HUKUM
ADAT DI INDONESIA DAN SOSIOLOGI HUKUM
MAKALAH
SOSIOLOGI
HUKUM
“Diseminarkan
Dalam Diskusi Lokal PMH Semester VII pada Mata Kuliah Sosiologi Hukum ”
Oleh
HANDAYANI
: 310.006
SUMEDI :
ISWANDI :
Dosen Pembimbing:
M. Taufik, S.Ag., M.Si
PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM (PMH)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1434 H / 2013 M
OUT
LINE
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pembuatan Makalah
C. Batasan Masalah
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum Adat di Indonesia
1.
Pengertian Hukum Adat
Sumber
dari Buku Karangan :
-
Tolib
Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2009
2.
Manfaat Mempelajari Hukum Adat
Sumber dari Buku Karangan :
-
Sri Warjiyati, Memahami
Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya, 2006
3.
Unsur-unsur Pembentukan Hukum Adat
Sumber
dari Buku Karangan :
-
Tolib
Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2009.
-
Sri Warjiyati, Memahami
Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya, 2006
4.
Corak dan Sistem Hukum Adat
Sumber
dari Buku Karangan :
-
Tolib
Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2009.
-
Sri Warjiyati, Memahami
Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya, 2006
B.
Sosiologi Hukum
1.
Pengertian Sosiologi Hukum
Sumber dari Buku Karangan :
-
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982
-
Soejono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum, Bandung:
Citra Aditya, 1989
-
Satjipto Raharjo, , Ilmu Hukum, Bandung:
Alumni, 1982, dan
-
R. Otje, Salman, Sosiologi Hukum: Suatu
Pengantar, Bandung: Armico, 1992
2.
Kegunaan Sosiologi Hukum
Sumber dari Buku Karangan :
-
Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi
Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005
3.
Berbagai Pendekatan dalam Sosiologi Hukum
Sumber dari Buku Karangan :
-
Beni
Ahmad, Saebani, Sosiologi Hukum, Bandung: Pustaka Setia, 2007
C.
Hukum Adat di Indonesia dan Sosiologi Hukum
1.
Hukum Adat dalam Pembangunan
Sumber
dari Buku Karangan :
-
Soejon,
Soekanto, dan Soleman b. Taneko, Hukum Adat di Indonesia, cet ke-V,
Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002
2.
Sistem Pengendalian Sosial
Sumber dari Buku Karangan :
-
A.
Suriyaman Mustari, Pide, Hukum Adat, Jakarta: Pelita Pustaka, 2009
-
Soerjono Soekanto, dan Hery Tjandrasari. J.S.
Roucek, Pengendalian Social,
Jakarta: Rajawali,1986
3.
Pendekatan Sosiologis Serta Hukum Adat dalam Pembangunan
Sumber dari Buku Karangan :
-
Soejono
Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2002
4.
Dasar Hukum Adat Dari Sudut Pandang Sosiologis
Sumber dari Buku Karangan :
-
Soejono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2002
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
KRITIK DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan Sosiologi Hukum di awali oleh Anzilloti pada Tahun 1882
yaitu yang memperkenalkan ruang lingkup dan objek kajian sosiologi hukum dan
juga dipengaruhi oleh disiplin ilmu filsafat hukum, ilmu hukum dan sosiologi
hukum. Dimana filsafat hukum adalah yang menjadi penyebab lahirnya sosiologi
hukum yaitu aliran Positivisme yang artinya hukum itu tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan yang lebih diatas derajatnya dengan maksud bahwa yang paling
bawah adalah Putusan Peradilan dan diatasnya adalah Undang-Undang dan Kebiasaan
dan diatasnya lagi adalah Konstitusi dan diatasnya lagi adalah Grundnorm yaitu
dasar atau basis sosial dari hukum yang merupakan salah satu obyek pembahasan
didalam sosilogi hukum.
Dengan demikian dalam upaya pembangunan sistim hukum harus memperhatikan
Konsitusi dan Kebiasaan yang hidup didalam masyarakat, karena jika hukum
positif yang diberlakukan didalam masyarakat tidak sejalan dan bertentangan
dengan hukum yang hidup didalam masyarakat maka dapat dipastikan hukum posirif
atau undang-undang tersebut tidak dapat berjalan dengan efektif.
