Minggu, 02 Juni 2013

KEBUTUHAN DAN PANDUAN BANTUAN HUKUM


NAMA                       : HANDAYANI
BP                               : 310.006
FAK/JUR                  : SYARI’AH/PMH
MATA KULIAH      : BANTUAN HUKUM
DOSEN                      : NENI VESNA MADJID. SH.MH

KEBUTUHAN DAN PANDUAN BANTUAN HUKUM

A.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perumusan Kebutuhan
Masalah untuk menentukan apakah ada kebutuhan akan Bantuan Hukum  atau tidak sama dengan pertanyaan yang dihadapi pada kriminologi yaitu:
Seberapa besarkah kriminalitas yang ada dalam suatu masyarakat?
Di dalam kriminologi diadakan pembedaan antara kriminalitas yang diregtiscresikan dengan kriminalitas yang dilaporkan sendiri. Hal mana menghasilkan berbagai pandangan baru. Secara enalogis hal ini diterapkan pada Bantuan Hukum dengan jalan membedakan antara kebutuhan akan Bantuan Hukum yang diregistrasikan dengan dilaporkan sendiri.
Misalnya:
Dengan menelaah data statistik yang ada pada lembaga-lembaga pemberi Bantuan Hukum.
Walaupun demikian, walaupun masih ada masalah yang menyangkut demikian yang kemungkinan adanya Dark Number. Itu peristiwa-peristiwa yang tidak tercatak/tidak dilaporkan.
Dan Dark number tersebut terungkapkan secara jelas maka kemungkinan besar masalah besar akan Bantuan Hukum akan dapat dirumuskan akan tetapi kalaupun dicarikan perumusannya maka akan dapat ditemukan berbagai perumusan karena kebutuhan akan Bantuan Hukum. Bersegi majemuk.
B.     Cara-Cara Mengukur Adanya Kebutuhan
Sebagaimana dijelaskan di muka, kebutuhan bukan hanya terbatas pada bantuan hukum, akan tetapi menyangkut jelas masalah-masalah hidup lainnya.
Misalnya:
1.      Kebutuhan akan perawatan
2.      Kebutuhan akan kesehatan
3.      Kebutuhan akan pendidikan
4.      Kebutuhan akan rekreasi
Kalau kebutuhan – kebutuhan manusia tidak tercapai atau hanya setengah tercapai maka akan terjadi kekecewaan. Apabila toleransi terhadap kekecewaan tersebut cukup serasi maka ada kecenderungan tidak akan terjadi hal-hal yang negatif selanjutnya SARLITO mengatakan “Kalau pada suatu saat terjadi dua kebutuhan sekaligus yang sama maka akan timbul keadaan dalam diri orang yang bersangkutan dinamakan konflik”.
Konflik tersebut dapat bersifat mendekat – mendekat, menjauh – menjauh atau mendekat menjauh.
Konflik mendekat-mendekat terjadi apabila seseorang dihadapkan pada pemilihan yang sama kuat, nilai positifnya pada konflik menjauh-menjauh pilihan melibatkan hal-hal yang sama nilai negatifnya. Selanjutnya ada kemungkinan bahwa pemilihan berkisar pada hal-hal yang mengandung nilai-nilai positif dan negatif. Kiranya jelas bahwa secara psikologis kebutuhan akan bantuan hukum senantiasa harus dikaitkan dengan hal-hal tersebut diatas. Yang tidak kalah pentingnya adalah akibat-akibat yang harus diperhitungkan apabila kebutuhan itu tidak terpebuhi, oleh karena maka di dalam menentukan ada atau tidak adanya kebutuhan tersebut timbul masalah-masalah umpamanya:
1.      Apakah kebutuhan itu
2.      Apakah kebutuhan tersebut menyangkut ukuran pribadi atau umum
3.      Bagaimanakah perwujudan daripada kebutuhan menurut ukuran umum
4.      Apakah terdapat perbedaan antara kebutuhan laten dan manifes.
Ternyata bahwa masalah kebutuhan (akan bantuan hukum) bukanlah pengertian yang sepenuhnya bersifat netral.
Suatu kebutuhan dapat menyangkut keharusan dan harapan kadang-kadang ada kebutuhan dapat yang sudah diformulasikan terlebih dahulu dan ada yang belum, senantiasa dibedakan antara kebutuhan-kebutuhan klem dan manifestasi. Kebutuhan laten adalah kebutuhan sesungguhnya yang dinamakan demikian sedangkan kebutuhan-kebutuhan manifest merupakan kebutuhan. Kebutuhan yang tampak dengan mistes. Pada suatu test tertentu. Hervey menyadari akan kesulitan ini yang disebut timbul sehingga dia mengemukakan beberapa cara untuk mengukur adanya kebutuhan tersebut.
Caranya adalah sebagai berikut:
1.      Mekanisme pasaran melalui permintaan dan penawaran
2.      Menanyakan kepada organ-organ yang mempunyai kebutuhan misalnya dengan mengadakan suatu survey
3.      Menafsirkan statistik
4.      Menanyakan kepada mereka yang ahli
Kelemahan tersebut muncul oleh karena kebutuhan akan bantuan hukum. Diukur semata-mata atas dasar frekuensi datangnya warga masyarakat untuk meminta bantuan hukum sudah dapat  diduga bahwa para pemberi bantuan hukum dalam hal ini para akan mempertimbangkan dengan sekarang lancar Bantuan Hukum konarsial dengan eurisil. Sehingga kurang menggambarkan benda yang sebenarnya dalam kebutuhan akan Bantuan Hukum.
Hal itu disebabkan oleh karena akan timbul pendapat bahwa apabila masyarakat tidak datang untuk meminta bantuan hukum maka dengan sendirinya tidak ada kebutuhan akan Bantuan Hukum. Kurang ada bahwa keadaannya tidaklah selalu dengan demikian.
Suatu penelitian atau perencanaan penelitian survey akan dapat mengatasi kelemahan ini yang ditentukan pada mekanisme pesanan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan akan Bantuan Hukum akan diungkapkan secara merata. Akan tetapi ada pula bahayanya. Yaitu bahwa kebutuhan akan Bantuan Hukum terlalu dibesar-besarkan oleh pendiri. Walaupun demikian penelitian tersebut mempunyai arti penting.
Walaupun demikian penelitian tersebut mempunyai arti penting karena:
1.      Untuk mengidentifikasi secara ilmiah permasalahan-permasalahan serta sasaran utama strategis pemerataan khusus pemerataan kesempatan untuk memperoleh keadilan.
2.      Sebagai bagian dari upaya pengembangan pengetahuan mengenai sejak kemiskinan di Indonesia.
C.    Jaminan Hukum Bagi Bantuan Hukum
Di dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28D ayat (1) menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Ini merupakan pijakan dasar dan perintah konstitusi untuk menjamin setiap warga Negara, termasuk orang yang tidak mampu, untuk mendapatkan akses terhadap keadilan agar hak-hak mereka atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dapat diwujudkan dengan baik. Posisi dan kedudukan seseorang didepan hokum (the equality of law) ini, menjadi sangat penting dalam mewujudkan tatanan system hokum serta rasa keadilan masyarakat kita.
Pada bagian lain, jaminan atas akses bantuan hokum juga disebutkan secara eksplisit pada Pasal 28G ayat (1), yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Hal tersebut semakin dikuatkan pada Pasal 28H ayat (2), yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Secara substantive, hal tersebut di atas, dapat kita maknai bahwa jaminan akses keadilan melalui bantuan hokum, adalah perintah tegas dalam konstitusi kita. Dan bantuan hokum yang dipandang sebagai salah satu hak asasi atau dasar setiap orang, tentu harus diberikan secara Cuma-Cuma, seperti halnya dengan hak untuk hidup, hak untuk bekerja, hak untuk memperoleh kesehatan, hak untuk berpendat dan berpikir.
D.    Bagaimana Mempersiapkan Perkara atau Menghadapi Perkara
1.      Tempat Memperoleh Informasi
Masyarakat tidak mampu yang menghadapi perkara di Pengadilan, dalam rangka kepentingan dan pembelaan hak-hak hukumnya, dapat meminta keterangan (informasi) dari instansi-instansi setempat misalnya:
a.       Pengadilan Negeri / Tinggi;
b.      Kejaksanaan Negeri / Tinggi;
c.       Lembaga Bantuan Hukum.


