yang berbuat dosa besar dihukumi tidak mukmin dan tidak juga kafir tapi fasik.
Keberadaan orang tersebut diantara mukmin dan kafir.
2.
Abu
Huzail Al-Allaf
Dilahirkan tahun 135 H/751 M ia berguru pada Usman
At-Tawil ( murid dari Wasil bin ‘Ata ). Ia hidup pada zaman dimana ilmu
pengetahuan seperti filsafat dan ilmu lain dari yunani telah berkembang pesat
dibagian dunia arab. Ia wafat tahun 235 H.
3.
Al-Jubai
Ia mempunyai nama Abu ali Muhammad bin abdul wahhab yang
lahir tahun 25 H di jubai. Berguru pada Al Syahham, salah seorang murid dari
Abu huzail. Ia hidup dalam kondisi politik yang tidak stabil. Namun demikian,
ilmu pengetahuan tetap berkembang pesat karena para ilmuwan tidak banyak ikut
campur dalam masalah politik yang waktu itu terjadi. Ia wafat tahun 303 H di
bashrah.
4.
Az
Zamakhsyari
Lahir pada tahun 467 H. Ia belajar dibeberapa negari.
Pernah bermukim di tanah suci dalam rangka belajar agama. mhkasDisamping ia
menyusun kitab tafsir Al kasyaf beliau
banyak menyusun buku tentang, balaghah,
bahasa dan lainn lainnya. Az Zamakhrasyi, wafat tahun 538 H.
3. Ajaran
ajaran mu’tazilah
Aliran mu’tazilah mempunyai lima ajaran pokok yang
disebut dengan Ushulul khomsah
a.
Tauhid
(ke-Esaan)
Tauhid disini maksudnya meng-Esakan Tuhan dari segala
sifat dan Af’alnya yang menjadi pegangan bagi akidah islam. Ketauhidan dari
orang mu’tazilah adalah:
1.
Tuhan
tidak bersifat Qodim, kalau sifat Allah qadim berarti Allah berbilang-bilang,
sebab ada dua zat yang qadim, yaitu Allah dan sifat-Nya, padahal Allah Maha
Esa.
2.
Mereka
meniadakan sifat sifat allah sebab Allah bersifat dan sifatnya itu macam macam
pasti Allah itu berbilang.
3.
Allah
tidak dapat dilihat mata Walaupun di akhirat nanti.
4.
Al
qur’an adalah makhluk
b.
Al
Adlu (keadilan)
Manusia memiliki kebebasan dalam melakukan perbuatannya
dan segala tindakannya. Karena kebebasan itulah manusia harus mempertanggung
jawabkan segala perbuatannya, kalau perbuatan itu baik maka Tuhan memberi
kebaikan bdan kalu perbuatannya jelek atau salah maka Tuhan akan memberi
siksaan, inilah yang mereka maksud dengan keadilan.
Kaum mu’tazilah menegaskan bahwa Allah tidak akan berbuat
zalim dan aniaya. Apabila manusia melakukan perbuatan jahat seperti mencuri,
berbohong dan membunuh, perbuatan tersebut tidak dapat disandarkan kepada
Tuhan, karena ia tidak mungkin menciptakan perbuatan itu. Inilah makna keadilan
yang pada dasarnya berarti kebebasan dan kehendak manusia, serta kemampuannya
untuk bertindak dan berbuat, termasuk memikul tanggung jawab atas perbuatannya
itu.
c.
Al
Wa’du wal Wa’id (janji dan ancaman)
Tuhan tidak akan dapat disebut adil, jika ia tidak
memberi pahala terhadap orang orang yang berbuat baik dan tidak menghukum orang
yang berbuat salah. Keadilan menghendaki supaya orang yang bersalah diberi
hukuman dan orang yang berbuat baik diberi upah, sebagaiman dijanjikan Tuhan.
Untuk mengeaskan bahwa Allah tidak akan mengingkari janji
dan ancaman-Nya. Yang baik dibalas dengan yang baik dan yang buruk dibalas
dengan yang buruk.
Logika yang digunakan adlah tidak masuk akal jika Allah
memasukkan orang mukmin ke dalam neraka dan orang kafir ke dalam surga.
d.