B.
Tujuan Pembuatan Makalah
Makalah ini penulis buat dengan tujuan untuk mengembangkan dan
menambah pengetahuan dan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Sosiologi
Hukum” yang dibimbing oleh Bapak M. Taufik, S.Ag., M.Si
C.
Batasan Makalah
Makalah Sosiologi Hukum ini penulis batasi supaya tidak
melenceng kepada pembahsan berikutnya. Penulis membahas sesuai dengan yang tertera di dalam Out
Line yang telah penulis buat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hukum Adat di Indonesia
1. Pengertian
Hukum Adat
Istilah
hukum adat adalah merupakan terjemahaan dari istilah (bahasa) Belanda “Adat
Recht” yang awalnya dikemukakan oleh Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronje nama Muslimnya
H. Abdul Ghafar di dalam bukunya
berjudul “De Atjehers”[1]
menyatakan bahwa:
“Hukum adat
adalah adat yang mempunyai sanksi, sedangkan adat yang tidak mempunyai sanksi
adalah merupakan kebiasaan normatif, yaitu kebiasaan yang terujud sebagai
tingkah laku dan berlaku di dalam masyarakat. Pada kenyataan antara hukum adat
dengan adat kebiasaan itu batasnya tidak jelas.”[2]
Pengertian
hukum adat menurut Prof. Dr. Cornellis Van Vollenhoven
Sebagai
seorang yang pertama-tama menjadikan
hukum adat sebagai ilmu pengetahuan, sehingga hukum adat menjadi sejajar
kedudukannya dengan hukum lain di dalam ilmu hukum menyatakan sebagai berikut:
“Hukum adat
adalah aturan-aturan perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan orang-orang
timur asing yang disatu pihak mempunyai sanksi (maka dikatakan sebagai hukum)
dan dilain pihak tidak dikodifikasikan (maka dikatakan adat)”[3]
Pengertian
hukum adat menurut Soejono Soekanto, beliau menyatakan bahwa hukum adat adalah
“ hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, artinya
kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai akibat hukum. Kebiasaan yang merupakan hukum
adat adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama”.[4]
Hukum Adat merupakan
hukum tradisional masyrakat yang merupakan perwujudan dari suatu kebutuhan
hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara pandangan hidup yang secara
keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat tersebut
berlaku.[5]
2. Manfaat
Mempelajari Hukum Adat
Menurut
Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH menyatakan manfaat hukum adalah tersebut adalah:
dengan memepelajari hukum adat maka kita akan memahami budaya hukum Indonesia,
kita tidak menolak budaya hukum asing sepanjang ia tidak bertentangan dengan
budaya hukum Indonesia. Begitu pula dengan mempelajari hukum adat maka akan
dapat kita ketahui hukum adat yang mana yang ternyata tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman, dan hukum adat yang mana yang mendekati keseragaman yang dapat
diperlakukan sebagai hukum nasional.
3. Unsur-Unsur
Pembentukan Hukum Adat
Hasil
seminar Hukum adat dan pembinaan hukum nasional diselenggarakan di Yogyakarta
oleh pakar-pakar hukum adat di Indonesia, maka dapatlah dinyatakan bahwa
terwujudnya hukum adat itu dipengaruhi oleh agama.
