BENTUK-BENTUK
FATWA YANG DIUNGKAPKAN
JARINGAN
ISLAM LIBERAL (JIL)
MAKALAH
AL-FATWA
“Diseminarkan
dalam Diskusi Lokal PMH Semester VII pada Mata Kuliah AL-FATWA”
Oleh
HANDAYANI
310.006
Dosen Pembimbing:
YAN FAJRI, S.HI., MA
PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM (PMH)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGEERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1434 H / 2013 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Jaringan Islam
Liberal (JIL) adalah sebuah pemikiran yang sifatnya liberal, yang menurut
mereka tidak terpaku dengan teks-teks Agama (Al Quran dan Hadis), tetapi lebih
terikat dengan nilai-nilai yang terkandung dalam teks-teks tersebut. Dalam
implementasinya pemikiran ini dapat disebut meninggalkan teks sama sekali, dan
hanya menggunakan rasio dan selera belaka.
Ditinjau dari
sudut kebahasaan. penggandengan antara kata “Islam” dan “Liberal” itu tidak
tepat. Sebab Islam itu artinya tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah,
sedangkan liberal artinya bebas dalam pengertian tidak harus tunduk kepada
ajaran Agama (al-Qur’an dan Hadis), Oleh karena itu, pemikiran liberal
sebenarnya lebih tepat disebut “Pemikiran Iblis” dari pada “Pemikiran Islam”,
karena makhluk pertama yang tidak taat kepada Allah adalah Iblis.
B.
Tujuan
Pembuatan Makalah
Makalah
ini penulis buat dengan tujuan untuk mengembangkan dan menambah pengetahuan dan
untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Al-Fatwa”. Dibimbing oleh Bapak Yan Fajri, S.HI., MA
C.
Batasan Makalah
Makalah
ini penulis batasi pembahasanya hanya tentang “Bentuk-Bentuk Fatwa Jaringan
Islam Liberal (JIL)”
a. Pengertian Jaringan Islam Liberal (JIL)
b. Sejarah Singkat Jaringan Islam Liberal
(JIL)
c. Tokoh-Tokoh dari Kalangan Jaringan Islam
Liberal (JIL)
d. Fatwa-Fatwa dari Kalangan Jaringan Islam
Liberal (JIL)
e. Pendapat MUI tentang Fatwa dari Kalangan
Jaringan Islam Liberal (JIL)
BAB II
PEMBAHASAN
BENTUK-BENTUK FATWA JARINGAN ISLAM LIBERAL
(J I L)
A. Pengertian Jaringan Islam Liberal (JIL)
Liberalisme ialah falsafah yang
meletakkan kebebasan individu sebagai nilai politik tertinggi. Seseorang yang
menerima faham liberalisme dipanggil seorang liberal. Walau bagaimanapun,
maksud perkataan liberal mungkin berubah mengikuti konteks sesuai negara
tertentu.
Perkataan liberal berasal dari pada
perkataan Latin liber yang bermaksud bebas atau bukan hamba. Sedang dalam kamus "oxford
Basic english Dictionary" liberal : a
person who is liberal lets other people do and think what they want (seseorang
yang liberal memberi kebebasan kepada orang lain untuk berbuat dan berfikir
sesuai dengan keinginan mereka).
Liberalisme, sekalipun bisa
diartikan macam-macam dalam berbagai bidang yang berbeda, memiliki pengertian
sendiri dalam teologi. Liberalisme teologi adalah salah satu pemikiran agama
yang menekankan penyelidikan agama yang berlandaskan norma di luar otoritas tradisi gereja.
Liberalisme adalah keinginan untuk dibebaskan dari paksaan kontrol dari luar
dan secara konsekwensi
bersangkutan dengan motivasi dari dalam diri manusia.[1]
B. Sejarah Singkat Jaringan Islam Liberal
(JIL)
Jaringan Islam Liberal adalah forum
intelektual terbuka yang mendiskusikan dan menyebarkan liberalisme Islam di
Indonesia. Forum ini bersekretariat di Teater Utan Kayu, Jalan Utan Kayu no. 68
H, Jakarta, sebidang tanah milik jurnalis dan intelektual senior Goenawan
Mohammad.
