MAKALAH
HUKUM PERDATA
ISLAM DI INDONESIA
Tentang
Disusun Oleh :
HANDAYANI
310.006
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. AMIR
SYARIFUDDIN
JURUSAN
PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYRIAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL
PADANG
1433 H/2012 M
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat
yang sangat banyak sekali, yang mana apabila kita menghitung nikmat yang
diberikan Allah tersebut kita takkan pernah sanggup untuk menghitungnya,
biarpun dedaunan dijadikan sebagai lembaran untuk menuliskan nikmat Allah dan
rerantingan pohon sebagai qalamnya, lautan sebagai tintanya, itu tidak akan
bisa untuk menghitung nikamat Allah tersebut.
Shalawat
beriringkan salam kita hadiahkan kepada Baginda Rasulullah SAW yang telah
membawa umatnya dari alam jahiliah kepada masa yang penuh dengan iman dan
ketakwaan kepada Allah SWT dan penuh dengan ilmu pengetahuan sehingga saya
sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan bantuan dan bimbingan
para dosen. Dalam makalah saya ini, membahas tentang Rukun dan Syarat Perkawinan. Saya sadar dalam pembuatan makalah ini
sampai dengan selesai, masih banyak kekurangan dan kesilafan, oleh dari itu
saya sebagai penulis memohon maaf dan menerima kritikan yang bersifat membangun
untuk perbaikan pada pembuatan makalah selanjutnya.
Penulis
Yarman Tanjung
BAB I
Pendahuluan
Pembahasan
tentang rukun merupakan masalah yang serius dikalangan fuqaha. Sebagai
konsikuensinya terjadi silang pendapat berkenaan dengan apa yang termasuk rukun
dan mana yang tidak. Bahkan perbedaan itu juga terjadi dalam menentukan mana
yang termasuk rukun dan mana yang termasuk syarat. Bisa jadi sebagian ulama
menyebutkan sebagai rukun dan ulama yang lainnya menyebutnya sebagai syarat.
Sebagai
contoh Abdurrahman Al Jaziri menyebut yang termasuk rukun adalah al ijab dan al qabul di mana tidak akan ada nikah tanpa keduanya. Sayyid Sabiq
juga menyimpulkan menurut fuqaha, rukun
nikah terdiri dari al ijab dan
al qabul, sedangkan yang lain
termasuk syarat.
Menurut
Hanafiah, nikah itu terdiri dari syarat yang terkadang berhubungan dengan
sighat, berhubungan dengan dua calon mempelai dan berhubungan dengan kesaksian.
Menurut Syafi’iyah syarat perkawinan itu ada kalanya menyangkut sighat, wali,
calon suami istri dan juga syuhud (saksi). Berkenaan dengan rukunnya, bagi
mereka ada lima, calon suami istri, wali, dua orang saksi, dan sighat. Menurut
malikiyyah, rukun nikah itu ada lima, wali, mahar, calon suami istri dan
sighat. Jelaslah para ulama tidak saja berbeda dalam menggunakan kata rukun dan
syarat tetapi juga berbeda dalam detailnya.
BAB
II
Pembahsan
1. Pengertian
Rukun dan Syarat
Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang
menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk
dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka dalam wudhu’ dan
takbiratul ihram dalam shalat atau adanya calon mempelai pengantin pria dan
wanita dalam perkawinan.[1]
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang
menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak
termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat dalam shalat,
atau menurut islam calon pengantin pria maupun wanita itu harus beragama Islam.[2]
A. Rukun
Pernikahan
Menurut jumhur ulama rukun perkawinan
ada lima, dan masing-masing rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. Untuk
memudahkan pembahsan maka uraian rukun perkawinan.
·
Adanya calon
suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.
·
Adanya wali dari
pihak calon pengantin wanita.
Akad nikah akan
dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya,
berdasrkan sabda nabi SAW:
Perempuan mana
saja yang menikah tampa izin walinya, maka pernikahan batal.