Menurut
Prof. Dr. Mr. Soekanto unsur-unsur adat itu adalah:
“Jika kita
mengeluarkan pertanyaan hukum apakah menurut kebenaran, keadaan yang bagian
terbesar terdapat di dalam hukum adat, maka jawabanya adalah hukum Melayu Polinesia
yang asli itu dengan di sana sini sebagai bahagian yang sangat kecil adalah
hukum agama”
Menurut
Prof. Djojodigoeno mengemukakan batasan yang sama beliau menyatakan bahwa:
“unsur
lainya yang tidak begitu besar artinya atau luas pengaruhnya adalah unsur-unsur
keagamaan, teristimewa unsur-unsur dibawa oleh agama Islam, pengaruh agama
Kristen, dan agama Hindu”.[6]
a. Unsur Kenyataan
Adat dalam keadaan yang
sama selalu diindahkan oleh rakyat dan secara berulang-ulang serta
berkesinambungan dan rakyat mentaati serta mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Unsur Psikologis
Setelah hukum adat ini ajeg atau berulang-ulang yang dilakukan selanjutnya
terdapat keyakinan pada masyarakat bahwa adat yang dimaksud mempunyai kekuatan
hukum, dan menimbulkan kewajiban hukum (opinion yuris necessitatis).[7]
4. Corak dan
Sistem Hukum Adat
1) Corak Hukum Adat
Prof. Hilman
Hadikusumah, SH menegaskan bahwa Hukum adat Indonesia yang normatif pada umunya
menunjukan corak-corak sebagai berikut:
a. Tradisional
Hukum adat itu pada umumnya bercorak
tradisional, artinya bersifat turun temurun dari zaman nenek moyang sampai ke
anak-anak cicit sekarang dimana keadaannya masih tetap berlaku dan tetap
dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
b. Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat
keagamaan (Magis Relegius) artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukumnya
berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang Ghaib atau berdasarkan ajaran
ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Menurut kepercayaan bangsa Indonesia, bahwa
di alam semesta ini benda-benda itu serba berjiwa (Animisme), benda-benda itu
punya daya bergerak (dinanisme) disekitar kehidupan manusia itu ada roh-roh
halus yang mengawasi kehidupan manusia (Malaikat, Jin dan lain-lainya), dan
alam sejagat ini ada kerena ada yang mengadakan yaitu Yang Maha Pencipta. Oleh
karenanya apabila manusia akan memutuskan atau menetapkan, mengatur,
menyelesaikan hajat biasanya berdo’a dan memohon keridhoan yang Maha Pencipta.
c. Kebersamaan
Hukum adat mempunyai corak yang bersifat
kebersamaan (komunal), artinya dia lebih mengutamakan kepentingan bersama
dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama (satu untuk
semua, semua untuk satu) (one for all, all for one). Hubungan hukum antara
anggota masyarakat yang satu dengan yang lainya didasarkan oleh rasa
kebersamaan kekeluargaan, gotong royong, tolong menolong.
d. Konkrit dan Visual
Corak hukum adat adalah konkrit, artinya
jelas, nyata, tidak berujud, Visual artinya dapat terlihat, tampak, terbuka,
tidak sembunyi. Jadi sifat hubungan hukum yang berlaku dalam hukum adat itu
adalah terang dan tunai, tidak samar-sama, diketahui, dan didengar orang lain,
dan nampak terjadi ijab kabul (serah terima).
e. Terbuka dan Sederhana
Corak hukum adat terbuka artinya dapat
menerima masuknya unsur-unsur yang datang dari luar asal saja tidak
bertentangan dengan hukum adat sendiri. Sederhana artinya bersahaja, tidak
rumit, tidak tertulis, mudah dimengerti dan dilaksanakan berdasarkan saling
percaya mempercayai.
Keterbukaanya misalnya dapat dilihat dari
masuknya agama Hindu dalam hukum perkawinan adat yang disebut Kawin Anggau
yaitu jika suami wafat maka si istri kawin lagi dengan saudara suami. Atau
masuknya agama Islam di dalam hukum waris adat yang disebut “pembagian
segendong sapikul” (bagian warisan bagi ahli waris pria dan wanita 2:1)
Keserdahanaanya, dapat dilihat dari contoh
sebagai berikut:
Terjadinya transaksi-transaksi yang berlaku
tanpa surat menyura. Misalnya di dalam perjanjian bagi hasil antara pemilik
tanah dengan penggarap cukup adanya kesepakatan keduanya secara lisan.
f. Dapat Berubah dan Menyesuaian
Menurut Prof. Dr. Soepomo, SH sebagaimana
yang telah ditegaskan oleh Van Vollenhoven dinyatakan sebagai berikut:
Hukum adat terus menerus dalam keadaan
tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. Hukum adat pada waktu yang
telah lampau agak berbeda isinya, hukum adat menunjukan perkembangan”.
g. Tidak Dikodifikasi
Hukum adat kebanyakan tidak ditulis
walaupun ada juga di antaranya yang dicatat, bahkan ada yang dibukukan dengan
cara yang sistematis, namun hanya sekedar sebagai pedoman dan bukan mutlak
harus dilaksanakan oleh anggota masyarakat, kecuali yang bersifat perintah
Tuhan.[8]
h. Musyawarah dan Mufakat
Hukum adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat
di dalam keluarga, di dalam hubungan kekerabatan dan ketetanggaan baik untuk
memulai sesuatu pekerjaan maupun di dalam mengakhiri pekerjaan apalagi yang
bersifat peradilan di dalam menyelesaikan penyelisihan antara satu dengan
lainya.