Menurut salah seorang pengajar
Universitas Para madina Mulya, Luthfi Assyaukanie, bahwa kemunculan istilah
Islam Liberal mulai dipopulerkan tahun 1950-an, yaitu oleh tokoh dan sumber
rujukan utama Jaringan Islam liberal, Nurcholish Majid. Meski Nurcholish
sendiri mengaku tidak pernah menggunakan istilah Islam liberal untuk
mengembangkan gagasan-gagasan pemeikiran islamnya, tapi ia tidak menentang
ide-ide Islam liberal.
Forum ini berawal dari komunitas diskusi beberapa intelektual muda muslim yang sudah berjejaring sebelumnya. Salah satu penggagasnya adalah jurnalis senior Goenawan Mohammad 2001. Forum ini berkembang menjadi forum mailing groups (milis) yang tergabung dalam islamliberal@yahoogroups.com, selain itu juga menyebarkan gagasanya lewat website www.islamlib.com .
Forum ini berawal dari komunitas diskusi beberapa intelektual muda muslim yang sudah berjejaring sebelumnya. Salah satu penggagasnya adalah jurnalis senior Goenawan Mohammad 2001. Forum ini berkembang menjadi forum mailing groups (milis) yang tergabung dalam islamliberal@yahoogroups.com, selain itu juga menyebarkan gagasanya lewat website www.islamlib.com .
Sejak Maret 2001 forum ini mulai
aktif sebagai Jaringan Islam Liberal, terutama dalam menyelenggarakan
diskusi-diskusi. Pada usia awalnya, perkembangan forum ini juga tak lepas dari
dukungan dan kontribusi beberapa intelektual di luar maupun dari dalam kalangan
JIL, seperti Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Ahmad
Sahal, Budhy Munawar-Rachman, Hamid Basyaib, Luthfi Assyaukanie, Rizal
Mallarangeng, Denny J. A., Ihsan Ali-Fauzi, A.E. Priyono, Samsurizal
Panggabean, Ulil Abshar Abdalla, Saiful Mujani, and Hadimulyo.
Gelora JIL banyak diprakarsai anak
muda, usia 20-35-an tahun. Mereka umumnya para mahasiswa, kolomnis, peneliti,
atau jurnalis. Tujuan utamanya: menyebarkan gagasan Islam liberal
seluas-luasnya. “Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi
kemasyarakatan, maupun partai politik,” tulis situs islamlib.com. Lebih jauh
tentang gagasan JIL lihat: Manifesto Jaringan Islam Liberal.
JIL mendaftar 28 kontributor
domestik dan luar negeri sebagai “juru kampanye” Islam liberal. Mulai
Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Jalaluddin
Rakhmat, Said Agiel Siradj, Azyumardi Azra, Masdar F. Mas’udi, sampai
Komaruddin Hidayat. Di antara kontributor mancanegaranya: Asghar Ali Engineer
(India), Abdullahi Ahmed an-Na’im (Sudan), Mohammed Arkoun (Prancis), dan
Abdallah Laroui (Maroko).
Jaringan ini menyediakan pentas
–berupa koran, radio, buku, dan
website bagi kontributor untuk mengungkapkan
pandangannya pada publik. Kegiatan pertamanya: diskusi maya (milis). Lalu sejak
25 Juni 2001, JIL mengisi rubrik Kajian Utan Kayu di Jawa Pos Minggu, yang juga
dimuat 40-an koran segrup. Isinya artikel dan wawancara seputar perspektif
Islam liberal.
Tiap Kamis sore, JIL menyiarkan
wawancara langsung dan diskusi interaktif dengan para kontributornya, lewat
radio 68 H dan 15 radio jaringannya. Tema
kajiannya berada dalam lingkup agama dan demokrasi. Misalnya jihad, penerapan
syariat Islam, tafsir kritis, keadilan gender, jilbab, atau negara sekuler.
Perspektif yang disampaikan berujung pada tesis bahwa Islam selaras dengan
demokrasi.
Dalam situs islamlib.com dinyatakan,
lahirnya JIL sebagai respons atas bangkitnya “ekstremisme” dan
“fundamentalisme” agama di Indonesia. Seperti munculnya kelompok militan Islam,
perusakan gereja, lahirnya sejumlah media penyuara aspirasi “Islam militan”,
serta penggunaan istilah “jihad” sebagai dalil kekerasan.[2]
C. Tujuan Didirikan Jaringan Islam Liberal
(JIL)
Tujuan Didirikan Jaringan Islam Liberal (JIL) Adalah suatu keniscayaan bahwa
didirikanya suatu kelompok pasti memiliki misi dan tujuan yang ingin di capai
oleh suatu kelompok tersebut. Begitu juga Kelompok/ Jaringan Islam Liberal, yang
mempunya pemahan kebebasan tanpa batas mempunya tujuan dan misi –misi tertentu
dibalik kebebasan tanpa batas yang mereka anut tersebut.
Kita lihat dalam tulisan-tulisan mereka akan kita temukan di antara misi dan tujuan mereka adalah
seperti berikut ini:
Salah satu tujuan utama Islam
Liberal adalah menyebarkan gagasan Islam Liberal seluas-luasnya kepada
masyarakat. Untuk itu mereka memilih bentuk jaringan, bukan organisasi
kemasyarakatan, maupun partai politik. JIL adalah wadah yang longgar untuk
siapapun yang memiliki aspirasi dan kepedulian terhadap gagasan Islam Liberal.
Di antara misi-misinya:
1.
Mengembangkan
penafsiran Islam yang liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka anut,
serta menyebarkannya kepada seluas mungkin khalayak.
2.
Mengusahakan
terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan konservatisme (kolot). mereka
meyakini, terbukanya ruang dialog akan memekarkan pemikiran dan gerakan Islam
yang sehat.
3.
Mengupayakan
terciptanya struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi.
Selain itu pula seorang kontributor JIL , Denny JA menambahkan lebih jauh tentang Islam Liberal ini. Dengan mengutip pendapat Wiliam Liddle (1995), bahwa kaum Islam Liberal bisa dikatakan pula sebagai islam substansialis. Di antara ciri kaum substansialis ini adalah:
Selain itu pula seorang kontributor JIL , Denny JA menambahkan lebih jauh tentang Islam Liberal ini. Dengan mengutip pendapat Wiliam Liddle (1995), bahwa kaum Islam Liberal bisa dikatakan pula sebagai islam substansialis. Di antara ciri kaum substansialis ini adalah:
a.
Mereka
percaya bahwa isi dan substansi ajaran agama islam jauh lebih penting dari pada
bentuk dan labelnya. Dengan menekankan substansi ajaran moral, sangat
memudahkan bagi mereka untuk mencari anggota sesama peganut agama dan kaum
moralis lain untuk membentuk aturan publik bersama.
b.
Mereka
percaya, walau Islam (Al-Quran)
itu bersifat universal dan abadi, namun ia tetap harus terus menerus di interpretasi
ulang untuk merespon zaman yang terus berubah dan berbeda.
c.
Mereka
percaya karena keterbatasan pikiran manusia, mustahil mereka mampu tahu
setepat-tepatnya kehendak tuhan. Kemungkinan salah menafsirkan kehendak Tuhan
harus terus hidup dalam pikiran mereka. Dengan sikap ini, mereka akan lebih
bertoleransi atas keberagaman interpretasi dan membuat dialog dengan pihak yang
berbeda.
d.
Mereka
menerima bahwa bentuk negara indonesia sekarang (yang bukan merupakan negara
islam). Dengan keyakinan ini, mereka tak akan berupaya mendirikan negara islam
yang menjadikan negara sebagai instrumen agama islam saja. Netralitas negara
terhadap pluralitas agama di indonesia akan sangat mudah diterima.[3]
D. Tokoh-Tokoh dari Kalangan Jaringan Islam
Liberal (JIL)
Daftar 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia
a. Para Pelopor
1. Abdul Mukti Ali
2. Ahmad Wahib
3. Harun Nasution
4. Munawir Sjadzali
|
5. Abdurrahman Wahid
6. Djohan Effendi
7. M. Dawam Raharjo
8. Nurcholish Madjid
|
b. Para Senior
9. Abdul Munir Mulkhan
10. Ahmad Syafi’i Ma’arif
11. Alwi Abdurrahman Shihab
12. Azyumardi Azra
13. Goenawan Mohammad
14. M. Amin Abdullah
15. M. Syafi’i Anwar
16. Zainun Kamal
|
17. Jalaluddin Rahmat
18. Kautsar Azhari Noer
19. Komaruddin Hidayat
20.
Masdar F. Mas’udi
21. Moeslim Abdurrahman
22. Nasaruddin Umar
23. Said Aqiel Siradj
|
c. Para Penerus “Perjuangan”
24. Abd A’la
25. Abdul Moqsith Ghazali
26. Ahmad Fuad Fanani
27. Ahmad Gaus AF
28. Ahmad Sahal
29. Bahtiar Effendy
30. Budhy Munawar-Rahman
31. Denny JA
32. Fathimah Usman
33. Hamid Basyaib
34. Husein Muhammad
35. Ihsan Ali Fauzi
36. M. Jadul Maula
37. M. Luthfie Assyaukanie
|
38. Muhammad Ali
39. Mun’im A. Sirry
40. Nong Darol Mahmada
41. Rizal Malarangeng
42. Saiful Mujani
43. Siti Musdah Mulia
44. Sukidi
45. Sumanto al-Qurthuby
46. Syamsu Rizal Panggabean
47. Taufik Adnan Amal
48. Ulil Abshar-Abdalla
49. Zuhairi Misrawi
50. Zuly Qodir[4]
|
E. Fatwa-Fatwa dari Kalangan Jaringan Islam
Liberal (JIL)
Di antara Fatwa kaum pendukung Islam liberal adalah
sebagai berikut (Hartono Ahmad Jaiz, 2005: 109-110):
1. Al-Quran adalah teks dan harus
dikaji dengan hermeneutika
2. Kitab-kitab tafsir klasik itu tidak
diperlukan lagi
3. Poligami harus dilarang
4. Mahar dalam perkawinan boleh dibayar
oleh suami atau isteri
5. Masa iddah juga harus dikenakan
kepada laki-laki, baik cerai hidup ataupun cerai mati
6. Pernikahan untuk jangka waktu
tertentu boleh hukumnya
7. Perkawinan dengan orang yang berbeda
agama dibolehkan kepada laki-laki atau perempuan muslim
8. Bagian warisan untuk anak laki-laki
dan anak perempuan sama 1:1
9. Anak di luar nikah yang diketahui
secara pasti ayah biologisnya tetap mendapatkan hak warisan dari ayahnya.[5]
10. Umat Islam tidak boleh memisahkan diri dari umat lain, sebab
munusia adalah keluarga universal yang memiliki kedudukan yang sederajat.
Karena itu larangan perkawinan antara wanita muslimah dengan pria non muslim
sudah tidak relevan lagi
11. Produk hukum Islam klasik (fiqh) yang membedakan antara
muslim dengan non muslim harus diamandemen berdasarkan prinsip kesederajatan
universal manusia.
12. Agama adalah urusan pribadi, sedangkan urusan Negara adalah murni
kesepakatan masyarakat secara demokratis.
13. Hukum Tuhan itu tidak ada. Hukum mencuri, zina, jual-beli, dan
pernikahan itu sepenuhnya diserahkan kepada umat Islam sendiri sebagai
penerjemahan nilai-nilai universal.
14. Muhammad adalah tokoh
histories yang harus dikaji secara kritis karena beliau adalah juga manusia
yang banyak memiliki kesalahan.
15. Kita tidak wajib meniru rasulllah secara harfiah. Rasulullah
berhasil menerjemahkan nilai-nilai Islam universal di Madinah secara
kontekstual. Maka kita harus dapat menerjemahkan nilai itu sesuai dengan
konteks yang ada dalam bentuk yang lain.
16.
Wahyu tidak
hanya berhenti pada zaman Nabi Muhammad saja (wahyu verbal memang telah selesai
dalam bentuk al-Qur’an). Tapi wahyu dalam bentuk temuan ahli fikir akan terus
berlanjut, sebab temuan akal juga merupakan wahyu karena akal adalah anugerah
Tuhan.
17.
Karena semua
temuan manusia adalah wahyu, maka umat Islam tidak perlu membuat garis pemisah
antara Islam dan Kristen, timur dan barat, dan seterusnya.
18.
Nilai islami
itu bisa terdapat di semua tempat, semua agama, dan semua suku bangsa. Maka
melihat Islam harus dilihat dari isinya bukan bentuknya.
19.
Agama adalah
baju, dan perbedaan agama sama dengan perbedaan baju. Maka sangat konyol orang
yang bertikai karena perbedaan baju (agama). semua agama mempunyai tujuan pokok
yang sama, yaitu penyerahan diri kepada Tuhan.
20.
Misi utama
Islam adalah penegakan keadilan. Umat Islam tidak perlu memperjuangkan jilbab,
memelihara jenggot, dan sebagainya.
21.
Memperjuangkan
tegaknya syariat Islam adalah wujud ketidakberdayaan umat Islam dalam
menyelesaikan masalah secara arasional. Mereka adalah pemalas yang tidak mau
berfikir.
22.
Orang yang
beranggapan bahwa semua masalah dapat diselesaikan dengan syariat adalah orang
kolot dan dogmatis
23.
Islam adalah
proses yang tidak pernah berhenti, yaitu untuk kebaikan manusia. Karena keadaan
umat manusia itu berkembang, maka Agama (Islam) juga harus berkembang dan
berproses demi kebaikan manusia. Kalau Islam itu diartikan sebagai paket sempurna
seperti zaman rasulullah, maka itu adalah fosil Islam yang sudah tidak berguna
lagi.[6]
Sejumlah pendapat yang pernah dikemukakan Ulil Abshar-Abdalla yang menjadi
pemikirannya yang sesat :
a.
“Semua agama sama. Semuanya
menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar.” (Gatra, 21
Desember 2002).
b.
Ulil tidak mengakui adanya hukum Tuhan, hingga syari’at mu’amalah (pergaulan antar manusia)
dia kampanyekan agar tidak usah diikuti, seperti syari’at jilbab, qishosh,
hudud, potong tangan bagi pencuri dan sebagainya itu tidak usah diikuti. (Kompas, 18 November 2002).
c.
“Larangan nikah beda agama,
dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak
relevan lagi” (Kompas, 18 November 2002). Vodca (minuman keras beralkohol
lebih dari 16%) pun menurut Ulil bisa jadi di Rusia halal, karena udaranya
dingin sekali.
d.
Ulil berpendapat, dalam mengatur
kehidupan modern ini, Al-Qur’an tidak dijadikan pedoman, apalagi As-Sunnah.
Justru yang dijadikan pedoman adalah apa yang ia sebut pengalaman manusia,
dengan alasan, Tuhan telah memuliakan (takrim) kepada manusia. Kalau
untuk mengatur kehidupan modern ini masih merujuk kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah seperti yang tertulis dalam teks, maka ia anggap sebagai penyembahan
terhadap teks. Ia ingin agar apa yang disebut
penyembahan teks itu dicari jalan keluarnya, di antaranya adalah menjadikan
pengalaman manusia ini kedudukannya sejajar dengan Al-Qur’an, sehingga
Al-Qur’an yang berupa teks itu hanyalah separoh dari Al-Qur’an, dan yang
separohnya lagi adalah pengalaman manusia. (Media Dakwah, Agustus 2004/ Jumadil Akhir 1424H).
e.
Pendapat Ulil mengenai fatwa MUI
2005 yang melarang doa bersama antar agama : “Pertimbangan semacam ini, buat
saya sama sekali kurang bisa dimengerti, karena tidak masuk di akal saya.
Berdoa intinya adalah sama, entah dilakukan oleh seorang Muslim atau Kristen
atau yang lain, yaitu memohon sesuatu yang baik dari Tuhan.” (Media Indonesia, Fatwa MUI dan Konservatisme Agama, Rabu, 03 Agustus 2005).
f.
Pembelaan Ulil atas fatwa MUI
yang mengharamkan Islam liberal, Pluralisme dan Sekularisme : “Tetapi,
sangat aneh jika kita mengharamkan suatu pikiran. Sebab, pikiran bukanlah
tindakan. Sekularisme, liberalisme, dan pluralisme adalah gagasan”. (Media Indonesia,
Fatwa MUI dan Konservatisme Agama, Rabu, 03 Agustus 2005).
F. Pendapat MUI Tentang Fatwa dari Kalangan
Jaringan Islam Liberal (JIL)
KEPUTUSAN
FATWA
MAJELIS ULAMA INDONEISA
Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1246 H. / 26-29 Juli M.;
MAJELIS ULAMA INDONEISA
Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1246 H. / 26-29 Juli M.;
MENIMBANG :
- Bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme agama,
liberalisme dan sekularisme serta paham-paham sejenis lainnya di kalangan
masyarakat;
- Bahwa berkembangnya paham pluralisme agama, liberalisme dan
sekularisme serta dikalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan
sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk menetapkan Fatwa tentang
masalah tersebut;
- Bahwa karena itu , MUI memandang perlu menetapkan Fatwa
tentang paham pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama tersebut
untuk di jadikan pedoman oleh umat Islam.
MENGINGAT :
- Firman
Allah:
Barang siapa
mencari agama selaian agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan terima (agama
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS. Ali
Imaran [3]: 85)
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam (QS. Ali Imran [3]: 19)
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (QS. al-Kafirun [109] : 6).
Dan tidaklahpatut
bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. al-Azhab
[33:36).
Allah tiada
melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu
karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim. (QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9).
Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan. (QS. al-Qashash [28]: 77).
Dan jika kamu
menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta. (terhadap Allah).
(QS. al-An’am [6]: 116).
Andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (Q.
al-Mu’minun [23]: 71).
2.
Hadis Nabi SAW :
1.
Imam Muslim (w. 262 H) dalam Kitabnya Shahih
Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah saw :
”Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak
ada seorangpun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari
Umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku
bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni Neraka.” (HR Muslim).
2.
Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada
orang-orang non-Muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama
Nasrani, al-Najasyi Raja Abesenia yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang
beragama Majusi, dimana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (riwayat Ibn
Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra dan Imam Al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).
3.
Nabi saw melakukan pergaulan sosial secara baik
dengan komunitas-komunitas non-Muslim seperti Komunitas Yahudi yang tinggal di
Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi
yang bernama Huyay bin Aththab adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani
Quraizah). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
MEMPERHATIKAN : Pendapat Sidang Komisi C Bidang
Fatwa pada Munas VII VII MUI 2005.
Dengan
bertawakal kepada Allah SWT.
MEMUTUSKAN
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
FATWA TENTANG PLURALISME AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa
ini, yang dimaksud dengan
- Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa
semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah
relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa
hanya agamanyasaja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme
juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan
berdampingan di surga.
- Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau
daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara
berdampingan.
- Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an &
Sunnaah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima
doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
- Sekularisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya
digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan
sesame manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan social.
Kedua : Ketentuan Hukum
- Pluralism, Sekualarisme dan Liberalisme agama sebagaimana
dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran
agama islam.
- Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme Sekularisme dan
Liberalisme Agama.
- Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib bersikap
ekseklusif, dalam arti haram mencampur adukan aqidah dan ibadah umat islam
dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
- Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain
(pluralitas agama), dalam masalah social yang tidak berkaitan dengan
aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap
melakukan pergaulan social dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak
saling merugikan.[7]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jaringan Islam Liberal adalah forum
intelektual terbuka yang mendiskusikan dan menyebarkan liberalisme Islam di
Indonesia. Forum ini bersekretariat di Teater Utan Kayu, Jalan Utan Kayu no. 68
H, Jakarta, sebidang tanah milik jurnalis dan intelektual senior Goenawan
Mohammad.
Menurut salah seorang pengajar
Universitas Para madina Mulya, Luthfi Assyaukanie, bahwa kemunculan istilah
Islam Liberal mulai dipopulerkan tahun 1950-an, yaitu oleh tokoh dan sumber
rujukan utama Jaringan Islam liberal, Nurcholish Majid. Meski Nurcholish
sendiri mengaku tidak pernah menggunakan istilah Islam liberal untuk
mengembangkan gagasan-gagasan pemeikiran islamnya, tapi ia tidak menentang
ide-ide Islam liberal.
Forum ini berawal dari komunitas diskusi beberapa intelektual muda muslim yang sudah berjejaring sebelumnya. Salah satu penggagasnya adalah jurnalis senior Goenawan Mohammad 2001. Forum ini berkembang menjadi forum mailing groups (milis) yang tergabung dalam islamliberal@yahoogroups.com, selain itu juga menyebarkan gagasanya lewat website www.islamlib.com .
Forum ini berawal dari komunitas diskusi beberapa intelektual muda muslim yang sudah berjejaring sebelumnya. Salah satu penggagasnya adalah jurnalis senior Goenawan Mohammad 2001. Forum ini berkembang menjadi forum mailing groups (milis) yang tergabung dalam islamliberal@yahoogroups.com, selain itu juga menyebarkan gagasanya lewat website www.islamlib.com .
B. KRITIKAN DAN SARAN
Kami dari penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh dari
kesempurnaan, karena penulis memiliki keterbatasan referensi, waktu, dan
kedangkalan ilmu yang penulis miliki, untuk kepada peserta diskusi dan dosen
pembimbing memberikan kritikan dan saran kepada penulis demi kebaikan penulis
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Saidan Effendi, Jaringan Islam Liberal Antara
Tujuan, http://saidaneffendi-darussalam.blogspot.com/2011/10/jaringan-islam-liberal-antara-tujuan.html, diakses
pada hari selasa, 01/10, 2013, Jam. 20.30 Wib
sumber: hasil SWOT JIL di Ancol, Jakarta,
Agustus 2003/swaramuslim, diakses pada hari
selasa, 01/10, 2013, Jam. 20.10
http://www.islamlib.com
Info Dakwah Islam, Pengertian Islam,
Liberal,http://infodakwahislam.wordpress.com/2013/07/20/islam-liberal-di-indonesia/, diakses pada hari senin, 30/09, 2013, Jam.
19.05 Wib
Hartono Ahmad
Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN, Jakarta: Pustaka
Al Kautsar, 2005
Islampos, Pemikiran-pemikiran JIL, http://islampos.com/inilah-pemikiran-pemikiran-jaringan-islam-liberal-jil/, diakses pada hari senin, 30/10, 2013,
Jam. 19. 20 Wib
http://fatwamui.com/ Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 /, diakses pada hari senin, 30/10, 2013, Jam.
19. 20 Wib
[1]Saidan Effendi, Jaringan Islam Liberal Antara
Tujuan, http://saidaneffendi-darussalam.blogspot.com/2011/10/jaringan-islam-liberal-antara-tujuan.html, diakses
pada hari selasa, (01/10, 2013), Jam. 20.30 Wib
[2]sumber: hasil SWOT JIL di Ancol, Jakarta,
Agustus 2003/swaramuslim, diakses pada hari selasa, (01/10, 2013), Jam. 20.10
[4]Info Dakwah Islam, Pengertian Islam Liberal, http://infodakwahislam.wordpress.com/2013/07/20/islam-liberal-di-indonesia/, diakses pada hari senin, (30/09, 2013), Jam.
19.05 Wib
[6]Islampos, Pemikiran-pemikiran JIL, http://islampos.com/inilah-pemikiran-pemikiran-jaringan-islam-liberal-jil/, diakses pada hari senin, (30/10, 2013),
Jam. 19. 20 Wib
[7]
http://fatwamui.com/ Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 /, diakses pada hari senin, (30/10, 2013),
Jam. 19. 20 Wib
Saya bukan orang JIL , tapi menurut saya adanya JIL merupakan hikmah buat muslimin Indonesia, kenapa? karena pemikiran2 dan kritik JIL bisa dipakai sebagai alat untuk meneliti menguatkan dan/atau memeriksa ulang kepercayaan yang sudah ada dalam Islam, saya melihatnya begini, pertanyaan2 dan kritikan2 tajam dari JIL terhadap islam bisa saja datang dari luar Islam, misalnya golongan Atheis bisa saja melontarkan pertanyaan/kritikan yang sama, dan Ulama Islam toh harus bisa menjawab dan menjelaskannya secara ilmiah
BalasHapusmakasih atas komentarnya,semoga postingan saya bermanfaat untuk kita semua,kalau ada penyampaian saya yg salah atau kurang berkenan,kiranya mohon di maafkan,karena saya masih dalam masa pembelajaran. karena manusia tidak ada yg sempurna, kesempurnaan hanyalah Milik ALLAH SWT.
HapusJazakumullah Khairul Katsir