Jumat, 11 Januari 2013

AHLI WARIS ZUL ARHAM




MAKALAH
FIQH MAWARIS

AHLI WARIS ZUL ARHAM


“Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah Fiqh Mawaris”



 






Oleh :
HANDAYANI
310.006


Dosen Pembimbing :
Dra. SUWARTI. MA


JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM (PMH)   FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
IMAM BONJOL PADANG
1432 H/2011 M




KATA PENGANTAR

 

Puji dan syukur  selalu kita ucapkan  kehadirat Allah, yang selalu mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita dan terutama kepada penulis makalah, karna berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah Fiqh Mawaris ini, yang membicarakan tentang  AHLI WARIS ZUL ARHAM

Selanjutnya salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, karna berkat beliau lah kita dapat mengecap manisnya ilmu pengetahuan seperti yang kita rasaka pada saat sekarang ini. Seterusnya ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing kita yang telah mempercayai kami untuk menyelesaikan makalah ini, dan kepada kawan-kawan yang telah ikut berpartisifasi dengan kami.




                                                                                                Padang, 14 November  2011                      

                                                                                                                                     Penulis

 

 

 



AHLI WARIS ZUL ARHAM


1.      PENGERTIAN
Kata al- arham adalah bentuk jamak dari kata rahmun , yang menurut bahasa artinya ialah tempat terbentuknya janin dalam perut ibunya.[1]
Pengertian tersebut kemudian di perluas sebagai sebutan untuk setiap orang yang di hubungkan nasabnya kepada seseorang akibat adanya hubungan darah.keluasan arti zul- arham tersebut di ambil dari pengertian lafaz ulul arham yang terdapat dalam al –quran.
Q. S. Al-Anfal 75
 (#qä9'ré&ur ÏQ%tnöF{$# öNåkÝÕ÷èt/ 4n<÷rr& <Ù÷èt7Î/ Îû É=»tFÏ. «!$# 3 
Artinya:
“ orang orang yang mempunyai hubungan krabat itu, sebagianya berhak terhadap sesamanya  (dari ada yang bukan krabat ) di dalamkitab allah.”


2.      PUSAKA ZUL ARHAM
Para fuqaha golongan sahabat , tabi’I, dan imam- imam madzhab saling berbeda pendapat dalam menentukan apakah zul arham dapat mempusakai atau tidak terhadap sisa harta peninggalan dari para ahli waris ashabul furud yang tidak dapat menerima radd, atau terhadap harta peninggalan orang yang meninggal yang tidak memiliki ahli waris sama sekali.[2]
Golongan pertama , berpendapat bahwa ahli waris zul- arham tidak dapat mewaris sama sekali. Menurut mereka , apabila tidak ada ashabul furud atau asabah, maka harta peninggalan mereka di serahkan ke baitul mal. Ini pendapat imam Asy-Syafi’I dan Malik, serta dari golongan sahabat adalah Zaid bin Sabit Ibnu Abbas r.a., Al ‘-Auza’I, dan Ibnu Hazm ( salah seorang fuqaha ) yang tidak mengakui tidak mengakui adanya radd dan pusaka zul arham.

Dalam mempertahankan pendapatnya , para ulama pusaka zul arham mengemukakan alas an sebagai berikut :
a.       Perisip pembagian harta waris adalah harus ada nash yang qath’I ( Al-quran dan Hadis ) , sedangkan besar kecilnya bagian pusaka zul arham sama sekali tidak di jelaskan , oleh karna itu , memberikan bagian waris kepada mereka tanpa adanya nash berarti menambah ketentuan hukum baru dan hal ini merupakan kebatilan.
b.      Hadits Nabi  yang diceritakan oleh Atha bin Yasar:
Artinya:  sesunggunya Rasulullah SAW. Mengenakan jubah (pakaian luar) untuk berisristikharah ( minta petunujuk baik) kepada Allah. Tentang pusaka paman dan bibi, kemudian Allah SWT. Memberikkan petunjuk  bahwa keduanya  tidak ada hak pusaka.
c.       Apabila diserahkan kepada baitul mal, harta pusaka itu akan mendatangkan manfaat yang banyak, dan seluruh kaum muslimin berhak milikiyah. Ini berbeda bila harta itu diberikan kepada zul arham karena kemanfaatanya kecil dan faedahnya hanya terbatas kepada mereka saja, sedangkan orang lain tidaklah berhak.
Golongan kedua, berpendapat bahwa  zul arham berhak mewarisi harta peninggalan orang yang meninggal apabila tidak ada ahli waris azhbabul furud dan asabah. Mereka mengatakan bahwa zul arham lebih berhak mewarisi dari pada yang lainya karena kekerabatan dan mereka harus didahulukan dari pada baitul mal untuk kaum muslimin.
Alasan yang dikemukakan  oleh mereka dalam mempertahankan pendapatnya adalah sebagai berikut:

a.       Rangkaian Kalimat:
Maknanya adalah:

Yakni sebagian kerabat itu lebih utama mewarisi harta peniggalan sebagian kerabat yang lain menurut ketentuan dan ketetapan Allah. Ini bukan berarti bahwa sebagian kerabat itu lebih utama dari pada sebagian kekerabatan lainya hingga membawa akibat adanya penafsiran untuk menyisihkan zul arham  dari pengertian kerabatan secara umum.
b.      Menurut riwayat Ahmad bahwa Abu  Ubaidiah, Al-Jarah pernah mengirimkan sepucuk surat kepada Sayyidina  Umar r.a yang menanyakan siapa pewaris Sahal bin Hanif yang telah mati terbunuh dalam keadaan tidak meninggalkan ahli waris selain saudara ibunya. Umar r.a menjawab:





Artinya: 
“Sungguh  saya mendengar Rasulullah SAW. Bersabda, paman itu adalah pewaris orang yang tidak mempunyai ahli waris”

c.       Dalam suatu riwayat diterangkan bahwa ketika peristiwa kematian Sabit bin Ad-Dahdah yang tidak meninggalkan seorangpun para ahli waris asbhabul furud maupun ashabah, selain anak laki-lakinya saudara perempuan yang bernama Abu Lubabah. Rasulullah SAW, menanyakan kepada ashim  tentang siapa-siapa yang menjadi ahli warisanya.
d.      Golongan ini juga mengambil  dalil akal dengan mengatakan bahwa zul arham lebih berhak mewarisi dari pada baitul mal sebab baitul mal  itu mengikat pewaris dengan ikatan Islam.  Artinya harus muslim, sedangkan zul arham diikat dengan dua ikatan, yaitu ikatan Islam dan rahim.

3.      Syarat-syarat  Pusaka Zul Arham
Jumhur fuqaha yang menyetujui kewarisan zul arham menetapkan dua syarat agar mereka dapat menerima harta peninggalan kekerabatannya, yaitu berikut ini:
a.       Tidak ada ashabul furud atau ashabah
Apabila masih terdapat ashabul furud dan ashabah walaupun hanya seorang. Zul arham tidak menerima bagian waris sama sekali. Hal ini karena apabila bagian ashabul  furud tidak sampai habis, maka harus dikembalikan (di-radd) kepada ashabul furud  kembali sampai tidak ada sisa harta peninggalan yang bakal diterimanya .
b.      Bersama salah seorang suami istri
Apabila ashabul furud yang mewarisi bersama-sama dengan zul arham itu salah seorang suami istri, salah satu dari suami istri itu mengambil  bagian (farad)nya lebih dahulu kemudian sisanya baru diberikan kepada mereka, tidak bol;eh di radd kan sisa lebih kepada salah seorang suami istri harus dikemudiankan dari pada menerimakan kepada zul arham. Ketiadaan salah seorang suami istri menerima radd tetap, berlaku sepanjang masih ada ashabul furud selain dia sendiri atau zul arham.[3]

4.      CARA ZUL ARHAM MENERIMA WARIS
Para fuqaha yang berpendapat bahwa zul arham menerima bagian waris apabila mereka lebih dari seseorang yang berlainan rumpun mereka atau bersamaan rumpun , tetapi berbeda kelompok , jihat, derajat dan kekuatan kekerabatan mereka.

A.    Madzhab Ahlul Qarabah
1.      Pengertian Al-Qarabah
Yang di maksud dengan madzhab Al-Qarabah adalah asas dalam membagikan harta peninggalan kepada zul arham dengan dasar kedekatan hubungan nasab antara zul arham dengan orang yang meninggal .Zul arham yang hubunganya dekat dengan si pewaris menerima di dahulukan menerima harta peninggalan dari pada zul arham yang hubunganya jauh.
2.      Cara memberikan waris kepada zul arham
Dalam susunan ahli waris zul arham , terdapat empat rumpun yang berbeda tingkatanya . zul arham yang tergolong dalam rumpun pertama harus di dahulukan dari pada rumpun yamg kedua, begitu seterusnya .
a.       Rumpun-rumpun zul arham
1.      Anak turunnya anak-anak si pewaris  ( cucu-cucu ) yang tidak termasuk ashabul furud dan asabah.
2.      Kakek ghairu sahih dan nenek –nenek ghairu sahih.
3.      Anak turunnya saudara-saudari yang tidak termasuk ashabul furud asabah.
4.      Anak turunnya kakek dan nenek , betapa tinggi mendakinya yang tidak tergolong asabah.
b.      Cara membagi harta pusaka
1.      Jika ahli warisnya zul arham yang akan menerima bagian itu hanya seseorang diri, seluruh harta peninggalannya atas sisa setela di bagikan kepada ashabul furud suami istri di berikan kepeda semua.
2.      Jika mereka lebih seorang , harus di adakan penelitian dan pentarjihan sebagai berikut:
a.       jika semua berasal dari rumpun yang berbeda , yang berasal rumpun yang pertama harus di dahulukan dari rumpun yang kedua, dan rumpun yang kedua harus di dahulukan dari pada rumpun yang ketiga , begitu seterusnya menurut tertib rumpun.
b.      Jika semuanya berasal satu rumpun, harus di bedakan.
B. Madzhab Ahlul Tanzil
1. Pengertian At-Tanzil
At-Tanzil adalah suatu asas dalam membagikan harta pusaka kepada zul arham dangan menempatkan mereka kepada status ahli waris yang menjadikan sebab adanya pertalian nasab dengan orang yang meninggal dan menggantikannya sekitarnya ia masih hidup.jika derajat zul arham tersebut sudah jauh hendaklah bergeser naik atau turun,sederajat demi sederajat hingga berhasil mencapai tempat ahli waris yang menjadikan sebab untuk di ganti bagianya.[4]
2.Dasar hukum
            Dasar hukum yang di kemukakan oleh ulama dalam mengemukan pendapatnya adalah sebagai berikut :




Artinya:
“ Harta peninggalannya untuk keduanya di bagi tiga,. Dua pertiga untuk ammah dan sepertiga untuk khalah.”
Ammah di beri dua per tiga bagian karena ia di pertalikan nasabnya dengan orang yang meninggalmelalui bapak hingga ioa dapat menempati tempat bapak. Khalah hanya di beri bagian sepertiga , karena pertalian nasabnya dengan orang meninggal melalui ibu hiongga bagianya sebanyak sebanyak yang di terima bagian ibu sekiranya ibunya masih hidup.


3. Beberapa Contoh Madzhab Ahlul Tanzil
a. Seseorang meninggalkan ahli waris yang terdiri atas anak perempuan , anak laki-laki saudara perempuan kandung ,dan anak perempuan saudara lki-laki ayah.
            Golongan ini menganggap bahwa seakan –seakan orang yang meninggal itu meninggalkan anak perempuan , saudara perempuan kandung,dan saudara laki-laki seayah.oleh karna itu mereka memberi anak perempuan dari anak perempuan ½ sebagaimana bagian ibunya  yang menghubungkannya , dan anak laki-laki saudara perempuan kandung juga di beri ½ sebagaimana bagian dari ibunya.
b. Seseorang meninggalkan ahli waris yang terdiri dari atas anak perempuan saudara perempuan , anak perempuan saudara perempuan seayah,anak perempuan saudara perempuan saudara laki-laki ayah kandung.




















DAFTAR PUSTAKA

Muhammad ibnu Idris  Asy-Syafi’i, al-Umm, Libanon: Darul Kutub al-Iilmiyah beirut, 1993


[1]Muhammad ibnu Idris  Asy-Syafi’i, al-Umm, (Libanon: Darul Kutub al-Iilmiyah beirut, 1993), hal. 97
[2]Ibid, hal. 98
[3]Ibid, hal. 102
[4]Ibid, Hal. 106

0 komentar:

Posting Komentar