2) Sistem Hukum Adat
Sistem hukum adat pada dasarnya bersendikan pada alam fikiran bangsa
Indonesia yang tidak sama dengan alam pikiran masyarakat Barat. Oleh karena itu
sistem hukum adat dan sistem hukum Barat terdapat beberapa perbedaan di antaranya :
Hukum Barat
|
Hukum Adat
|
- Mengenal
hak suatu barang dan hak orang seorang atas sesuatu objek yang hanya berlaku
terhadap sesuatu orang lain yang tertentu
|
- Tidak
mengenal dua pembagian hak tersebut, perlindungan hak ditangan hakim
|
- Mengenal
Hukum Umum dan Hukum Privat
|
- Berlainan
daripada batas antara lapangan public dan lapangan privat pada Hukum Barat
|
- Ada
Hakim Pidana dan Hakim Perdata
|
- Pembetulan
hukum kembali kepada hakim (kepala adat) dan upaya adat (adat reaksi)[9]
|
B. Sosiolagi
Hukum
1. Pengertian
Sosiologi Hukum
Definisi Sosiologi
Menurut Para Pakar antara lain:[10]
Piritim Sorokin Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari :
a. Hubungan dan pengaruh
timbal balik antara aneka macam gejala-gejala social (misalnya antara gejala
ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi, gerak
masyarakat dengan politik dsb.)
b. Hubungan dan pengaruh
timbale balik antara gejala social dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya
gejala geografis, biologis, dan lain-lain).
Definisi Sosiologi Hukum Menurut Para Pakar, Soerjono Soekanto Sosiologi
hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris
menganalisis atau mempelajari hubungan timbale balik antara hukum dengan
gejala-gejala social lainnya.[11] Satjipto
Rahardjo Sosiologi hukum (sociology of law) adalah pengetahuan hukum terhadap
pola prilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.[12]
R. Otje Salman Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan
timbale balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris
analitis.[13]
Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
Menurut Brade Meyer
a.
Sociology af the law
Menjadikan hukum sebagai alat pusat penelitian secara sosiologis yakni sama
halnya bagaimana sosiologi meneliti suatu kelompok kecil lainnya. Tujuan
penelitian adalah selain untuk menggambarkan betapa penting arti hukum bagi
masyarakat luas juga untuk menggambarkan proses internalnya hukum.
b.
Sociology in the law
Untuk memudahkan fungsi hukumnya, pelaksanaan fungsi hukum dengan dibantu
oleh pengetahuanatau ilmu sosial pada alat-alat hukumnya.
2. Kegunaan
Sosiologi Hukum
a) Sosiologi hukum berguna
untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum di dalam
konteks sosial.
b) Penguasaan
konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan-kemampuan untuk
mengadakan analisisterhadap efektivitas hukuim dalam masyarakat, baik sebagai
pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masnyarakat, dan sarana untuk
mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu.
c) Sosiologi hukum
memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan evaluasi
terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.
Kegunaan-kegunaan umum
tersebut, secara terinci dapat dijabarkan sebagai berikut:[15] a. Pada taraf organisasi dalam masyarakat:
1)
Sosiologi hukum dapat mengungkapkan ideologi dan falsafah yang mempengaruhi
perencanaan, pembentukan, dan penegakan hukum.
2)
Dapat diidentifikasikan unsur-unsur kebudayaan manakah yang mempengaruhi
isi atau substansi hukum.
3)
Lembaga-lembaga manakah yang sangat berpengaruh di dalam pembentukan hukum
dan penegakannya.
b.
Pada taraf golongan dalam masyarakat:
1)
Pengungkapan dari golongan-golongan manakah yang sangat menentukan dalam
pembentukan, dan penerapan hukum.
2)
Golongan-golongan manakah yang beruntung atau sebaliknya manakah yang
dirugikan dengan adanya hukum-hukum tertentu.
