MAKALAH
LEMBAGA KEUANGAN
BANK (LKB)
Tentang
BANK SYARIAH
Disusun Oleh :
YARMAN TANJUNG :
310.137
Dosen Pembimbing :
JURUSAN
PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS
SYRIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
IMAM
BONJOL PADANG
1433
H/2012 M
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat
yang sangat banyak sekali, yang mana apabila kita menghitung nikmat yang
diberikan Allah tersebut kita takkan pernah sanggup untuk menghitungnya,
biarpun dedaunan dijadikan sebagai lembaran untuk menuliskan nikmat Allah dan
rerantingan pohon sebagai qalamnya, lautan sebagai tintanya, itu tidak akan
bisa untuk menghitung nikamat Allah tersebut.
Shalawat
beriringkan salam kita hadiahkan kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah
membawa umatnya dari alam jahiliah kepada masa yang penuh dengan iman dan
ketakwaan kepada Allah SWT dan penuh dengan ilmu pengetahuan sehingga saya
sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan bantuan dan bimbingan para
dosen. Dalam makalah saya ini, membahas tentang BANK SYARIAH. Saya sadar dalam pembuatan makalah ini sampai dengan
selesai, masih banyak kekurangan dan kesilafan, oleh dari itu saya sebagai
penulis memohon maaf dan menerima kritikan yang bersifat membangun untuk
perbaikan pada pembuatan makalah selanjutnya.
Penulis
Yarman Tanjung
BANK
SYARIAH
1.
Pengertian Bank Syari’ah
Perbankan
syari’ah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah(hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau
yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram (missal : usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Bank syari’ah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Dalam Bank Syari’ah hubungan bank dengan nasabah adalah
hubungan kontrak (akad) antara investor pemilik dana (shohibul maal) dengn
investor pengelola dana (mudharib) bekerja sama untuk melakukan kerjasama untuk
yang produktif dan sebagai keuntungan dibagi secara adil (mutual invesment
relationship). Dengan demikian dapat terhindar hubungan eskploitatif antara
bank dengan nasabah atau sebaliknya antara nasabah dengan bank.
b.
Adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh Bank
Syari’ah yang bertujuan untuk menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif
(larangan menumpuk harta benda (sumber daya alam) yang dikuasai sebagian kecil
masyarakat dan tidak produktif, menciptakan perekonomian yang adil (konsep
usaha bagi hasil dan bagi resiko) serta menjaga lingkungan dan menjunjung tinggi
moral (larangan untuk proyek yang merusak lingkungan dan tidak sesuai dengan
nilai moral seperti miniman keras, sarana judi dan lain-lain.
c.
Kegiatan uasaha Bank Syari’ah lebih variatif disbanding bank
konvensional, yaitu bagi hasil sistem jual beli, sistem sewa beli serta
menyediakan jasa lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai dan
prinsip-prinsip syari’ah.
2. Dasar
hukum
Beberapa
prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
a.
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari
nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
b.
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian
sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
c.
Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang
hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki
nilai intrinsik.
d.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak
diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan
mereka peroleh dari sebuah transaksi.
e.
Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak
diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh
perbankan syariah.
Dasar hukum (Dalil Rujukan)
Al-baqarah ayat 275
úïÏ%©!$# tbqè=à2ù't (#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx. ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur y$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkÏù crà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Ar-Rum ayat 39
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷zÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# xsù (#qç/öt yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y crßÌè? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
“Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”
3.
Tujuan Berdirinya Bank Syari’ah
Ada
beberapa tujuan dari perbankan Islam. Diantara para ilmuwan dan para
professional Muslim berbeda pendapat mengenai tujuan tersebut.
Menurut
Handbook of Islamic Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas
keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan (Finansial
Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari’ah. Menurut Handbook of
Islamic Banking, bank Islam berbeda dengan bank konvensional dilihat dari segi
partisipasinya yang aktif dalam proses pengembangan sosial ekonomi
negara-negara Islam yang dikemukakan dalam buku itu, perbankan Islam bukan
ditujukan terutama untuk memaksimalkan keuntungannya sebagaimana halnya sistem
perbankan yang berdsarkan bunga, melainkan untuk memberikan keuntungan sosial
ekonomi bagi orang-orang muslim. Dalam buku yang berjudul Toward a Just
Monetary System, Muhammad Umar Kapra mengemukakan bahwa suatu dimensi
kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank
Islam harus disediakan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan
ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Usaha yang sungguh-sungguh yang harus
dilakukan untuk memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan bank-bank Islam
tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau meningkatkan konsumsi
meskipun sistem Islam telah memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini.
Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya
yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk menunjang
kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan
jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
Para
banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank Islam semata-mata komersial
berdasarkan pada instrumen-instrumen keuangan yang bebas bunga dan ditunjukkan
untuk mengjasilkan keuangan finansial. Dengan kata lain para banker muslim
tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial, dalam
suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim Ismail, manajer
bank Islam Malaysia berhaj, mengemukakan, “sebagaimana bisnis muslim yang
patuh, tujuan saya sebagai manajer dari bank tersebut (bank Malaysia Berhaj)
adalah semata-mata mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan
instrumen-instrumen yang berdasarkan bunga.
4.
Sejarah Lahir Bank Syari’ah dan
Berkembangnya Bank Syari’ah diberbagai Negara
Perbankan
syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil
bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di
kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967,
dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini,
yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada
usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan
membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih
di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic
Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun
utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan
dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa
finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan
secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan
negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul.
Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic
Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic
Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973
berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims
Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk
menunaikan ibadah haji.
Di
Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri
tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan
beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada
akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal.
IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode
1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [1].Saat ini keberadaan bank
syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun
1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Hingga
tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum
yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan
bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero), Bank Rakyat Indonesia
(Persero)dan Bank swasta nasional: Bank Tabungan Pensiunan Nasional (Tbk).
5.
Perbedaan IDB, bank syari’ah dan BPRS
Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
Pembukaan Kantor Cabang, kantor
perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dapat dilakukan
dengan izin Bank Indonesia.
Dapat
didirikan dan/atau dimiliki oleh:
·
Warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
·
Warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau
·
Pemerintah
daerah.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Tidak diizinkan untuk membuka Kantor
Cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar negeri.
Hanya
dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh :
·
Warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya
warga negara Indonesia;
·
Pemerintah
daerah; atau
·
Dua
pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b
Islamic Development Bank (IDB) diprakarsai berdirinya dalam konferensi
Menteri-Menteri Keuangan pertama negara anggota OKI di Jeddah tanggal 18
Desember 1973.
Tujuan: mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kehidupan sosial negara anggotanya serta masyarakat Muslim sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.
6.
Prospek Bank Syari’ah
Tidak bisa dibantah, bahwa perbankan
syari’ah mempunyai potensi dan prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan di
Indonesia . Prospek yang baik ini setidaknya ditandai oleh empat hal ;
Pertama, Jumlah
penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam merupakan pasar potensial bagi
pengembangan bank syari’ah di Indonseia. Sampai saat ini, pangsa pasar yang
besar itu belum tergarap secara signifikan.
Kedua, Perkembangan
lembaga pendidikan Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah semakin pesat, baik
S1, S2, S3 juga D3. Dalam lima tahun ke depan akan lahir sarjana-sarjana
ekonomi Islam yang memiliki paradigma, pengetahuan dan wawasan ekonomi syariah
yang komprehensif, tidak seperti sekarang, banyak yang masih menolak ekonomi
syariah karena belum memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ekonomi
syariah.
Ketiga Bahwa
fatwa MUI tentang keharaman bunga bank, bagaimanapun akan tetap berpengaruh
terhadap pertumbuhan perbankan syari’ah. Pasca fatwa MUI tersebut,
terjadi shifting dana masyarakat dari bank konvensional ke
bank syari’ah secara signifikan yang meningkat dari bulan-bulan sebelumnya.
Menurut data Bank Indonesia, dalam waktu satu bulan pasca fatwa MUI, dana pihak
ketiga yang masuk ke perbankan syari’ah hampir Rp 1 trilyun. Fatwa ini semakin
mendapat dukungan dari para sarjana ekonomi Islam.
Keempat, Harapan
kita kepada sikap pemerintah cukup besar untuk berpihak pada kebenaran,
keadilan dan kemakmuran rakyat. Political will pemerintah
untuk mendukung pengembangan perbakan syari’ah di Indonesia tinggal menunggu
waktu, lama kelamaan mereka akan sadar juga dan melihat keunggulan bank
syariah. Sejumlah PEMDA di daerah telah mendukung dan bergabung membesarkan bank-bank
syariah. Bank Indonesia pun diharapkan akan benar-benar mendukung bank yang
menguntungkan negara dan menyelamatkan negara dari kehancuran. Bank Indonesia
yang selama ini terkesan hanya mengandalkan modal dengkul dalam mengembangkan
bank syariah akan berubah dengan mengandalkan modal riil yang lebih besar.
Memang banyak peran Bank Indonesia dalam mendorong pertumbuhan bank syariah,
khususnya dalam regulasi. Namun kegiatan sosialisasi dan pencerdasan bangsa
masih relatif kecil dilaksanakan dan didukung Bank Indonesia.
