HAK-HAK
PENGUASAAN ATAS TANAH
MAKALAH
HUKUM AGRARIA
“Dipresentasikan Dalam Diskusi Lokal PMH Semester V Pada Mata
Kuliah Hukum Agraria”
Oleh:
HANDAYANI : 310.006
LILI SUSANA : 311.247
Dosen Pembimbing:
RIDHA MULYANI, SH., MH
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM (PMH)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IAIN IMAM BONJOL PADANG
1434 H / 2013 M
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dengan mulai berlakunya UUPA (Undang-undang
Pokok Agraria) terjadi perubahan fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia,
terutama hukum dibidang pertanahan, yang sering kita sebut sebagi Hukum
Pertanahan yang dikalangan pemerintahan dan umum juga dikenal sebagai Hukum
Agraria.
UUPA bukan hanya memuat ketentuan-ketentuan
mengenai perombakan hukum agraria. sesuai dengan namanya Peraturan dasar
pokok-pokok Agraria, UUPA memuat juga lain-lain pokok persoalan agrarian serta
penyelesaiannya.
Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah
permukaan bumi dan tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.
permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut tanah. Tanah yang
dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya
mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut
hak-hak penguasaan atas tanah.
Dan melalui makalah ini kami akan membahas
lebih lanjut mengenai Hak Penguasaan atas Tanah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari penguasaan dan menguasai?
2.
Bagaimana Pengaturan hak penguasaan atas tanah?
BAB II
PEMBAHASAN
HAK PENGUASAAN ATAS TANAH
A. Pengertian Penguasaan dan Menguasai
Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat
dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Dan juga beraspek perdata
dan beraspek publik.[1]
Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang
dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak
untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah
mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan
kepada pihak lain.
Ada penguasaan yuridis, biarpun memberi
kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya
penguasaan fisik dilakukan oleh pihak lain. Misalnya, seseorang memiliki tanah
tidak mempergunakan tanahnya sendiri melainkan disewakan kepada pihak lain,
dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah, akan
tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara
yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan
secara fisik. Misalnya, kreditor (bank) memegang jaminan atas tanah mempunyai
hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi
secara fisik penguasaan tanahnya tetap ada pada pemegang hak atas tanah.
Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah ini dipakai dalam aspek privat,
sedangkan penguasaan yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan atas
tanah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
dan Pasal 2 UUPA.[2]
Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang,
kewajiban, dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu
mengenai tanh yang di hakinya. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk
diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau
tolak ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam
Hukum Tanah.
B. Pengaturan Hak Penguasaan Atas Tanah
Dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan
mengenai berbagai hak penguasaan atas tanah. Dalam UUPA misalnya diatur
dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau hierarki hak-hak penguasaan atas
tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, Yaitu:
1.
Hak Bangsa Indonesia atas Tanah
Hak ini
merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah
yang ada dalam wilayah Negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan
menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah. pengaturan ini
termuat dalam Pasal 1 ayat (1)-(3) UUPA.
Hak Bangsa
Indonesia atas tanah mempunyai sifat komunalistik, artinya semua tanah yang ada
dalam wilayah NKRI merupakan tanah bersama rakyat Indonesia, yang telah bersatu
sebagai Bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA). selain itu juga mempunyai
sifat religius, artinya seluruh tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan
karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 ayat (2) UUPA). Hubungan antara Bangsa
Indonesia dengan tanah bersifat abadi, atinya selama rakyat Indonesia masih
bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan selama tanah tersebut masih ada pula,
dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat
memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut (Pasal 1 ayat (3).
- Hak menguasai dari Negara atas Tanah
Hak ini
bersumber pada hak bangsa Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan
penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung hukum publik.
Tugas mengelola seluruh tanah bersama ini dikuasakan sepenuhnya kepada NKRI
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1) UUPA).
Isi wewenang
hak menguasai dari Negara Atas Tanah sebagai mana dimuat di dalam Pasal 2 ayat
(2) UUPA adalah:
a.
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah.
b.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan tanah.
c.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah.
- Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat
Hak ini diatur
dalam Pasal 3 UUPA. Yang dimaksud hak ulayat masyarakat hukum adat adalah
serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang
berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.
Menurut Boedi
Harsono, Hak ulayat masyarakat hukum adat dinyatakan masih apabila memenuhi 3
unsur, yaitu:
a.
Masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga
suatu persekutuan hukum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum
adat.
b.
Masih adanya wilayah yang merupakan ulayat
masyarakat hukum adat tersebut, yang disadari sebagai kepunyaan bersama para
warganya.
c.
Masih ada penguasa adat yang pada kenyataannya
dan diakui oleh para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, melakukan
kegiatan sehari-hari sebagai pelaksana hak ulayat.