3)
Kesadaran hukum dari pada glolongan-golongan tertentudalam masyarakat.
c.
Pada taraf individual:
1)
Identifikasi terhadap unsur-unsur hukum yang dapat mengubah perilaku warga
masyarakat.
2)
Kekuatan, kemampuan, dan kesungguhan hati dari para penegak hukum dalam
melaksanakan fungsinya.
3)
Kepatuhan ndari warga masyarakat terhadap hukum, baik yang berwujud
kaidah-kaidah yang menyangkut kewajiban-kewajiban, hak, maupun perilaku yang
teratur.
3. Berbagai
Pendekatan dalam Sosiologi Hukum
Sosiologi
hukum merupakan pengetahuan realitas relatif karena senantiasa mengedepankan
kajianya terhadap sesuatu yang terjadi. Hukum yang berupa kaidah sosial atau
berbagai peraturan dalam prinsip sosiologi hukum mengalami berbagai perubahan.
Setiap perubahan kemungkinan akan memengaruhi perilaku masyarakat. Tindakan
sosial merupakan realitas mutlak, sementara relevansinya dengan ketaatan
terhadap norma sosial atau hukum merupakan realita relatif. Pemahaman tersebut
dibangun oleh tiga alasan:
a. Segala yang sesuatu yang terjadi dalam
masyarakat secara empiris terlihat dan terasa adalah realita absolut, karena
apapun yang terjadi secra lahiriyah, begitulah hukum tentang kejadian. Menurut
hukum Islam Fahkum Bidhawahiri (hukum ada karena lahiriyahnya).
Maksudnya apa yang terlihat dan terasa merupakan ketentuan mutlak adanya
keberlakuan hukum Islam.
b. Pemahaman terhadap segala yang terjadi dan
dilakukan oleh masyarakat bukan merupakan kejadianya. Dengan demikian,
pemahaman atas segala sosial adalah realita relatif yang sangat dekat dengan
seribu macam kemungkinan. Setiap ilmu pengetahuan dengan netral dapat melakukan
penafsiran hukmiah terhadap tindak tanduk manusia dan masyarakat.
c. Kompromisasi antara segala hal yang terjadi
di masyarakat dengan corak pemahaman hukmiah merupakan salah satu bentuk
sintesis antara realita mutlak dan realita
relatif.
Dengan tiga alasan di atas, secara filosofi
ada tiga pendekatan yang digunakan dalam sosiologi hukum untuk memahami hukum
yang berlaku, hukum yang diterapkan, dan hukum yang dilaksanakan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yaitu sebagai berikut:[16]
1) Pendekatan Ontologis
Pendekatan Ontologis adalah pendekatan yang mengkaji secara mendalam
tentang hakikat kehidupan sosial dan hukum yang diterapkan dan berlaku dalam
masyarakat. Teori hakikat dalam konteks sosiologi hukum menitik beratkan pada
prinsip-prinsip dasar tujuan hidup
masyarakat dan berbagai upaya mencapainya.
2) Pendekatan Epistemologis
Sutardjo Wiramihardja mengatakan bahwa
epistemologis adalah filsafat ilmu yang mempersoalkan kebenaran pengetahuan,
kebenaran ilmu atau keilmuan pengetahuan, kebenaran epistemologis dirinci ke
dalam hal yang mendasar, adalah kebenaran religius, yaitu kebenaran yang
dibangun oleh kaidah-kaidah agama dan keyakinan tertentu yang bersifat mutlak
dan tidak dapat dibantah.
3) Pendekatan Aksiologi
Pendekatan Aksiologis adalah pendekatan filosofis yang
dapat diterapkan ke dalam sosiologi hukum untuk mengkaji gejala sosial dan
eksitensi hukum dan urgensinya bagi masyarakat atau hukum. Menurut Juhaya S.
Pradja mengatakan bahwa pendekatan aksiologis peling tidak mempertanyakan
hal-hal yang berkaitan secara langsung pragmatis tentang etika, manfaat dan
faedah dari setiap perilaku dan tindakan manusia atau masyarakat umum.[17]
C. Hukum adat
di Indonesia dan Sosiologi Hukum
1. Hukum Adat
dalam Pembangunan
Hukum tidak
tertulis atau hukum adat didasarkan pada proses interaksi dalam masyarakat, dan
kemudian berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta mempelancar
proses interaksi tersebut.[18]
Dengan
demikian dapatlak dikatakan, bahwa manfaat hukum adat bagi pembangunan atau
pembangunan hukum Khususnya adalah sebagai berikut:
a) Adat kecenderungan di dalam hukum adat
untuk merumuskan keteraturan perilaku mengenai peranan dan fungsi.
b) Di dalam hukum adat biasanya
perilaku-perilaku dengan gejala akibat-akibatnya dirumuskan secara menyeluruh,
terutama untuk perilaku menyimpang dengan sanksinya yang negatif.
c) Biasanya di dalam hukum adat dirumuskan
perihal pola penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi.
Sudah tentu bahwa konteks sosial dari masing-masing
suku bangsa, akan memberi warna tertentu pada hukum adat tersebut. Namun
tidaklah mustahil, bahwa dari perbedaan-perbedaan yang ada dapatlah dicari
persamaan-persamaan di dalam asas-asas hukumnya. Oleh karena itu maka di dalam
mengadakan identifikasi terhadap hukum adat yang mungkin berperan di dalam
pembangunan, maka perlu diadakan kegiatan, kegiatan ilmiah untuk menentukan,
hal-hal sebagai berikut:
1). Identifikasi terhadap hukum adat yang
menunjang pembangunan, hukum adat mana perlu diperkuat.
2). Hukum adat bersifat netral terhadap
pembangunan
3). Hukum adat bertentangan dengan
pembangunan, dengan kemungkinan-kemungkinan, sebbagai berikut:
a.
Hukum adat secara tegas bertentangan dengan pembangunan
b. Hukum adat yang bertentangan dengan
pembangunan, akan tetapi yang dengan sendirinya terhapus di dalam proses
pembangunan
c. Hukum adat yang bertentanagan dengan
pembangunan, akan tetapi tidak terbukti relevan lagi.
Di samping hal-hal tersebut di atas maka
diperlukan pula identifikasikan, hal-hal tersebut:
a. Hukum adat yang dianut kerena diperintahkan
oleh penguasa adat.
b. Hukum adat yang dianut karena kolektifitas
menghendakinya, pada halnya belum tentu adil.
c. Hukum adat yang dianut, kerna dianggap adil
oleh warga-warga masyarakat secara individual.[19]
2. Sistem Pegendalian
Sosial
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan
proses yang di tempuh kelompok atau orang masyarakat, sehingga para anggotanya
dapat bertindak sesuai denagn harapan kelompok atau masyarakat.
Hukum adat
sebagai sistem pengendalian sosial telah memberikan perananya dalam rangka
terciptanya keteraturan masyarakat. Di sinilah pentingnya keberadaan hukum adat
sebagai sistem pengendalian sosial yang diharapkan agar anggota masyarakat
mematuhi norma-norma sosial sehingga terciptanya keselarasan dalam kehidupan
sosial.[20]
Beberapa
jenis pengendalian sosial adalah:
a. Pengendalian Preventif
Merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum
terjadinya pelanggaran atau dalam versi “mengancam sanksi” atau usaha
pengcegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi
usaha pengendalian sosial yang bersifat prefentif dilakukan sebelum terjadinya
penyimpangan
b. Pengendalian Represif
Kontrol sosial yang dilakukan setelah
terjadinya pelanggaran dengan masksud hendak bertujuan
untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan.
c. Pengendalian Sosial Gabungan
merupakan usaha
mencegah terjadinya preventive, sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak
sesuai dengan norma-norma social.[21]
Jenis-Jenis
Pengendalian Sosial
a. Cemoohan, yaitu kritikan
secara langsung terhadap seseorang atau kelompok jika di anggap menyimpang dari
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
b. Gossip, yaitu bentuk pengendalian social atau
kritik social yang di lontarkan secara tertutup oleh masyarakat terhadap warga
masyarakat yang menyimpang perilakunya.
c. Pendidikan, dapat membina dan mengarahkan
seseorang pada pembentukan sikap dan tindakan yang baik.
d. Teguran, yaitu kritik social yang di sampaikan
secara terbuka oleh masyarakat terhadap warga masyarakat yang menyimpang
perilakunya.