Al
manzilah baina manzilatain
Posisi menengah bagi berbuat dosa besar, pembuat dosa
besar bukanlah kafir, karena ia masih percaya terhadap Tuhan dan Nabi Muhammad,
tetapi bukanlah mukmin, karena imannya tidak lagi sempurna.
Oleh kaum mu’tazilah yaitu tempat bagi orang fasik. Yaitu
orang orang mu’tazilah yang melakukan dosa besar tetapi tidak musyrik, maka
mereka dinamai fasik dan akan ditempatkan disuatu tempat antara surga dan
neraka. Orang fasik ini tidak akan keluar dari neraka yang agak dingin dan
tidak pula masuk ke surga yang penuh dengan kenikmatan.
e.
Amar
ma’ruf Nahi Munkar
Perintah berbuat baik dan larang berbuat jahat, dianggap
bukan kewajiban bagi kaum mu’tazilah saja, tetapi juga bagi golongan islam
lainnya. Perbedaan antara golongan golongan itu adalah dalam segi
pelaksanaannya. Apakah perintah dan larangan itu cukup dijalankan dengan
penjelasan dan seruan saja, ataukah perlu dengan kekerasan.
Mu’tazilah dalam melakukan atau melaksanakan amar ma’ruf
nahi munkar mereka berpegang pada hadis “siapa diantara kamu yang melihat
kemunkaran maka ubahlah dengan tanganmu”
Oleh karena itu telah tercatat dalam sejarah bahwa kaum
mu’tazilah pernah membunuh ulama ulama islam, diantarany yang terkenal adalah
Syaikh Buwaiti seorang ulama pengganti Imam Syafi’i peristiwa Al mihnah.
Aliran mu’tazilah berpusat di dua tempat, yaitu bashrah
dan baghdad. Dalam perkembanga selanjutnya, aliran mutazilah terpecah menjadi
20 aliran, namun semuanya masih berprinsip pada lima ajaran tersebut.
BAB III
PENUTUP
Secara harfiah Mu’tazilah adalah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah. Aliran Mu’taziliyah (memisahkan diri) muncul di basra, irak pada abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik
Imam Hasan al-Bashri
berpendapat mukmin berdosa besar aliran Mu’tazilah yang menolak pandangan-pandangan
kedua aliran di atas. Bagi Mu’tazilah orang yang berdosa besar tidaklah kafir,
tetapi bukan pula mukmin. Mereka menyebut orang demikian dengan istilah
al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi). Aliran ini lebih
bersifat rasional bahkan liberal dalam beragama.
Aliran Mu’tazilah yang
bercorak rasional dan cenderung liberal ini mendapat tantangan keras dari
kelompok tradisonal Islam, terutama golongan Hambali, pengikut mazhab Ibn
Hambal. Sepeninggal al-Ma’mun pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833 M., syi’ar
Mu’tazilah berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi
negara oleh Khalifah al-Mutawwakil pada tahun 856 M.
Perlawanan
terhadap Mu’tazilah pun tetap berlangsung. Mereka (yang menentang) kemudian
membentuk aliran teologi tradisional yang digagas oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari
(935 M) yang semula seorang Mu’tazilah. Aliran ini lebih dikenal dengan
al-Asy’ariah.
Di Samarkand muncul pula penentang Mu’tazilah yang dimotori oleh Abu Mansyur Muhammad al-Maturidi (w.944 M). aliran ini dikenal dengan teologi al-Maturidiah. Aliran ini tidak setradisional al-Asy’ariah tetapi juga tidak seliberal Mu’tazilah.
Di Samarkand muncul pula penentang Mu’tazilah yang dimotori oleh Abu Mansyur Muhammad al-Maturidi (w.944 M). aliran ini dikenal dengan teologi al-Maturidiah. Aliran ini tidak setradisional al-Asy’ariah tetapi juga tidak seliberal Mu’tazilah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam,cet II,
2009, Pustaka Setia, Bandung
Ghazali,
Adeng muchtar, Perkembangan ilmu kalam
dari klasik hingga modern, cet I, 2005, Pustaka
Setia, Bandung
Nasution,
Harun, Teologi Islam, aliran aliran
sejarah analisa perbandingan, cet 5, 2010, UI-Press, Jakarta
ILMU KALAM Tentang MU’TAZILAH DAN AJARANNYA