Senin, 16 September 2013

takhrij hadis tentang haram menyentuh wanita


BAB II
PEMBAHASAN
LAPORAN TAKHRIJ HADIS

A.    Pelacakan Hadis
Hadis yang akan diteliti adalah
لأن يطعن فى رأس أحدكم بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له
Dalam melakukan pelacakan terhadap hadis ini, penulis menggunakan metode takhrij dengan melacak salah satu kata pada matan. Pelacakan ini dilakukan terhadap kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî, yang disusun oleh A.J. Wensick. Dalam hal ini penulis mengambil kata مس dengan melacaknya pada loccus م. Penulis sengaja melacaknya pada kata ini karena kata inilah yang menjadi tema sentral hadis yang diteliti, yaitu “menyentuh”. Hasilnya, tidak ditemukan hadis yang dicari.  Pencarian dilanjutkan melalui kata مخيط pada loccus yang sama karena kata ini dianggap asing, yaitu pada loccus م. Hasilnya juga nihil. Pencarian juga dilakukan pada kata يطعن pada loccus ط. Tidak ditemukan hadis yang dicari pada kata ini.
Karena diketahui matan hadis ini, maka pelacakan dilakukan melalui metode takhrij denga kata pertama pada awal matan. Kitab yang digunakan adalah al-Jâmi’ al-Shaghîr fî Ahâdîts al-Basyîr al-Nadzîr, karya Abî al-Fadhl ‘Abd al-Rahmân ibn Abî Bakr Muhammad al-Khudhairiy al-Suyûthiy al-Syâfi’iy. Dari hasil pelacakan ditemukan [1]
لأن يطعن فى رأس أحدكم بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له (طب) عن معقل بن يسار (ض)
Simbol(طب)  berarti طبراني فى الكبير, dan (ض) berarti ضعيف. Informasi kitab ini menyebutkan bahwa hadis yang dicari ada dalam kitab al-Mu’jam al-Kabîr, oleh al-Thabarâniy. Al-Suyûthiy telah memberikan penilaian lemah terhadap hadis ini dengan menilainya dha’îf.
Kitab lain yang juga digunakan untuk melacak hadis ini adalah Mausû’ah Athrâf al-Hadîts al-Syarîf, susunan Abû Hâjar Muhammad al-Sa’îd ibn Basyûniy Zaghlûl. Kitab ini menginformasikan[2].
لأن يطعن فى رأس أحدكم
مجمع 4: 326 – ترغيب 3: 39 – صحيحة 226

Keterangan kitab ini menginformasikan bahwa hadis ini terdapat dalam kitab Majma’ al-Zawâid wa Manba’ al-Fawâid, karya al-Hafidz Nûr al-Dîn ‘Aliy ibn Abi Bakr al-Haitsamiy, juz ke-4, halaman 326, al-Targhîb wa al-Tarhîb min al-Hadîts al-Syarîf, karya al-Imâm al-Hafîdz Zakiy al-Dîn ‘Abd al-‘Azhîm ibn ‘Abd al-Quwâ al-Mundziriy, juz ke-3, halaman 39, Silsilah al-Ahâdits al-Shahîhah, karya Muhammad Nashir al-Dîn al-Albâniy, halaman 226.
Ada hal yang menarik dari informasi kitab-kitab di atas, yaitu adanya pernyataan dha’îf dan shahîh terhadap hadis ini.  Al-Suyûthiy menyebutkan di dalam eksiklopedi hadisnya hadis ini bernilai dha’îf. Sedangkan dari informasi Muhammad al-Sa’îd ibn Basyûniy Zaghlûl, hadis ini termuat di antaranya di dalam Silsilah al-Ahâdits al-Shahîhah. Artinya, Nashir al-Dîn al-Albâniy menilainya shahîh. Kendatipun ada dua penilaian yang berbeda dari dua penulis di atas, penelitian ini bertujuan meneliti ulang sanad hadis ini bukan meneliti dua pendapat yang bertolak belakang di atas dan sebab perbedaan pendapat mereka.



B.     Penelusuran dalam Kitab Hadis
Untuk mengetahui letak hadis, maka perlu ditelusuri ke dalam kitab hadis yang ditunjukkan oleh kitab athrâf. Hadis dalam kitab al-Mu’jam al-Kabîr susunan al-Thabarâniy selengkapnya tertulis
 -486حدثنا موسى بن هارون ثنا إسحاق بن راهويه أنا النضر بن شميل ثنا شداد بن سعيد الراسبي قال سمعت يزيد بن عبد الله بن الشخير يقول سمعت معقل بن يسار يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :لأن يطعن في رأس أحدكم  بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له.[3]

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Mûsâ ibn Hârûn, (ia berkata), telah menceritakan kepada kami Ishâq ibn Râhawaih, (ia berkata), telah menceritakan kepada kami al-Nadhar ibn Syumail, (ia berkata), telah menceritakan kepada kami Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy, ia berkata, aku mendengar Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr berkata, aku mendengar Ma’qil ibn Yasâr berkata, telah bersabda Rasulullah saw. “sesungguhnya ditusukkan ke kepala salah seorang di antara kamu dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya”

Hanya kitab al-Thabarâniy ini yang merupakan sumber primer bagi hadis ini. Tiga kitab lain yang diinformasikan oleh kitab Mausû’ah Athrâf al-Hadîts al-Syarîf di atas tidaklah merupakan sumber primer. Ia hanya berisi himpunan hadis yang tidak disebutkan sanadnya secara lengkap. Dalam terminology ilmu hadis disebut dengan al-mashdâr al-tsanawiy atau sumber sekunder. Untuk keperluan penelitian sanad, maka tiga kitab ini tentu tidak dapat digunakan karena tidak membuat sanad secara lengkap. Kitab ini hanya bertuliskan hadis dengan cara mu’allaq, yaitu tanpa menyebutkan sanad secara lengkap. Sanad hadis ini hanya bertuliskan sahabat penerima hadis dari Rasulullah dan tidak menyebutkan sanad dari tabi’in sampai mukharrij. Kitab ini bukan khusus berisi hadis mu’allaq, tapi ia merupakan kitab sumber hadis sekunder yang menyebutkan di sumber primer mana hadis itu terdapat.
Kendatipun demikian, kitab sumber kedua ini memberikan informasi lain. Dari informasi kitab ini diketahui bahwa hadis ini diriwayatkan oleh al-Thabarâniy dengan periwayat yang shahîh.[4] Di samping itu, ternyata hadis ini juga terdapat di dalam al-Sunan al-Kubrâ susunan al-Baihaqiy dengan periwayat pertamanya  Ma’qil ibn Yasâr.[5] Hanya saja tidak ditemukan hadis yang dimaksud di dalam kitab al-Baihaqiy.
Jika ditelusuri hadis ini dengan redaksi yang sama melalui kitab athrâf, memang hanya terdapat satu hadis. Tetapi, dengan bantuan program al-maktabah al-syâmilah, sebuah program yang digital yang berisi beberapa kitab termasuk kitab-kitab hadis, penulis mencoba mencari hadis yang sama melalui kata لأن يطعن maka ditemukan ternyata ada hadis lain yang redaksinya hampir sama dengan hadis yang diteliti. Menurut informasi program al-maktabah al-syâmilah ini, hadis tersebut juga terdapat di dalam kitab al-Mu’jam al-Kabîr susunan al-Thabarâniy, berikut ini hadisnya
 - 487حدثنا عبدان بن أحمد ثنا نصر بن علي قال أنا أبي ثنا شداد بن سعيد عن أبي العلاء حدثني معقل بن يسار قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لأن يطعن في رأس رجل بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له[6]

Artinya: Telah menceritakan kepada kami ‘Abdân ibn Ahmad,  telah menceritakan kepada kami Nashr ibn ‘Aliy, dia berkata, telah menceritakan kepada kami (abî) bapakku, telah menceritakan kepada kami Syaddâd ibn Sa’îd dari Abî al-‘Alâ’, telah menceritakan kepadaku Ma’qil ibn Yasâr, (dia) berkata, telah bersabda Rasulullah saw. “sesungguhnya ditusukkan ke kepala salah seorang di antara kamu dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya”

Dua hadis di atas sebenarnya memiliki satu kesatuan makna. Perbedaan redaksi hadis hanya antara kata أحدكم pada hadis nomor 486 dengan kata رجل pada hadis nomor 487. Kendatipun demikian, kedua hadis ini tetap dihimpun dan dimuat dalam laporan ini.

C.    Ranji Sanad Hadis
1.      Ranji sanad hadis nomor 486[7]


رسول الله صلى الله عليه وسلم

قال


معقل بن يسار

سمعت
 


يزيد بن عبد الله بن الشخير

سمعت



شداد بن سعيد الراسبي

ثنا


النضر بن شميل

أنا


إسحاق بن راهويه

ثنا


موسى بن هارون

حدثنا



الطبراني


2. Ranji sanad hadis nomor 487[8]


رسول الله صلى الله عليه وسلم

قال


معقل بن يسار

حدثني
 


أبي العلاء

عن



شداد بن سعيد

ثنا


أبي

 قال أنا


نصر بن علي

ثنا


عبدان بن أحمد

حدثنا



الطبراني


Setelah membuat ranji masing-masing sanad di atas, langkah kerja selanjutnya adalah menggabungkan dua ranji dua jalur sanad ini. Pembuatan ranji gabungan ini tidak dimaksudkan untuk langkah awal mengetahui illat dan syaz pada sanad karena illat dan syaz pada sanad secara tidak langsung sudah inklusif dalam penelitian kebersambungan sanad dan penilaian tentang kualifiasi intelektual periwayat (dhabt al-ruwât).

3.      Ranji gabungan (I’tibâr al-sanad)


رسول الله صلى الله عليه وسلم

قال
قال

معقل بن يسار

سمعت
 
حدثني

 يزيد بن عبد الله بن الشخير/ أبي العلاء

سمعت

عن

شداد بن سعيد الراسبي

ثنا
ثنا

النضر بن شميل
أبي

أنا
قال أنا

إسحاق بن راهويه
نصر بن علي

ثنا
ثنا

موسى بن هارون
عبدان بن أحمد

حدثنا
حدثنا

الطبراني


Keterangan ranji
Sanad pada lajur kiri adalah sanad hadis nomor 486
Sanad pada lajur kanan adalah sanad hadis nomor 487





D.    Teori Ke-shahîh-an Hadis yang Digunakan
Dalam penelitian ini, teori ke-Shahîh-an hadis yang digunakan sebagai pisau analisis untuk menilai hadis ini adalah ke-Shahîh-an hadis yang dikemukakan oleh Muhammad Syuhudi Ismail. Menurutnya, syarat hadis Shahîh  ada tiga yaitu:[9]
a.       Sanadnya bersambung dengan ketentuan (a) muttashil; (b) marfû’; (c) mahfûzh; dan (d) bukan mu’all.
b.      Periwayatnya bersifat adil yaitu (a) beragama Islam; (b) mukallaf; (c) melaksanakan ketentuan agama; dan (d) memelihara muru’ah.
c.       Periwayat bersifat dhâbith dan atau tamm al-dhabth, dengan ketentuan (a) hafal dengan baik hadis yang diriwayatkannya; (b) mampu dengan baik menyampaikan hadis yang dihafalnya kepada orang lain; (c) terhindar dari syuzûz; dan (d) terhindar dari ‘illat.
Dalam melakukan penelitian terhadap sanad dan periwayat hadis ini, digunakan beberapa kitab, yaitu Tahzîb al-Kamâl fi Asmâ’ al-Rijâl karya al-Hafîzh  Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî, Mizân al-I’tidâl fî Naqd al-Rijâl dan Siyar A’lâm al-Nubalâ’, keduanya karya Abû ‘Abd Allâh Syams al-Dîn Muhammad ibn Ahmad ibn ‘Utsmân al-Zahabî, Kitâb al-Jarh wa al-Ta’dîl karya Abû Muhammad ‘Abd al-Rahmân ibn Abî Hâtim Muhammad ibn Idrîs ibn al-Munzir al-Tamîmî, Lisân al-Mizân karya Ibn Hajar al-‘Asqalâniy dan Mu’jam al-Muallifîn Tarâjim Mushannifî al-Kutub al-‘Arabiyyah, karya Umar Ridhâ Kahhâl.
Untuk lebih mudah mencari biodata periwayat, penulis menggunakan petunjuk Mausû’ah Rijâl al-Kutub al-Tis’ah karya ‘Abd al-Ghaffâr Sulaimân al-Bandâriy dan Sayyid Kasruddiy Hasan.





E.     Meneliti Kebersambungan Sanad
Penelitian sanad ini adalah sebagai konsekwensi dari teori hadis shahîh yang digunakan. Aspek yang akan diteliti dalam sanad adalah muttashil, marfu’,  mahfuzh, dan bukan mu’all.
Sanad yang akan diteliti adalah sanad hadis nomor 486. Alasan memilih sanad ini adalah, pertama, karena redaksi sanad hadis ini adalah redaksi yang ditugaskan untuk diteliti. Kedua, redaksi ini yang dicari pada awal penelitian. Ketiga, redaksi hadis ini juga persis sama dengan redaksi pada kitab sumber kedua.
1.      Al-Thabarâniy
Dia adalah Sulaimân ibn Ahmad ibn Ayyûb ibn Muthair al-Lakhomiy al-Syâmiy al-Thabarâniy. Kunniyah-nya adalah Abû al-Qâsim. Dilahirkan di kota ‘Akka pada bulan Shafar tahun 260 H. Ibunya adalah orang ‘Akka.[10] Wafat di Asbahân pada bulan Zulqa’dah tahun 360 H, dalam usia seratus tahun sepuluh bulan.[11]
2.      Mûsâ ibn Hârûn
Dia adalah Mûsâ ibn Hârûn ibn ‘Abd Allâh ibn Marwân al-Baghdâdiy.[12] Kunniyah-nya adalah Abû ‘Imrân dan Abû al-Hasan, dan laqab-nya adalah al-Hammâl, al-Hâfizh, al-Baghdâdiy, al-Bazzâr.[13] Dilahirkan pada tahun 214 H dan wafat pada tahun 294 H.[14] Di antara muridnya adalah Abû al-Qâsim al-Thabarâniy.[15]
3.    Ishâq ibn Râhawaih
Dia adalah Ishâq ibn Ibrâhîm ibn Makhlad ibn Ibrâhîm ibn ‘Abd Allâh ibn Mathar ibn ‘Ubaid ibn Ghâlib ibn Wâris ibn ‘Ubaid Allâh ibn ‘Athiyyah ibn Murrah ibn Ka’ab ibn Hamâm ibn Asad ibn Murrah ibn Shamrû ibn Hanzhalah ibn Mâlik.[16] Kunniyah-nya adalah Abû Ya’qub dan Abû Muhammad, dan laqab-nya adalah al-Hanzhalah dan Ibn Râhawaih al-Marwuziy.[17] Lahir tahun 161 H dan wafat tahun 237/238 H.[18] Di antara gurunya adalah al-Nadhar ibn Syumail, dan di antara muridnya adalah Mûsâ ibn Hârûn.[19]
4.      Al-Nadhar ibn Syumail
Dia adalah al-Nadhar ibn Syumail ibn Kharasyatah ibn Zaid ibn Kultsûm ibn ‘Anazah ibn Zuhair ibn ‘Amrû ibn Hujr ibn Khuzâ’iy ibn Mâzin ibn ‘Amrû ibn Tamîm. Pendapat lain mengatakan bahwa ia adalah al-Nadhar ibn Syumail ibn Kharasyatah ibn Zaid ibn Kultsûm ibn ‘Antarah ibn ‘Urwah ibn Julhamah ibn Jahdar Khuzâ’iy ibn Mâzin ibn mâlik ibn ‘Amrû ibn Tamîm ibn Mur ibn Udd ibn Thâbighah. Kunniyah-nya adalah Abû al-Hasan dan laqab-nya adalah al-Mâziniy, al-Nahwiy, al-Bashriy, al-Marûziy dan al-Tîmiy. [20] Dilahirkan di Hudud, tahun 122 H dan wafat tahun 203/ 204 H.[21] Di antara muridnya adalah Ishâq ibn Râhawaih.[22]
5.      Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy
Namanya adalah Syaddâd ibn Sa’îd. Kunniyah-nya adalah Abû Talhah dan Abû Hakîm dan laqab-nya adalah al-Râsibiy dan al-Bashriy. Di antara muridnya adalah al-Nadhar ibn Syumail, dan di antara gurunya adalah Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr.[23]
6.      Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr
Dia adalah Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr. Dia adalah saudara Mutharrif ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr dan Hânî’ ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr.[24] Kunniyah-nya adalah Abû al-‘Alâ’ dan laqab-nya adalah al-‘Âmiriy, al-Bashriy, al-Harsyiy. Ia Wafat pada tahun—atau sebelum—111 H. [25]
7.      Ma’qil ibn Yasâr
Nama aslinya adalah Ma’qil ibn Yasâr ibn ‘Abd Allâh ibn Mu’abbir.[26] Kunniyah-nya adalah Abû ‘Aliy, Abû Yasâr dan Abû ‘Abd Allâh. Sedangkan laqab-nya adalah al-Muzniy dan al-Bashriy.[27] Dia wafat di Bashrah pada masa akhir pemerintahan khilafah Muawiyyah. Dia mendengar langsung hadis dari Rasulullah.[28]
Dari data-data di atas diketahui bahwa al-Thabarâniy pernah berguru kepada Mûsâ ibn Hârûn; Mûsâ ibn Hârûn pernah berguru kepada Ishâq ibn Râhawaih; Ishâq ibn Râhawaih pernah berguru kepada al-Nadhar ibn Syumail; al-Nadhar ibn Syumail pernah berguru kepada Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy; Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy pernah berguru kepada Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr. Tidak ditemukan data yang menyebutkan secara jelas nama Ma’qil ibn Yasâr sebagai guru dari Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr. Ma’qil ibn Yasâr bertemu rasul dan menerima hadis dari baginda.
Kendatipun  tidak  ditemukan  adanya  pernyataan  yang jelas tentang nama Ma’qil  ibn Yasâr sebagai guru dari Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr, tapi ada indikasi yang menunjukkan bahwa pernah terjadi komunikasi ilmiah berupa  transmisi  hadis  di  antara  mereka. Indikasi  itu adalah pernyataan tentang gurunya yang sangat banyak berupa kata ‘iddah.[29] Diduga, bahwa gurunya Ma’qil ibn Yasâr sudah masuk dalam isyarat ungkapan ini. Maka dari data guru murid di atas dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini bersambung.
Kesimpulan ini didukung oleh kemungkinan kesezamanan antara guru dan murid. al-Thabarâniy lahir 260 H dan wafat tahun 360 H. Mûsâ ibn Hârûn lahir pada tahun 214 H dan wafat tahun 294 H. Pada saat Mûsâ ibn Hârûn wafat, al-Thabarâniy berusia 34 tahun. Artinya, Mereka sezaman. Ishâq ibn Râhawaih lahir tahun 161 H dan wafat tahun 237/ 238 H. Pada saat Ishâq ibn Râhawaih wafat, Mûsâ ibn Hârûn berusia 23 atau 24 tahun. Al-Nadhar ibn Syumail lahir pada tahun 122 H dan wafat tahun 203/ 204 H. Pada saat al-Nadhar ibn Syumail wafat, Ishâq ibn Râhawaih berusia 42 tahun.
Dari uraian di atas tidak ditemukan data tentang tahun kelahiran dan wafat Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy. Tapi bisa diketahui kesezamanan mereka. Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr meninggal pada tahun 111 H. Sebelas tahun setelah wafatnya Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr, al-Nadhar ibn Syumail—yang merupakan murid dari Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy—baru lahir. Jika dihubungkan tahun meninggalnya Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr dengan tahun kelahiran al-Nadhar ibn Syumail, ternyata mereka hampir semasa. Dari sini, tentunya dapat dipastikan bahwa antara dua orang ini ada yang mengantarai mereka yang semusim dengan keduanya. Ma’qil ibn Yasâr meninggal pada masa akhir khilafah Muawwiyah.
Kebersambungan sanad hadis ini dapat dilihat pada tabel berikut

Nama Periwayat
Kesezamanan
Hubungan guru-murid
Hasil
Lahir
Wafat
Guru
Murid
Al-Thabarâniy
260
360


bersambung
Mûsâ ibn Hârûn
214
294

Al-Thabrâniy
bersambung
Ishâq ibn Râhawaih
161
237/8
Al-Nadhar ibn Syumail
Mûsâ ibn Hârûn
bersambung
Al-Nadhar ibn Syumail
122
203/4
Khalqun katsîrun
Ishâq ibn Râhawaih
bersambung
Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy


Yazîd ibn ‘Abdillâh
Al-Nadhar ibn Syumail
bersambung
Yazîd ibn ‘Abdillâh

111
‘iddah

bersambung
Ma’qil ibn Yasâr


Nabi saw

bersambung
Tabel 1
Kebersambungan sanad hadis no 486

Mengomentari simbol periwayatan yang ada dalam sanad ini, tidak satupun mengindikasikan tadlîs atau penyembunyian dengan menggunakan kata ‘an ataupun menyebut periwayat secara tidak jelas (mubham). Sebaliknya, semuanya menggunakan metode yang disebut oleh sebagain ulama dengan metode al-sima’ yang merupakan cara yang memiliki status tertinggi pada simbol periwayatan setelah sami’na dan haddatsana.

F.     Meneliti Ke-’âdil-an dan Ke-dhâbit-an Periwayat
1.      Al-Thabarâniy
Al-Hâfiz Abû ‘Abd Allâh ibn Mundah mengatakan bahwa al-Thabarâniy adalah salah seorang al-huffâz. Ahmad ibn Mansur al-Syirâziy al-Hâfiz menilainya tsiqah.  Abû Bakr ibn Abî Aliy mengatakan bahwa al-Thabarâniy seorang yang luas ilmunya dan banyak menyusun kitab. Hanya saja, ia salah menyebut nama [Ibn] Ibrâhîm [ibn] al-Barqiy. Dalam hal kesalahan ini al-Thabarâniy dinilai layyin oleh al-Hâfiz Abû Bakr ibn Mardawaih.[30]
2.      Mûsâ ibn Hârûn
Al-Shib’iy menyebutnya sebagai seorang al-Huffâz yang paling wara’. Al-Hâfiz ‘Abd al-Ghaniy menyebutnya sebagai orang yang paling baik perkataannya di dalam hadis (ahsanu al-nâs kalâman fî al-hadîts). Abû Bakr al-Khathîb menilainya tsiqah hâfiz.[31]              
3.      Ishâq ibn Râhawaih
Al-Zahabiy menyebutnya tsiqah hujjah. Al-Nasâiy menyebutnya tsiqah ma’mûn. Tapi Abû Dawud menyebutkan bahwa kepribadiannya berubah lima bulan sebelum beliau meninggal. Abû Hâtim menanyakan tentang Ishâq ibn Râhawaih kepada Abû Zur’ah karena hafalannya terhadap sanad dan matan. Lalu, Abû Zur’ah berkata bahwa tidak ada orang yang lebih hafal (ahfazh) selain Ishâq ibn Râhawaih. Akan tetapi, Abû Zur’ah mengatakan hal itu kepada gurunya Abû al-Hajjâj, lalu Abû al-Hajjâj berkata bahwa ada pendapat yang mengatakan Ishâq ibn Râhawaih tersalah (ikhtalatha) hafalannya sebelum dia meninggal. Menurut al-Zahabiy, Ishâq ibn Râhawaih tersalah hanya beberapa hadis tertentu dan bukan dalam hadis ini.[32] Ahmad ibn Hanbal mengatakan bahwa Ishâq ibn Râhawaih tidak perlu dipertanyakan lagi (mitslu Ishâq yus’al ‘anhu). Dia adalah salah seorang imam kaum muslimin.[33]
4.      Al-Nadhar ibn Syumail
Abû Hâtim menilainya dengan tsiqah shahîb al-sunnah. Yahyâ ibn Ma’in, ‘Aliy al-Madîniy dan al-Nasâiy menilainya tsiqah.[34] Al-‘Abbâs ibn Mush’ab al-Marwuziy menyebutnya sebagai seorang imam dalam bahasa Arab dan hadis.[35]
5.      Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy
Ahmad ibn Hanbal mengatakan bahwa Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy syaikh tsiqah. Yahyâ ibn Ma’în menilainya tsiqah.[36] Abû Khaitsamah menilainya tsiqah. Al-Nasâiy menilainya tsiqah. Ibn Hibbân menyebut Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy dalam kitabnya al-Tsiqât. Tapi, al-Bukhâriy mengatakan bahwa Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy dinilai dha’îf oleh ‘Abd al-Shamad ibn ‘Abd al-Wârits.[37]
6.      Yazîd ibn ‘Abd Allâh ibn al-Syakhîr
Al-Nasâiy menilainya tsiqah. Ibn Hibbân menyebut Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy dalam kitabnya al-Tsiqât.[38]
7.      Ma’qil ibn Yasâr
Tidak ditemukan penilaian tentang ke-’âdil-an dan ke-dhâbit-annya. Hal ini bukan karena keberadaannya tidak diketahui. Justru dia adalah salah seorang sahabat yang ikut dalam bai’at dalam rangka mendukung dakwah nabi Muhammad. Tidak ditemukannya penilaian tentang shahabat dikarenakan shahabat dinilai sebagai seorang yang tidak perlu ditanyakan tentang kualitas ke-’âdil-annya.
Berikut ini tabel tentang penilaian yang diberikan kepada periwayat di atas

Kritikus
Al-Thabarâniy
Mûsâ ibn Hârûn
Ishâq ibn Râhawaih
Al-Nadhar ibn Syumail
Syaddâd ibn Sa’îd
Yazîd ibn ‘Abd Allâh
Ma’qil ibn Yasâr
Abû ‘Abd Allâh ibn Mundah
al-huffâz






Ahmad ibn Mansur al-Syirâziy
Tsiqah






Abû Bakr ibn Mardawaih
Layyin






Al-Shib’iy

al-Huffâz





‘Abd al-Ghaniy

ahsanu al-nâs kalâman fî al-hadîts





Abû Bakr al-Khathîb

tsiqah hâfiz





Al-Zahabiy


tsiqah hujjah




Al-Nasâiy


tsiqah ma’mûn
tsiqah
tsiqah
tsiqah

Abû Zur’ah


ahfazh




Abû al-Hajjâj


ikhtalatha




Ahmad ibn Hanbal


mitslu Ishâq yus’al ‘anhu

syaikh tsiqah


Abû Hâtim



tsiqah shahîb al-sunnah



Yahyâ ibn Ma’in



tsiqah
tsiqah


‘Aliy al-Madîniy



tsiqah



Abû Khaitsamah




Tsiqah


Ibn Hibbân




Tsiqah
tsiqah

‘Abd al-Shamad ibn ‘Abd al-Wârits




dha’îf


Kesimpulan penilaian
‘âdil dan dhâbit
‘âdil dan dhâbit
‘âdil dan dhâbit
‘âdil dan dhâbit
‘âdil dan dhâbit
‘âdil dan dhâbit
‘âdil dan dhâbit

Tabel 2
Penilaian tentang ke-‘adâlah-an dan ke-dhabth-an periwayat
Demikianlah penilaian yang disampaikan oleh ulama kritikus hadis tentang ke-‘âdil-an dan ke-dhâbit-an para periwayat pada jalur sanad ini. Hanya ada tiga periwayat yang terjadi pertentangan penilaian, yaitu al-Thabarâniy, Ishâq ibn Râhawaih dan Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy. Selebihnya, dinilai tsiqah tanpa ada yang memberikan jarh bagi mereka. (tabel 2).
Mengomentari penilaian yang dikemukakan oleh para kritikus terhadap al-Thabarâniy, maka penulis menyimpulkan bahwa al-Thabarâniy ‘âdil lagi dhâbit dan riwayatnya dapat diterima. Penilaian hâfiz adalah penilaian keterpujian tingkatan pertama menurut Ibn al-Shalâh, al-Nawawiy dan al-Zahabiy. Penilaian tsiqah adalah penilaian keterpujian tingkatan pertama menurut standar Ibn Abî Hâtim al-Râziy, Ibn al-Shalâh, al-Nawawiy. Sedangkan penilaian layyin adalah tingkatan jarah paling rendah menurut para kritikus. Penilaian layyin ini diberikan khusus terkait penulisan nama [Ibn] Ibrâhîm [ibn] al-Barqiy. Dalam sanad yang diteliti ini tidak ada nama [Ibn] Ibrâhîm [ibn] al-Barqiy sebagai periwayat.
Terkait dengan adanya pertentangan penilaian terhadap Ishâq ibn Râhawaih, penulis menyimpulkannya—dalam sanad ini—dalam penilaian ta’dîl yang paling tinggi. Adanya pernyataan ulama yang mengatakan bahwa di penghujung usianya, tepatnya lima bulan sebelum meninggal, Ishâq ibn Râhawaih terkadang melakukan kesalahan dalam penyampaian riwayat. Penilaian tersalah itu hanya pada beberapa hadis dan hadis ini tidak termasuk ke dalamnya. Ketika kesalahan itu tidak sering terjadi, maka Ishâq ibn Râhawaih masih dapat dikatakan dhâbith. Sebaliknya, kritikus yang memberikan penilaian ta’dîl dinilai oleh ulama sebagai yang bukan mutasahhil. Bahkan, ungkapan ahfazh dan mitslu Ishâq yus’al ‘anhu berada pada tingkatan pertama menurut Ibn Hajar dan al-Suyûthi yang terkenal mutasyaddid.
Dalam hal Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy, penulis juga menyimpulkan Syaddâd ibn Sa’îd al-Râsibiy sebagai seorang yang tsiqah. Alasannya di samping jumlah kritikus yang memberikan penilaian ta’dîl lebih banyak dibanding dengan yang menilai dengan jarh, para kritikus yang bukan mutasahhil, seperti Ahmad ibn Hanbal dan Yahyâ ibn Ma’în, menilainya dengan syaikh tsiqah dan tsiqah.












BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari data-data dan informasi yang dikaji di atas disimpulkan bahwa sanad hadis ini memenuhi syarat ke-shahîh-an. Kesimpulan itu diperoleh setelah melihat terjadinya kebersambungan sanad berupa hubungan guru murid dan kesezamanan antara periwayat dan para periwayat yang ada semuanya dinilai ‘âdil dan dhâbith. Butir-butir kebersambungan sanad hadis ini adalah muttashil, marfu’, tidak mengandung syaz dan tidak ber-’illat. Sedangkan untuk menyimpulkan bahwa periwayat ini ‘âdil dan dhâbit adalah dari kesaksian dan penilaian ulama yang mengatakan mereka bersifat âdil dan dhâbith.
Dalam penelitian ini, penulis tidak meneliti syaz dan ‘illat pada sanad. Hal ini sebagai konsekuensi dari teori ke-shahîh-an yang digunakan. Menurut Muhammad Syuhudi Ismail, syaz dan ‘illat termasuk ke dalam kaedah minor dalam teori ke-shahîh-an sanad hadis. Ia bukan kaedah utama yang harus dipisah kajiannya. Tapi ia adalah kajian yang serta merta dalam mengkaji kebersambungan sanad dan mengkaji ke-dhabt-an periwayat. Jika kebersambungan sanad dan ke-dhâbith­-an benar-benar terjadi dan terbukti, maka hal itu sudah cukup mumpuni untuk mengatakan ia terhindar dari syaz dan ‘illat.
Demikianlah penelitian tentang hadis ini disampaikan. Kesimpulan yang penulis dapatkan adalah berdasarkan analisis dan pemahaman penulis dengan menggunakan standar dan kriteria ke-shahîh-an yang diakui.
Penelitian ini belum mengkaji ke-shahîh-an matan hadis ini. Artinya, jika hadis ini akan dijadikan hujah untuk beramal, maka perlu diteliti terlebih dahulu matannya. Sebab hadis yang sanadnya terbukti shahîh belum pasti matannya juga shahîh. Tapi setidaknya, penelitian sanad ini adalah langkah awal untuk meneliti hadis ini. Bagi yang tidak punya bekal untuk melakukan penelitian sendiri, setidaknya dengan membaca dan mengetahui penilaian terhadap sanad hadis ini dapat mengetahui status sanad hadis ini.
Bagi yang punya bekal dan keinginan untuk mengkaji hadis ini lebih lanjut, penulis menyarankan untuk meneliti aspek lain dari hadis ini yaitu meneliti matan hadis ini. Sehingga dengan diketahuinya status matan hadis ini akan jelas status hadis ini secara keseluruhan, baik sanad maupun matannya. Jika ditemukan ternyata matan hadis ini juga shahîh, maka hadis ini dapat dijadikan sebagai hujah dan dalil hukum untuk beramal. Tapi, jika matan hadis ini ditemukan tidak shahîh, maka hadis ini tidak dapat dijadikan hujah kendatipun sanadnya shahîh.
Wa Allâh a’lam bi al-shawâb.
B.     KRITIK DAN SARAN
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penelitian hadis ini banyak kekurangan, minimnya ilmu yang dimiliki penulis dan keterbatasan waktu, untuk itu penulis meminta kepada pembaca kritik dan saran supaya penelitian yang akan datang lebih baik dari pada sekarang.
Untuk peneliti berikutnya, penulis menyarankan agar meneliti seluruh jalur sanad terutama yang belum diteliti dalam penelitian pratikum hadis ini. Agar dapat dilakukan dengan lebih kritis dan mendalam.



















DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Bandâriy, ‘Abd al-Ghaffâr Sulaimân dan Sayyid Kasruddiy Hasan, Mausû’ah Rijâl al-Kutub al-Tis’ah, Bairût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993
Al-Haitsamiy, Al-Hafidz Nûr al-Dîn ‘Aliy ibn Abî Bakr, Majma’ al-Zawâid wa Manba’al-Fawâid, Bairût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988, juz ke-4,
Al-Mizzî, al-Hafîzh  Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf, Tahzîb al-Kamâl fi Asmâ’ al-Rijâl, Bairût: Dâr al-Fikr, 1994
Al-Mundziriy, Zakiy al-Dîn ‘Abd al-‘Azhîm ibn ‘Abd al-Quwâ, al-Targhîb wa al-Tarhîb min al-Hadîts al-Syarîf, al-Qâhirah: Dâr al-Hadîts, 1989, juz ke-3
Al-Thabarâniy, Sulaimân ibn Ahmad ibn Ayyûb Abû al-Qâsim, al-Mu’jam al-Kabîr, di-tahqiq oleh Hamdiy ibn ‘Abd al-Majîd al-Salafiy, al-Mûsul: Maktabah al-‘Ulûm wa al-Hikam, 1983
Al-Zahabiy, Syams al-Dîn Muhammad ibn Ahmad ibn ‘Utsmân,  Mîzân al-I’tidâl fî Naqd al-Rijâl, di-tahqîq oleh ’Ali Muhammad al-Bajâwiy, Bairût: Dâr al-Fikr, t.th
-------, Siyar A’lâm al-Nubalâ’, Bairût: Mu’assasah al-Risâlah, 1993, cet. ke- 9
Ibn Abî Hâtim al-Râziy, Abû Muhammad ‘Abd al-Rahmân Muhammad ibn Idrîs ibn al-Munzir al-Tamîmiy al-Hanzhaliy, Kitâb al-Jarh wa al-Ta’dîl, al-Hind: Mathba’ah Majlis Dâirah al-Ma’ârif al-‘Utsmaniyyah, 1952, cet. ke-1
Ibn Hajar al-‘Asqalâniy, al-Hâfiz Syihâb al-Dîn Ahmad ibn ‘Aliy, di-tahqîq dan di-ta’lîq oleh ‘Âdil Ahmad ‘Abd al-Maujûd, ‘Aliy Muhammad Mu’awwad dan ‘Abd al-Fattâh Abû Sinnah, Lisân al-Mizân, Bairût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996
Ismail, M. Syuhudi, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 1995, cet. ke-2
Kahhâl, Umar Ridhâ Mu’jam al-Muallifîn Tarâjim Mushannifî al-Kutub al-‘Arabiyyah, Bairût: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabiy, t.th




[1]‘Abd al-Rahmân ibn Abî Bakr al-Suyûthiy, al-Jâmi’ al-Shaghîr fî Ahâdîts al-Basyîr al-Nadzîr, (Bairût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th), juz ke-1, h. 442
[2]Abû Hâjar Muhammad al-Sa’îd ibn Basyûniy Zaghlûl, Mausû’ah Athrâf al-Hadîts al-Nabawiy al-Syarîf, (Bairût: ‘Âlam al-Turâts, 1989), cet. ke-1, jilid ke-6, h. 555
[3]Sulaimân Ibn Ahmad Ibn Ayyûb Abû al-Qâsim al-Thabarâniy, (Selanjutnya ditulis al-Thabarâniy),  al-Mu’jam al-Kabîr, di-tahqîq oleh Hamdiy ibn ‘Abd al-Majîd al-Salafiy, (al-Mûsul: Maktabah al-‘Ulûm Wa al-Hikam, 1983), juz ke-20, h. 211, hadis nomor 486
[4]Sebagai contoh misalkan informasi yang diberikan oleh al-Hafidz Nûr al-Dîn ‘Aliy ibn Abî Bakr al-Haitsamiy
عن معقل بن يسار قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :لأن يطعن في رأس أحدكم  بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له. رواه الطبرنى ورجاله رجال الصحيح
Al-Hafidz Nûr al-Dîn ‘Aliy ibn Abî Bakr al-Haitsamiy, Majma’ al-Zawâid wa Manba’al-Fawâid, (Bairût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988), juz ke-4, h. 326
[5]Zakiy al-Dîn ‘Abd al-‘Azhîm ibn ‘Abd al-Quwâ al-Mundziriy, al-Targhîb wa al-Tarhîb min al-Hadîts al-Syarîf, (al-Qâhirah: Dâr al-Hadits, 1989), juz ke-3, h. 39, hadis nomor 16. Berikut ini hadis serta informasi tambahan dari kitab ini.
و عن معقل بن يسار رضي الله عنه قال:  قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :لأن يطعن في رأس أحدكم  بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له. رواه الطبرنى و البيهقى,  ورجال الطبرنى ثقات  رجال الصحيح
[6]Al-Thabarâniy, op. cit., h. 212, hadis nomor 487
[7]Ibid, hadis nomor 486
 - 486حدثنا موسى بن هارون ثنا إسحاق بن راهويه أنا النضر بن شميل ثنا شداد بن سعيد الراسبي قال سمعت يزيد بن عبد الله بن الشخير يقول سمعت معقل بن يسار يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :لأن يطعن في رأس أحدكم  بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له
[8]Ibid, hadis nomor  487
- 487حدثنا عبدان بن أحمد ثنا نصر بن علي قال أنا أبي ثنا شداد بن سعيد عن أبي العلاء حدثني معقل بن يسار قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لأن يطعن في رأس رجل بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له
[9]M. Syuhudi Ismail, (selanjutnya ditulis Syuhudi), Kaedah Keshahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), cet. ke-2, h. 150
[10]Syams al-Dîn Muhammad ibn Ahmad ibn ‘Utsmân al-Zahabiy (selanjutnya ditulis al-Zahabiy), Siyar A’lâm al-Nubalâ’, (selanjutnya ditulis Siyar), (Bairût: Mu’assasah al-Risâlah, 1993), cet. ke- 9, juz ke- 11, h. 119
[11]Al-Zahabiy, Siyar, Op. Cit, h. 128
[12]‘Umar Ridhâ Kahhâl, Mu’jam al-Muallifîn Tarâjim Mushannifî al-Kutub al-‘Arabiyyah, (Bairût: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabiy, t.th), juz ke-13, h. 49
[13]‘Abd al-Ghaffâr Sulaimân al-Bandâriy dan Sayyid Kasruddiy Hasan (selanjutnya ditulis al-Bandâriy), Mausû’ah Rijâl al-Kutub al-Tis’ah, (Bairût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), juz ke-4, h. 70
[14]‘Umar Ridhâ Kahhâl, Loc. Cit, al-Zahabiy, Siyar. Op. cit., juz ke-12, h. 116; al-Bandâriy, op. cit., h. 70
[15] Al-Zahabiy, Siyar, Op. Cit, h. 117
[16]Ibid.,  juz ke-11, h. 358-359
[17]Al-Bandâriy, Op. Cit, juz ke-1, h. 92
[18]Al-Zahabiy, Siyar, Op. Cit, h. 359; al-Zahabiy, Mîzân al-I’tidâl fî Naqd al-Rijâl, (selanjutnya ditulis Mîzân), (di-tahqîq oleh ’Ali Muhammad al-Bajâwiy), bagian ke-1, (Bairût: Dâr al-Fikr, t.th.), h. 183; al-Bandâriy, Op. Cit, h. 92
[19]Al-Zahabiy, Siyar, Op. Cit, h 359-360
[20]Al-Hafîzh  Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (selanjutnya ditulis Yûsuf al-Mizzî), Tahzîb al-Kamâl fi Asmâ’ al-Rijâl, (Bairût: Dâr al-Fikr, 1994), juz ke-19, h. 81; al-Zahabiy, Siyar,  juz ke-9, h. 328; Abû Muhammad ‘Abd al-Rahmân ibn Abî Hâtim Muhammad ibn Idrîs ibn al-Munzir al-Tamîmiy al-Hanzhaliy al-Râziy (selanjutnya ditulis dengan ‘Abd al-Rahmân ibn Abî Hâtim), Kitâb al-Jarh wa al-Ta’dîl, (India: Mathba’ah Majlis Dâirah al-Ma’ârif al-‘Utsmaniyyah, 1952), juz ke-8, cet. ke-1, h. 477
[21] Al-Zahabiy, Siyar,  juz ke-9, Op. Cit, h. 328 dan 331; Yûsuf al-Mizzî, Op. Cit, h. 83; al-Bandâriy, Op. Cit, juz ke-4, h. 99
[22] Al-Zahabiy, Siyar,  juz ke-9, Op. Cit, h. 329; Yûsuf al-Mizzî, Op. Cit, h. 81
[23] Yûsuf al-Mizzî, Op. Cit, juz ke-8,  h. 81; ‘Abd al-Rahmân al-Tamîmiy, Op. Cit, juz ke-4, h. 330; al-Bandâriy, Op. Cit, juz ke-2, h. 99
[24] Yûsuf al-Mizzî, Op. Cit, juz ke-20,  h. 326
[25] Al-Bandâriy, Op. Cit, juz ke-4, h. 256
[26] Yûsuf al-Mizzî, Op. Cit, juz ke-18, h. 256
[27] Al-Bandâriy, Op. Cit, juz ke-4, h. 16-17
[28] Yûsuf al-Mizzî, loc. cit
[29] Al-Zahabiy, Siyar, op. cit., juz ke-4, h. 494
[30] Al-Zahabiy, Siyar, Op. Cit., juz ke-16, h. 125-127; al-Hâfiz Syihâb al-Dîn Ahmad ibn ‘Aliy ibn Hajar al-‘Asqalâniy (selanjutnya ditulis Ibn Hajar), (di-tahqîq dan di-ta’lîq oleh ‘Âdil Ahmad ‘Abd al-Maujûd, ‘Aliy Muhammad Mu’awwad dan ‘Abd al-Fattâh Abû Sinnah), Lisân al-Mizân, juz ke-3, (Bairût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996), h. 86-87; al-Zahabiy, Mîzân, op. cit., bagian ke-2, h. 195
[31]Al-Zahabiy, Siyar, Op. Cit, juz ke-12, h. 117
[32]Al-Zahabiy, Mîzân, Op. Cit, bagian ke-1, h. 183
[33]Ibid,  ‘Abd al-Rahmân ibn Abî Hâtim, Op. Cit, jilid ke-3, h. 209-210
[34]Al-Zahabiy, Siyar, Op. Cit, juz ke-9, h. 329; ‘Abd al-Rahmân ibn Abî Hâtim, op. cit., jilid ke-4, h. 477, Ibn Hajar, Op. Cit, juz ke-9, h. 452; Yûsuf al-Mizzî, Op. Cit, juz ke-19, h. 82
[35]Ibid, h. 83
[36]‘Abd al-Rahmân ibn Abî Hâtim, Op. Cit, jilid ke-4, h. 330; Yûsuf al-Mizzî, op. cit., juz ke-8, h. 293
[37]Ibid
[38]Ibid, h. juz ke-20, h. 337

0 komentar:

Posting Komentar