Kelima, Masuknya
lembaga-lembaga keuangan internasional ke dalam jasa usaha perbankan syari’ah
di Indonesia sesungguhnya merupakan indikator bahwa usaha perbankan syari’ah di
Indonesia memang prospektif dan dipercaya oleh para investor luar negeri.
Potensi dana Timur Tengah sangat besar. Dana-dana yang selama ini ditempatkan
di Amerika dan Eropa, pasca 11 September WTC, mulai ditarik oleh investor Arab
untuk ditempatkan di Asia.
7.
Kendala Bank Syari’ah
a.
Kendala-Kendala
Fiqh
Adanya perbedaan pandangan di
kalangan ulama Indonesia mengenai bunga yang secara garis besar terbagi pada
tiga pendapat yaitu; halal, syubhat, dan haram. Hal ini sangat menentukan
respon masyarakat terhadap bank Syari’ah. Umar Syihab, salah seorang ulama NU
(Nahdatul Ulama) sebagai representasi ulama berpendapat bahwa bunga bank adalah
halal, didasarkan pendapatnya pada beberapa alasan. Pertama, jumlah bunga uang
yang dipungut dan diberikan oleh bank kepada nasabah jauh lebih kecil
dibandingkan dengan riba yang diberlakukan di jaman jahiliyah. Kedua, pemungut
bunga bank tidak membuat bank itu sendiri dan nasabahnya memperoleh keuntungan
besar atau sebaliknya tidak akan merasa dirugikan dengan pemberian bunga.
Ketiga, tujuan pengambilan kredit dari debitor pada jaman jahiliyah adalah
untuk konsumsi, sementara pada saat ini bertujuan produktif. Keempat, adanya
kerelaan antara kedua belah pihak yang bertransaksi sebagaimana halnya
kebolehan dalam jual-beli dengan asas kerelaan (Umar Syihab, 1996, pp. 1270).
Sementara itu Majelas Tarjih
Muhammadiyah memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank milik negara
kepada nasabahnya, atau sebaliknya selama berlaku termasuk ke dalam perkara
syubhat. Akan tetapi dari faktor tersebut, hanya menyinggung bunga bank yang
diberikan oleh bank negara, dengan menyatakan bahwa bunga yang diberikan oleh
negara diperbolehkan, karena bunga yang diberikan masih tergolong rendah, jika
dibandingkan dengan bunga pada bank swasta (Rifyal Ka’bah, 2001, pp. 63).
b.
Problem
Hukum
Kendala hukum yang dialami perbankan
syariah di Indonesia ialah, Pengadilan Negeri tidak menggunakan syari’ah
sebagai landasan hukum bagi penyelesaian perkara, sedangkan wewenang Pengadilan
Agama telah dibatasi UU No. 7 Tahun 1989. Institusi ini hanya dapat memeriksa
dan mengadili perkara-perkara yang menyangkut perkawinan, warisan, waqaf,
hibah, dan sedekah. Pengadilan Agama tidak dapat memeriksa perkara-perkara di
luar kelima bidang tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, kepentingan
untuk membentuk lembaga permanen yang berfungsi untuk menyelesaikan kemungkinan
terjadinya sengketa perdata di antara bank-bank Syari’ah dengan para nasabah
sudah sangat mendesak, maka didirikan suatu lembaga yang mengatur hukum materi
dan/atau berdasarkan prinsip syari’ah.
c.
Rendahnya
Sosialisasi Perbankan Syari’ah
Isu sentral yang sering kita dengar
adalah bahwa pemahaman masyarakat mengenai sistem, prinsip pelayanan dan produk
perbankan yang berdasarkan syari’ah Islam sebagian besar masih kurang tepat.
Hal demikian bukan hanya terdapat pada masyarakat awam, tetapi juga terjadi
pada diri Ulama, Kyai dan Para tokoh masyarakat lainnya. Meskipun sistem
ekonomi Islam telah jelas dan mudah dipahami, yaitu melarang menggandakan uang
secara tidak produktif dan konsentrasi kekayaan pada satu pihak dan secara
tidak adil. Namun secara praktis bentuk produk dan pelayanan jasa,
prinsip-prinsip dasar hubungan antara bank dengan nasabah, serta cara-cara
berusaha yang halal dalam bank Syari’ah masih terasa awam dan belum dipahami
secara benar (Bank Indonesia, Oktober 2001, pp. 6).