Dalam hadits lain Nabi
SAW bersabda:
Janganlah
seorang perempuan menikahkan perempuan lainnya, dan janganlah seorang perempuan
menikahkan dirinya sendiri.
·
Adanya dua orang
saksi.
Pelaksanaan akad nikah
akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut.
·
Sighat akad
nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak
wanita, dan dijawab oleh calon pengantin pria.
B. Syarat
Pernikahan
Syarat-syarat perkawinan merupan dasar
bagi sahnya perkawinan. Apabila syarat-syarat terpenuhi, maka perkawinan itu
sah dan menimbulakan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.
Pada
garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada dua:
·
Calon mempelai
perempuannya halal dikawini oleh laki-laki yang ingin menjadikannya istri.
Jadi, perempuannya itu bukan merupakan orang yang haram dinikahinya.
·
Akad nikah
dihadiri oleh para saksi.
Secara rinci, masing-masing rukun di
atas akan di jelaskan syarat-syaratnya sebagai berikut.
a. Syarat-syarat
kedua mempelai.
·
Syarat penagntin
pria.
Ø Calon
suami bergama Islam.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ãNà2uä!%y` àM»oYÏB÷sßJø9$# ;NºtÉf»ygãB £`èdqãZÅstGøB$$sù ( ª!$# ãNn=÷ær& £`ÍkÈ]»yJÎ*Î/ ( ÷bÎ*sù £`èdqßJçFôJÎ=tã ;M»uZÏB÷sãB xsù £`èdqãèÅ_ös? n<Î) Í$¤ÿä3ø9$# ( w £`èd @@Ïm öNçl°; wur öNèd tbq=Ïts £`çlm; (
Hai orang-orang yang beriman, apabila
datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu
uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika
kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada
halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula
bagi mereka.
Ø Terang
(jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.
Ø Orangnya
diketahui dan tertentu.
Ø Calon
mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.
Ø Calon
mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul calon istrinya
halal baginya.
Ø Calon
suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.
Ø Tidak
sedang melakukan ihram
Ø Tidak
mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
·
Syarat calon
istri.
Ø Beragama
islam.
Ø Perempuan.
Ø Jelas
orangnya.
Ø Dapat
diminta persetujuannya.
Ø Tidak
terdapat halangan perkawinan.
·
Syarat wali
nikah.
Ø Laki-laki.
Ø Dewasa.
Ø Mempunyai
hak perwalian.
Ø Tidak
terdapat halangan perwaliannya.
·
Syarat saksi
nikah.
Ø Minimal
dua orang laki-laki.
Ø Hadir
dalam ijab qabul.
Ø Dapat
mengerti maksud akad.
Ø Islam.
Ø Dewasa.[3]
·
Mahar.
Dalam KHI, mahar ini di
atur di dalam pasal 30 asmpai pasal 38. Pada masal 30 dinyatakan:
Calon mempelai
pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan
jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
Pasal yang juga sangat
penting untuk diperhatikan yaitu pasal 31 yang berbunyi:
Penentuan mahar
berdasrkan atas asas kesederhanaan dan kemudahanyang dianjurkan oleh ajaran
islam.
Perspektif
UU No. 1/1974.
Berbeda dengan perspektif fiqih, UU No.
1/1974 tidak mengenal adanya rukun perkawinan. Tampaknya UUP hanya memuat
hal-hal yang berkenaan dengan syarat-syarat perkawinan. Di dalam Bab II pasal 6
di temukan syarat-syarat perkawinan sebagai berikut:
1. Perkawinan
harus didasrkan atas persutujuan kedua calon mempelai.
2. Untuk
melangsungkan perkawinan seorang yang berumur 21 tahun harus mendapat izin
kedua orang tua.
3. Dalam
hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud ayat 2 pasal ini
cukup diperoleh dari orang tua yang mampu yang menyatakan kehendaknya.