- Hak-hak atas Tanah
Macam-macam hak
atas tanah dimuat dalam pasal 16 Jo 53 UUPA, yang dikelompokkkan menjadi 3
bidang, yaitu:
a.
Hak atas tanah yang bersifat tetap
Hak-hak
atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut
dengan undang-undang yang baru. Contoh: HM. HGU, HGB, HP, Hak Sewa untuk
Bangunan dan Hak Memungut Hasil Hutan.
b.
Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan
undang-undang
Hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
Hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
c.
Hak atas tanah yang bersifat sementara
Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam
waktu yang singkat akan dihapus dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan,
feodal dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Contoh: Hak Gadai,, Hak Usaha Bagi
Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
a)
Hak atas tanah yang bersifat primer
Yaitu hak atas tanah yang bersala dari tanah
negara. Contoh: HM, HGU, HGB Atas Tanah Negara, HP Atas Tanah Negara.
b)
Hak atas tanah yang bersifat sekunder.
Hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak
lain. Contoh: HGB Atas Tanah Hak Pengelolaan, HGB Atas Tanah Hak Milik, HP Atas
Tanah Hak Pengelolaan, HP Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk Bangunan, Hak
Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Hak ini termasuk salah satu hak-hak perseorang
atas tanah. Hak-hak perseorang atas tanah adalah hak yang memberi wewenang
kepada pemegang haknya (perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama,
badan hukum) untuk memakai, dala arti menguasai, menggunakan dan atau mengambil
manfaat dari bidang tanah tertentu. Dasar hukumnya adalah Pasal 4 ayat (1)
UUPA.
Hak perseorangan atas tanah berupa hak atas
tanah ( Pasal 16 dan 53 UUPA), wakaf tanah hak milik (Pasal 49 ayat (3) UUPA),
hak tanggungan atau hak jaminan atas tanah (Pasal 25, 33, 39 dan 51 UUPA) dan
hak milik atas satuan rumah susun (Pasal 4 ayat (1) UUPA).
Meskipun bermacam-macam, tetapi hak penguasaan
atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi
pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. sesuatu yang
boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan
itulah yang menjadi kriterium atau tolak ukur pembeda diantara hak-hak
penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.[3]
1)
Hak –hak atas tanah.
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang
kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau mengambil mamfaat dari
tanah yang dihakinya (lihat pasal 16 dan 53 UUPA Jo. PP No 40/1996 tentang HGU,
HGB dan Hak Pakai atas Tanah).
2). Wakaf tanah Hak Milik.
Wakaf tanah hak milik adalah hak penguasaan
atas tanah bekas tanah hak milik, yang oleh pemiliknya dipisahkan dari harta
kekayaannya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan
peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam (lihat pasal
49 ayat (3) UUPA Jo. PP No.28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik Jo.
Permendagri No. 6/1977 tentang Tata cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan
Tanah Milik).
3). Hak Tanggungan.
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang
dibebankan kepada hak atas tanah termasuk atau tidak termasuk benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.
Hak Tanggungan dapat dibebankan kepada Hak
Milik, HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah Negara (lihat pasal 25, 33, 39 dan 51
UUPA Jo. UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda
yang berkaitan dengan Tanah)
4). Hak Milik
atas satuan rumah susun.
Hak Milik Atas Satuan Tumah susun yaitu hak
atas tanah yang diberikan kepada sekelompok orang secara bersama dengan orang
lain. Pada Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, bidang tanah yang di atasnya
berdiri rumah susun, hak atas tanahnya dimiliki atau dikuasai secara
bersama-sama oleh seluruh pemilik satuan rumah susun. Hak atas tanah yang dapat
dimiliki atau dikuasai oleh seluruh satuan rumah susun dapat berupa Hak Milik,
HGB atau Hak Pakai atas tanah Negara (lihat pasal 4 ayat (1) UUPA Jo. UU No.
16/1985 tentang Rumah Susun)
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam
arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik.
Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang
dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak
untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah
mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan
kepada pihak lain.
Dalam UUPA diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau
hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, Yaitu:
1.
Hak
Bangsa Indonesia atas tanah
2.
Hak
menguasai dari Negara atas tanah
3.
Hak
ulayat masyarakat hukum dapat
4.
Hak
perorangan atas tanah meliputi: hak-ha2 atas tanah, wakaf tanah hak milik, dan hak tanggungan.
B. KRITIK DAN
SARAN
Kami dari penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan referensi, waktu dan minimnya ilmu yang
penulis miliki. Maka
kepada peserta diskusi lokal PMH dan dosen memberikan kritikan dan saran yang
bersifat membangun, demi kelancaran dan kebaikan penulis yang akan datang
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, Boedi, 2008. Hukum Agraria Indonesia,
Jakarta: Djambatan.
Santoso, Urip, Hukum
Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Jakarta: Prenada Media Group.
Undang-Undang
Pokok Agraria No. 5 tahun 1960
hak-hak penguasaan atas tanah