2.      Cara Memperoleh Bantuan Hukum
Untuk mendapatkan bantuan hukum yang disediakan oleh Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, masyarakat wajib mempersiapkan:
a.       Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kepala Desa/Lurah setempat; atau\
b.      Surat Pernyataan Tidak Mampu dari Pemohon dan dibenarkan oleh Pengadilan Negeri setempat; atau
c.       Surat Pernyataan Tidak Mampu dari Pemohon dan dibenarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum setempat.
E.     Bagaimana Mendapatkan Bantuan Hukum
Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Pasal 1 (1) dinyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang menghadapi masalah hukum. Sedangkan dalam SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, Pasal 27 dinyatakan bahwa yang berhak mendapatkan jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bantuan hukum tersebut meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum, yang bertujuan untuk:
  1. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan.
  2. Mewujudkan hak konstitusional semuaa warga Negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan didalam hukum.
  3. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Indonesia.
  4. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 25 SEMA No 10 Tahun 2010 menyatakan bahwa jasa Bantuan Hukum yang dapat diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi, konsultasi, dan nasihat serta penyediaan Advokat pendamping secara cuma-cuma untuk membela kepentingan Tersangka/Terdakwa dalam hal Terdakwa tidak mampu membiayai sendiri penasihat hukumnya.
Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum
  1. Penerima Bantuan Hukum berhak :
    1. Mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa.
    2. Mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan hukum dan/atau Kode Etik Advokat.
    3. Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Penerima Bantuan Hukum wajib :
    1. Menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum.
    2. Membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.







                                                                                                          

2 komentar:

  1. terima kasih kak, salam kenal... saya andrean syahputra BP 13 jurusan AS, artikel ini sangat bermanfaat sekali dan membantu saya, kebetulan ini mata kuliah yang sama, dengan dosen yang sama, serta tugas yang juga persis sama termasuk keseluruhan sub bahasan-nya. semoga dapat bermanfaat juga buat teman-teman yang lain.... sekali lagi terima kasih kak..

    BalasHapus
  2. Terimakasih banyak Buk...
    Blok ini bisa dijadikan salah satu referensi dalam mengerjakan tugas ananda.

    Sangat Bermanfaat

    BalasHapus