Kesan umum yang ditangkap oleh
masyarakat tentang bank Syari’ah: 1) bank Syari’ah identik dengan bank dengan
sistem bagi hasil, 2) Bank Syari’ah adalah bank yang Islami, sebagian
masyarakat ada yang menyatakan bahwa bank Syari’ah secara eksklusif hanya
khusus untuk umat Islam.
Menurut penulis bahwa kegiatan
sosialisasi perbankan Syari’ah amat diperlukan dalam rangka penyebarluasan
informasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai perbankan Syari’ah.
Hal ini dapat dilakukan secara terus-menerus dengan cara tatap muka dengan para
bankir, alim ulama, pemuka masyarakat, pengusaha, akademisi dan masyarakat
secara umum. Di masa mendatang bentuk kegiatan sosialisasi diharapkan dapat
lebih beragam dengan menggunakan berbagai media massa dan bekerja sama dengan
pihak-pihak yang memiliki akses kepada masyarakat luas.
d.
Kendala-kendala
Operasional
Kurangnya SDM dan Keahlian: kendala
di bidang sumber daya manusia dalam pengembangan perbankan Syari’ah antara lain
disebabkan oleh karena sistem perbankan Syari’ah masih belum lama dikembangkan
di Indonesia. Di samping itu lembaga akademi dan pelatihan di bidang ini masih
terbatas, sehingga tenaga terdidik dan pengalaman di bidang perbankan Syari’ah
baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral masih terasa kurang.
8.
Pengelolaan dan Pengawasan Bank Syariah
Bank Syariah, selain berfungsi
menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan
dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah. Untuk menjaga fungsi amanah
tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada setiap orang yang terlibat
di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan maupun pengawasan
melalui kelembagaan. Supaya upaya pengendalian, meskipun suatu lembaga telah
menyandang nama syariah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam menjalankan
usahanya menyimpang dari nama yang disandang tersebut. Di dalam menjalankan
usahanya, bank berdasarkan prinsip-prinsip syariah berupaya menjaga dan
memelihara agar prinsip-prinsip syariah tersebut tetap terpelihara dalam
operasionalnya. Di dalam menjalankan fungsi kelembagaan agar operasional Bank
Syariah tidak menyimpang dari tuntutan syariah Islam, maka diadakan “Dewan
Pengawas Syariah” yang tidak terdapat di dalam bank-bank konvesional.
Dewan pengawas syariah adalah suatu lembaga dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Syariah agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip muamalah menurut Islam. Dewan pengawas syariah biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Anggota dewan syariah ditetapkan oleh rapa pemegang saham dari calon yang telah mendapat rekomendasi dari
Dewan pengawas syariah adalah suatu lembaga dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Syariah agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip muamalah menurut Islam. Dewan pengawas syariah biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank. Anggota dewan syariah ditetapkan oleh rapa pemegang saham dari calon yang telah mendapat rekomendasi dari
9.
Dewan Syariah Nasional.
Dewan syariah bertugas meneliti
produk-produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk
baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih
tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dewan pengawas
syariah juga bertugas untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis
yang diajukan kepada dewan sehingga dapat ditentukan tentang sesuai atau
tidaknya masalah-masalah tersebut dnegan ketentuan-ketentuan syariah Islam.
Adapun wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah :
a. Memberikan pedoman secara garis
besar tentang aspek syariah dari operasional Bank Syariah, baik penyerahan
dana,penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya.
b. Mengadakan perbaikan terhadap suatu
produk Bank Syariah yang telah atau sedang berjalan. Namun, dinilai
pelaksanaanya bertentangan ketentuan syariah.
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan
wewenang dewan syariah sangat tergantung kepada independesinya di dalam membuat
suatu putusan atau penilaian yang dibutuhkan. Independasi dewan ini diharapkan
dapat dijamin karena :
·
Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk di bawah
kekuasaan administratif.
·
Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham, demikian juga
penentuan tentang honorariumnya.
·
Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus
seperti halnya Badan Pengawas lainnya.
Selain Dewan Pengawas Syariah, pada
tingkat nasional ada pula Dewan Syariah Nasional ( DSN ). Tugas lembaga ini
antara lain, adalah sebagai berikut :
1. Mengawasi produk-produk lembaga
keuangan syariah, seperti bank syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, modal
ventura, dan lain-lain.
2. Meneliti dan memberi fatwa terhadap
produk-produk yang akan dikembangkan pada bank-bank syariah yang diajukan
manajemen bank yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari dewan
pengawas syariah.
3. Mengeluarkan pedoman yang akan
digunakan oleh dewan pengawas syariah dalam mengawasi bank-bank syariah.
4. Merekomendasikann para ulama yang
akan ditugaskan menjadi anggota dewan pengawas syariah.
RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN