Minggu, 02 Juni 2013

HAK ASASI MANUSIA


NAMA           : HANDAYANI
BP                   : 310.006
TUGAS          : BANTUAN HUKUM
DOSEN          : NENI VESNA MADJID, SH. MH

HAK ASASI MANUSIA
A.   PENGERTIAN HAM
1.      Pengertian HAM
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan  kodratnya (Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.  HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1pasal 28pasal 29 ayat 2pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1

a.      Berdasarkan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998
HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan YME, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun.
Macam-macam HAM yang tercantum dalam TAP MPR di atas :
1)      Hak untuk hidup
2)      Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3)      Hak keadilan
4)      Hak kemerdekaan
5)      Hak atas kebebasan informasi
6)      Hak kemananan
7)      Hak kesejahteraan
8)      Kewajiban
9)      Perlindungan dan pemajuan
b.      Berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
HAM menurut UU No. 39/1999 di atas meliputi :
1)      Hak untuk hidup
2)      Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3)      Hak mengembangkan diri
4)      Hak keadilan
5)      Hak kemerdekaan (kebebasan pribadi)
6)      Hak rasa aman
7)      Hak kesejahteraan
8)      Hak turut serta dalam pemerintahan
9)      Hak wanita dan anak
2.      Ciri Pokok HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
1.      HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2.      HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3.      HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
3. HAM ditinjau dari Hukum Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam  menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat.
Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan  syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam  tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
    Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi, 2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:
a.       Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
b.      Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
c.       Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
d.      Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.
B.   HAM DAN PENGATURANYA
Landasan Hukum Hak Asasi Manusia di Indonesia
Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai Hak Asasi Manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang dasar 1945. 
Pengakuan, jaminan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia tersebut diatur dalam beberapa peraturan perundangan berikut:
1. Pancasila
a.     Pengakuan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b.     Pengakuan bahwa kita sederajat dalam mengemban kewajiban dan memiliki hak yang sama serta menghormati sesamam manusia tanpa membedakan keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit, suku dan bangsa.
c.      Mengemban  sikap saling mencintai sesamam manusia, sikap tenggang rasa, dan sikap tida sewenang-wenang terhadap orang lain.
d.     Selalu bekerja sama, hormat menghormati dan selalu berusaha menolong sesama.
e.       Mengemban sikap berani membela kebenaran dan keadilan serta sikap adil dan jujur.
f.       Menyadari bahwa manusia sama derajatnya sehingga manusia Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia.
2.      Dalam Pembukaan UUD 1945
Menyatakan bahwa “ kemerdekaan itu adalah  hak  segala bangsa, dan oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan”. Ini adalah suatu pernyataan universal karena semua bangsa ingin merdeka. Bahkan, didalm bangsa yang merdeka, juga ada rakyat yang ingin merdeka, yakni bebas dari penindasan oleh penguasa, kelompok atau manusia lainnya.


3. Dalam Batang Tubuh UUD 1945

a.       Persamaan kedudukan warga Negara dalam hokum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1)
b.      Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
c.       Kemerdekaan berserikat dan berkumpul (pasal 28)
d.      Hak mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan (pasal 28)
e.       Kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaanya itu (pasal 29 ayat 2)
f.       Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran (pasal 31 ayat 1)
g.      BAB XA pasal 28 a s.d 28 j tentang Hak Asasi Manusia
4.      Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
a.       Bahwa setiap hak asasi seseorang  menimbulkan kewajiban dasar dan  tanggung jawab untuk menghormati HAM orang lain secara timbal balik.
b.       Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orangbwajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh UU.
5.      Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan HAM serta member I perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada masyarakat, perlu segera dibentuk suatu pengadilan HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yan berat.
6.      Hukum Internasional tentang HAM yang telah Diratifikasi Negara RI
a.       Undang- undang republic Indonesia No 5 Tahun 1998 tentang pengesahan (Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, ridak manusiawi, atau merendahkan martabat orang lain.
b.      Undang-undang Nomor 8 tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
c.       Deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 (Declaration Universal of Human Rights).
C.   HAM DALAM UUD 1945 AMANDEMEN KE-4 DAN DALAM KUHP
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir, maka tidak seorang pun dapat mengambilnya atau melanggarnya. Kita harus menghargai anugerah ini dengan tidak membedakan manusia berdasarkan latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin, pekerjaan, budaya, dan lain-lain. Namun perlu diingat bahwa dengan hak asasi manusia bukan berarti dapat berbuat semena-mena, karena manusia juga harus menghormati hak asasi manusia lainnya.
Ada 3 hak asasi manusia yang paling fundamental (pokok), yaitu :
1.    Hak Hidup (life)
2.    Hak Kebebasan (liberty)
3.    Hak Memiliki (property)
Ketiga hak tersebut merupakan hak yang fundamental dalam kehidupan sehari-hari. Adapun macam-macam hak asasi manusia dapat digolongkan sebagai berikut :
1.    Hak asasi pribadi, yaitu hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi manusia. Contohnya : hak beragama, hak menentukan jalan hidup, dan hak bicaara.
2.    Hak asasi politik, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan politik. Contohnya : hak mengeluarkan pendapat, ikut serta dalam pemilu, berorganisasi.
3.    Hak asasi ekonomi, yaitu hak yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian. Contohnya: hak memiliki barang, menjual barang, mendirikan perusahaan/berdagang, dan lain-lain.
4.    Hak asasi budaya, yaitu hak yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Contohnya: hak mendapat pendidikan, hak mendapat pekerjaan, hak mengembangkan seni budaya, dan lain-lain.
5.    Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dah pemerintahan, yaitu hak yang berkaiatan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan. Contohnya : hak mendapat perlindungan hukum, hak membela agama, hak menjadi pejabat pemerintah, hak untuk diperlakukan secara adil, dan lain-lain.
6.    Hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contohnya : dalam penyelidikan, dalam penahanan, dalam penyitaan, dan lain-lain.
1.      HAM Sebelum UUD 1945 di Amandemen
a.       UUD 1945 sebelum Perubahan bahkan tidak memuat secara eksplisit dan lengkap pengaturan tentang hak asasi manusia, termasuk tentang hak untuk hidup, meskipun dalam Alinea ke-4 memuat apa yang kemudian disebut sebagai Pancasila yang salah satunya adalah sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”;
b.      Pasal 32 ayat (1) Konstitusi RIS 1949 memuat ketentuan tentang pembatasan “Hak-hak dan Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia” sebagai berikut, “Peraturan-peraturan undang-undang tentang melakukan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diterangkan dalam bagian ini, jika perlu, akan menetapkan batas-batas hak-hak dan kebebasan itu, akan tetapi hanyalah semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang tak boleh tiada terhadap hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil untuk ketenteraman, kesusilaan dan kesejahteraan umum dalam suatu persekutuan yang demokrasi”;
c.       Pasal 33 UUDS 1950 juga membatasi HAM (Hak-hak dan Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia) sebagai berikut, “Melakukan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diterangkan dalam bagian ini hanya dapat dibatasi dengan peraturan-peraturan undang-undang semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang tak boleh tiada terhadap hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil untuk ketenteraman, kesusilaan dan kesejahteraan dalam suatu masyarakat yang demokratis”;
2.    HAM dalam UUD 1945 amandemen ke 4
a.       Pasal 28A              : Mempertahankan hidup dan keturunan
b.        Pasal 28B             : Membentuk keluarga, keturunan dan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi
c.         Pasal 28C             : mengembangkan dan memajukan diri, serta mendapat  pendidikan dan manfaat dari Iptek
d.        Pasal 28D             : Pengakuan  yang  sama di hadapan  hukum, hak untuk bekerja dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan
e.         Pasal 28E                         : Kebebasan beragama, meyakini kepercayaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal, kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat
f.         Pasal 28F              : Berkomunikasi dan memperoleh informasi
g.        Pasal 28G             : Perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan   harta benda, serta bebas dari penyiksaan
h.        Pasal 28H             : Hidup sejahtera lahir dan batin,  memper oleh  layanan  kesehatan
i.          Pasal 28I              : Tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dan bebas dari perlakuan diskriminatif
j.          Pasal 28J              : Berkewajiban  menghargai  hak orang dan pihak  lain serta tunduk kepada pembatasan UU.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional
Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia
Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara ..
Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
3.    Konsepsi HAM dalam UUD 1945 Pasca Amandemen
Memasukkan hak-hak asasi manusia ke dalam pasal-pasal konstitusi merupakan salah satu ciri konstitusi moderen. Setidaknya, dari 120an konstitusi di dunia, ada lebih dari 80 persen di antaranya yang telah memasukkan pasal-pasal hak asasi manusia, utamanya pasal-pasal dalam DUHAM. Perkembangan ini sesungguhnya merupakan konsekuensi tata pergaulan bangsa-bangsa sebagai bagian dari komunitas internasional, utamanya melalui organ Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sejak dideklarasikannya sejumlah hak-hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau biasa disebut DUHAM 1948 (Universal Declaration of Human Rights), yang kemudian diikuti oleh sejumlah kovenan maupun konvensi internasional tentang hak asasi manusia, maka secara bertahap diadopsi oleh negara-negara sebagai bentuk pengakuan rezim normatif internasional yang dikonstruksi untuk menata hubungan internasional.
Meskipun demikian, dalam konteks sejarah dan secara konsepsional, Undang-Undang Dasar 1945 yang telah lahir sebelum DUHAM memiliki perspektif hak asasi manusia yang cukup progresif, karena sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea 1:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Konsepsi HAM tersebut tidak hanya ditujukan untuk warga bangsa Indonesia, tetapi seluruh bangsa di dunia! Di situlah letak progresifitas konsepsi hak asasi manusia di tengah berkecamuknya perang antara blok negara-negara imperial. Konsepsi yang demikian merupakan penanda corak konstitusionalisme Indonesia yang menjadi dasar tanggung jawab negara dalam hak asasi manusia (Wiratraman 2005a: 32-33).
DUHAM 1948 kemudian banyak diadopsi dalam Konstitusi RIS maupun UUD Sementara 1950, dimana konstitusi-konstitusi tersebut merupakan konstitusi yang paling berhasil memasukkan hampir keseluruhan pasal-pasal hak asasi manusia yang diatur dalam DUHAM (Poerbopranoto 1953 : 92). Di tahun 1959, Soekarno melalui Dekrit Presiden telah mengembalikan konstitusi pada UUD 1945, dan seperti pada awalnya disusun, kembali lahir pengaturan yang terbatas dalam soal hak-hak asasi manusia. Dalam sisi inilah, demokrasi ala Soekarno (demokrasi terpimpin atau guided democracy) telah memperlihatkan adanya pintu masuk otoritarianisme, sehingga banyak kalangan yang menganggap demokrasi menjadi kurang sehat.
Di saat rezim Orde Baru di bawah Soeharto berkuasa, konsepsi jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 justru sama sekali tidak diimplementasikan. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dikebiri atas nama stabilisasi politik dan ekonomi, dan hal tersebut jelas nampak dalam sejumlah kasus seperti pemberangusan simpatisan PKI di tahun 1965-1967 (Cribb 1990; Budiarjo 1991), peristiwa Priok (Fatwa 1999), dan penahanan serta penculikan aktivis partai pasca kudatuli. Sementara penyingkiran hak-hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan terlihat menyolok dalam kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah, pengusiran warga Kedungombo (Elsam & LCHR 1995), dan pembunuhan 4 petani di waduk Nipah Sampang (Hardiyanto et. all (ed) 1995). Praktis, pelajaran berharga di masa itu, meskipun jaminan hak asasi manusia telah diatur jelas dalam konstitusi, tidak serta merta di tengah rezim militer otoritarian akan mengimplementasikannya seiring dengan teks-teks konstitusional untuk melindungi hak-hak asasi manusia.
Setelah situasi tekanan politik ekonomi yang panjang selama lebih dari 30 tahun, desakan untuk memberikan jaminan hak asasi manusia pasca Soeharto justru diakomodasi dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal di dalam undang-undang tersebut -- nyatanya -- cukup memberikan pengaruh pada konstruksi pasal-pasal dalam amandemen UUD 1945, terutama pada perubahan kedua (disahkan pada 18 Agustus 2000) yang memasukkan jauh lebih banyak dan lengkap pasal-pasal tentang hak asasi manusia. Bandingkan saja kesamaan substansi antara UUD 1945 dengan UU Nomor 39 Tahun 1999.
4.         HAM dalam KUHP
Berkaitan dengan  hukum  pidana, perlindungan  hak asasi manusia terutama bagi tersangka atau terdakwa diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 50-68. (Hamzah: 2008)
Ada sepuluh asas yang ditegaskan dalam Penjelasan KUHAP berkaitan juga dengan hak asasi tersangka/terdakwa. Kesepuluh asas ini dapat dibedakan menjadi 7 (tujuh) asas umum dan 3 (tiga) asas khusus, yaitu :
a.  Asas-asas umum:
1)      Perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun.
2)      Praduga tak bersalah.
3)      Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi.
4)      Hak untuk mendapatkan bantuan hukum.
5)      Hak pengadilan terdakwa di muka pengadilan.
6)      Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana.
7)      Peradilan yang terbuka untuk umum.
b.  Asas-asas khusus:
1)         Pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis).
2)         Hak seorang tersangka untuk diberitahukan tentang persangkaan dan pendakwaan terhadapnya.
3)         Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-putusannya. (Soeharto : 2007)
Hukum perdata Indonesia, sebagai hukum privat yang mengatur hubungan antar sesama manusia/orang, pada dasarnya juga mengakui dan melindungi hak asasi manusia, baik hak-hak perorangan (hak pribadi), hak perorangan atas kebendaan/ hak milik (kepunyaan), hak dan kewajiban yang muncul dalam suatu perikatan, serta hak dan kewajiban yang melekat pada seseorang untuk menuntut dan/atau membuktikan haknya atas suatu benda maupun suatu perjanjian atau kejaidan/peristiwa hukum, serta persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan/wanita.
D.   PELANGGARAN BERAT HAM DAN HAK-HAK KORBAN
1.      Pelanggaran Berat HAM
Pasal 1 butir ke-6 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan Pelanggaran HAM adalah :“Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikwatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku
Berdasarkan pengertian pelanggaran HAM dalam Pasal 1 butir ke-6 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM tersebut, maka untuk dapat dikatakan telah terjadi  pelanggaran HAM bila:
1.      Adanya unsur perbuatan yang dilakukan oleh perseorangan atau kelompok termasuk aparat negara
2.      Perbuatan tersebut dilakukan baik dengan cara disengaja maupun tidak disengaja ataupun karena kelalaian yang secara melawan hukum;
3.      Perbuatan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh UU No. 39 tahun 2000 tentang HAM.
4.       Korban pelanggaran HAM, baik perseorangan maupun kelompok orang tidak mendapatkan, atau dikwatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Pengertian pelanggaran HAM berat terdapat dalam penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, yang pada dasarnya menyatakan : “Pelanggaran HAM berat adalah pembunuhan  massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, deskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic descrimination).
Suatu perbuatan dikualifikasikan sebagai pelanggaran HAM berat, setidaknya harus mengandung adanya perbuatan yang melanggar (act of commision), ada unsur kesengajaan dan sikap membiarkan suatu perbuatan yang mestinya harus dicegah (act of ommision), secara sistematis, menimbulkan akibat yang meluas dan rasa takut luar biasa, dan serangan ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Menurut Muladi pelanggaran HAM berat merupakan tindak pidana sebagaimana tindak pidana lain yang bersifat melawan  hukum  (unlawful) dan sama sekali tidak ada alasan pembenarnya.
Contoh pelanggaran HAM berat
1.      Peristiwa Tanjung Priok Tahun 1984.
Peristiwa Tanjung Priok berawal dari ditahannya empat orang, yaitu Achmad Sahi, Sofwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe dan M. Nur yang diduga terlibat pembakaran sepeda motor salah seorang Babinsa dari Koramil Koja.Mereka ditangkap oleh aparat Polres Jakarta Utara yang kemudian ditahan di Kodim Jakarta Utara. Pada tanggal 12 September 1984, diadakan tabligh akbar di Jalan Sindang oleh Amir Biki, salah seorang tokoh masyarakat setempat. Dalam ceramahnya, Amir Biki menuntut aparat keamanan untuk membebaskan empat orang jamaah Mushola As Sa’adah yang ditahan. Setelah mengetahui keempat orang tersebut juga belum dibebaskan aparat keamanan, maka selanjutnya pada pukul 23.00 WIB Amir Biki mengerahkan  massa ke kantor  Kodim Jakarta Utara dan Polsek Koja. Massa yang bergerak ke arah Kodim, di depan Polres Metro Jakarta Utara, dihadang oleh satu regu Arhanud dibawah komando Pasi II Ops. Kodim Jakarta Utara, hingga terjadi peristiwa penembakan yang menyebabkan terjadinya korban jiwa.
Peristiwa yang  selanjutnya  terkenal sebagai peristiwa Tanjung Priok tersebut telah menimbulkan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM berat sebagaimana telah diatur dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan KPP HAM Tanjung Priok138 terhadap petugas RSPAD Gatot Subroto didapatkan keterangan sebagai berikut :
a.       Jumlah korban luka dalam peristiwa Tanjung Priok yang dirawat sebanyak 36 orang, sedangkan  jumlah  korban luka yang diberi pengobatan tetapi tidak dirawat sebanyak 19 orang.
b.      Sedangkan jumlah korban yang meninggal dunia berjumlah 23 orang, dengan perincian 9 orang dapat dikenali identitasnya139 dan 14 orang lainnya tidak diketahui identitasnya yang dapat dikategorikan sebagai orang hilang.
2.      Peristiwa Daerah Operasi Militer Di Aceh
Sejak diberlakukan Daerah Operasi Militer (DOM)142 tahun 1989 s/d tahun 1998 di Propinsi Daerah Istimewa Aceh (sekarang Nangroe Aceh Darussalam) setidaknya telah terjadi 7.727 kasus pelanggaran HAM berat kategori kejahatan terhadap kemanusiaan. Penerapan status DOM di Aceh tersebut merupakan puncak dari tindakan yang bersifat represif dari Pemerintah Republik Indonesia untuk melangsungkan dan menjaga kepentingannya di Aceh. Pada saat itu pemerintah mengkampanyekan pentingnya memberantas Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) untuk menjaga keamanan masyarakat, yang di sisi lain melakukan legitimasi tindakan-tindakan represif yang bertujuan menjaga kepentingan-kepentingan bisnis pemerintah pusat. Berbagai operasi militer yang dilakukan TNI dan Polri dengan dalih menumpas GPK Aceh (GAM, pen) merupakan shock therapyuntuk mematikan keberanian rakyat Aceh melakukan koreksi, kritik atau upaya-upaya lain. Dampak operasi militer tersebut membuat masyarakat didera ketakutan, tanpa alasan yang jelas mereka diculik, dipukuli, disiksa bahkan dibunuh. Fenomena semacam inilah yang merupakan awal dari bencana terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu pelanggaran HAM berat di Aceh.
3.      Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II
Perjuangan orde reformasi dimulai dengan adanya krisis ekonomi yang melanda negara Indonesia pada tahun 1997. Gerakan reformasi yang dipelopori oleh para mahasiswa terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden HM. Soeharto yang berkuasa selama kurun waktu 32 tahun secara otoriter. Pergantian pemerintahan dari rezim Orde Baru ke Orde Reformasi memberikan harapan bahwa demokratisasi telah dimulai. Namun patut disayangkan, usaha mengatasi krisis yang bersifat multidimensional tersebut belum mampu menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Berbagai peristiwa seperti tragedi Trisakti, SemanggiI dan Semanggi II merupakan resultan dari berbagai faktor dan keadaan yang kurang kondusif dan hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah. Peristiwa-peristiwa tersebut telah melibatkan bentrokan fisik antara mahasiswa dan masyarakat dengan TNI maupun Polri, yang mana dari ketiga peristiwa itu telah menimbulkan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM berat.
4.      Peristiwa Di Timor-Timur (Timtim)
Setelah Pemerintah RI mengeluarkan dua opsi tanggal 27 Januari 1999 menyangkut masa depan Timor-Timur (Timtim) untuk menerima atau menolak otonomi khusus, pada tanggal 5 Mei 1999 di New York ditandatangani perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Portugal dibawah payung PBB. Perjanjian yang bersifat bilateral tersebut pada prinsipnya mengatur tentang penyelenggaraan jajak pendapat dan pengaturan tentang pemeliharaan perdamaian dan keamanan di Timtim.
Sejak opsi diberikan dan setelah diumumkannya hasil jajak pendapat, berkembang berbagai bentuk tindak kekerasan berupa kejahatan terhadap kemanusiaan. Komnas HAM tanggal 8 September 1999 menyebutkan bahwa perkembangan kehidupan masyarakat di Timtim pada waktu itu telah mencapai kondisi anarki dan tindakan-tindakan brutalismedilakukan secara luas baik oleh perseorangan maupun kelompok dengan kesaksian langsung dan pembiaran oleh unsur-unsur aparat keamanan.
Terkait hal tersebut, Komisi HAM PBB di Geneva tanggal 23-27 September 1999 menyelenggarakan special session mengenai situasi di Timtim. Hal tersebut menunjukkan betapa seriusnyapenilaian dunia internasional terhadap masalah pelanggaran HAM berat kategori kejahatan terhadap kemanusiaan di Timtim.
Special session menghasilkan Resolusi No. 1999/S-1/1, di samping menuntut pemerintah Indonesia mengadili pelaku, juga meminta Sekjen PBB untuk membentuk komisi penyelidik internasional atas kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM berat. Pemerintah Indonesia via Komnas HAM kemudian membentuk KPP HAM152 Timtim pada tanggal 22 September 1999 dengan SK No. 770/TUA/IX/99, yang kemudian disempurnakan lagi dengan SK No. 797/TUA/X/99 tanggal 22 Oktober 1999, dengan mengingat pada UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Perpu No. 1 tahun 1999 tentang Pengadilan HAM, serta mempertimbangkan bahwa situasi HAM di Timtim pasca jajak pendapat semakin memburuk.
2.      Hak-Hak Korban
Terdapat dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang hak-hak korban
BAB VI
PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSl
Pasal 34
(1)Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia

yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dan
ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dan pihak manapun.

(2)Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib

dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan
secara cuma-cuma.

(3)Ketentuan mengenai tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
E.   PERANAN BANTUAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAM
Bantuan hukum  menjadi Kewajiban setiap berperkara, dalam  masalah  HAM tentang Peranan bantuan hukum itu sangat penting sebagaimana perkara lainya, diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
Bagian Keempat

Hak Memperoleh Keadilan

Pasal 17
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.
Pasal 18
  1. Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukannya.
  3. Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka.
  4. Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
  5. Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pasal 19
  1. Tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apapun diancam dengan hukuman berupa perampasan seluruh harta kekayaan milik yang bersalah.
  2. Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.
Pasal 34
Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.
Pasal 35
Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi, dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.





0 komentar:

Posting Komentar