e. Ajaran agama, merupakan salah satu saran
pengendalian social yang efektif. Akan menjadikan ajaran agamanya sebagai
pedoman hidup dalam bersikap dan berprilaku.
f. Ostraisisme, adalah suatu bentuk
pengucilan.tujuannya adalah agar seseorang atau kelompok yang bersangkutan
tidak lagi mengulangi pelanggaran yang pernah di alami.[22]
g. Fraundules , adalah pengendalian social dengan
jalan meminta bantuan pihak lain yang di anggap dapat menyelesaikan masalah
yang di hadapi.
h. Intimidasi, adalah pengendalian social yang
dilakukan dengan cara menekan , memaksa, meneror atau menakut-nakuti,dll.
i.
Hukuman, yaitu
alat pengendalian social yang paling tegas dan nyata sanksinya.sanksinya berupa
hukuman fisik, pidana, denda dan lain-lain.
3. Pendekatan
Sosiologis Serta Hukum Adat dalam Pembangunan
Hukum pasa hakekatnya
merupakan suatu realitas sosial, karena mempunyai karakteristik yang
selalu merujuk pada realitas sosial. Pertama, hukum menghendaki adanya
stabilitas dalam masyarakat. Kedua, hukum sebagai kaedah-kaedah yang mengatur
hubungan antar manusia. Ketiga, hukum cenderung untuk mementingkan ketertiban.
Suatu pendekatan sosiologis,
biasanya bersifat Pragmatis yang artinya menganalisis gejala-gejala sosial
dengan agak mengabaikan konteks kebudayaannya secara menyeluruh. Pendekatan
sosiologis sifatnya lebih pada orientasi permasalahan. Skibstnys, pendekatan
sosiologis memusatkan perhatian terhadap bagian tertentu dari masyarakat atau
kebudayaan.[23]
Hukum tidak tertulis atau
hukum adat didasarkan pada proses interaksi dalam masyarakat, dan kemudian
berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta memperlancar proses
interaksi tersebut. Sehingga, seringkali hukum adat dinamakan “ a system of stabilized
interactional expentacies”. Dengan demikian dapatlah
dikatakan, bahwa manfaat hukum adat bagi pembangunan hukum, adalah:
a. Adanya kecenderungan didalam hukum adat untuk
merumuskan keteraturan perilaku mengenai peranan atau fungsi.
b. Merumuskan secara menyeluruh terhadap prilaku-prilaku
serta segala akibatnya.
c. Merumuskan perihal pola penyelesaian sengketa yang
mungkin terjadi.
Jadi, konteks sosial dari
masing-masing suku bangsa akan memberikan corak warna tertentu pada hukum adat.
4. Dasar Hukum
Adat dari Sudut Pandang Sosiologis
Dari sudut pandang sosiologi
masyarakat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendasaran Hukum
Adat yang bersifat mengikat, yaitu di antaranya sebagai berikut:
a.
Masyarakat
Apabila
hendak dibicarakan gejala hukum dengan segala aspeknya,maka mau tak mau harus
juga disinggung perihal masyarakat yang menjadi wadah dari hukum tersebut. Hukum adalah masyarakat juga, yang ditelaah dari suatu sudut tertentu,
sebagaimana juga halnya dengan politik, ekonomi, dan lain sebagainya.
Masyarakat itu sendiri dapat diartikan sebagai manusia yang hidup bersama, yang
secara teoritis berjumlah dua orang dalam ukuran minimalnya. Jadi masyarakat
merupakan suatu sistem, yakni sistem sosial.
b.
Kebudayaan
Seorang dosen Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia yang bernama
Selo Soemardjan menyatakan sebagai berikut:
kalau
masyarakat diartikan sebagai sejumlah manusia yang hidup bersama cukup lama
sehingga dapat menciptakan satu kebudayaan, maka di Indonesia sekarang ada
banyak masyarakat.” Sehingga kebudayaan Indonesia bertambah banyak, dan
hal itu dapat dibedakan menjadi 3 macam kebudayaan:
1) Super Culture, yaitu satu kebudayaan untuk seluruh
masyarakat Indonesia. Misalnya satu bahasa Indonesia, satu Ideologi.
2) Culture, yaitu kebudayaan yang sejak dahulu dimiliki
oleh tiap-tiap suku bangsa.
3)
Sub-Culture, yaitu variasi dari culture yang dimiliki oleh tiap-tiap
kelompok atau golongan dalam suatu suku bangsa, misalnya dialek bahasa.
Selo Soemardjan lebih menitikberatkan suatu kemajemukan masyarakat itu pada
“Culture”. Karena kebudayaan dapat menjadi suatu ciri (khas) dari suatu
masyarakat.[24]
d. Hukum adat
Menurut Dr. Soepomo, “tiap-tiap hukum merupakan suatu
sistem, yaitu peraturan-peraturannya
merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran. Begitupun
hukum adat. Sistem hukum adat bersendi atas dasar-dasar alam pikiran bangsa
Indonesia, yang tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum
barat. Untuk dapat sadar akan sistem hukum adat, orang harus menyelami
dasar-dasar alam pikiran yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Unsur-unsur yang menjadi dasar bagi hukum adat
biasanya dinamakan “gegevens van het Recht”, mencangkup unsur idil dan
unsur ril.[25]
Unsur Idil terdiri dari rasa susila, rasa keadilan dan
rasio manusia. Rasa susila merupakan suatu hasrat dalam diri manusia, untuk
hidup dengan hati yang bersih. Rasa keadilan manusia bersumber pada kenyataan,
dimana setiap pribadi maupun golongan tidak merasa dirugikan karena perbuatan
atau kegian golongan lain.
Unsur Ril mencakup manusia, lingkungan alam, dan
kebudayaan. Manusia senantiasa dipengaruhi oleh unsur pribadi maupun lingkungan
sosialnya. Lingkungan alam merupakan lingkungan diluar lingkungan sosial yang
dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kebudayaan merupakan hasil ciptaan
manusia dalam pergaulan hidup, yang terwuud dalam hasil karya, rasa, dan cipta.
Hukum adat merupakan konkritisasi daripada kesadaran
hukum, khususnya pada masyarakat-masyarakat dengan struktur dan kebudayaan
sederhana. Kesadran hukum sebenarnya merupakan inti daripada sistem budaya
suatu masyarakat, kesadaran hukum itulah yang menimbulkan berbagai norma-norma,
oleh karena inti dari kesadaran hukum adalah hasrat yang kuat untuk senantiasa
hidup secara teratur.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Apabila hukum adat diidentikkan dengan hukum kebiasaan, maka
identifikasinya terutama dilakukan secara empiris atau dengan metode induktif.
Apabila hukum adat yang tercatat maka pengujiannya dilakukan secara empiris. Teori
ter Haar yang dikenal dengan nama “Beslissingen Leer” bertitik tolak pada
anggapan bahwa timbulnya dan terpeliharanya hukum adat terjadi karena :
1. keputusan para pejabat
hukuk dan,
2. keputusan warga-warga
masyarakat.
Intinya, teori-teori atau konsepsi-konsepsi hukum adat tersebut dapat
ditonjolkan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengembangan ilmu hukum
adat dan penelitian hukum adat membuka jalan bagi tumbuhnya teori-teori hukum
yang ersifat sosiologis.
b. Studi hukum adat
merupakan suatu jembatan yang menghubungkan pendekatan yuridist murni dengan
pendekatan sosiologis murni.
B. KRITIK DAN SARAN
Kami dari penulis, menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh
dari kesempurnaan, dan keterbatasan referensi untuk itu kami berharap kepada pembaca, terutama dosen
pembimbing mata kuliah ini berupa kritik dan sarannya terhadap makalah ini yang
bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung:
Alumni, 1982
Salman,
R.Otje, Sosiologi Hukum: Suatu Pengantar, Bandung: Armico,
1992
Saebani, Beni Ahmad, Sosiologi Hukum,
Bandung: Pustaka Setia, 2007
Setiady, Tolib, Intisari Hukum Adat
Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2009
Soekanto, Soejono, Sosiologi Suatu
Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982
_______________, Mengenal Sosiologi
Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989
_______________, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2005
Soekanto, Soejono, dan Soleman b. Taneko, Hukum
Adat di Indonesia, cet ke-V, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002
_______________, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2002
Soekanto, Soerjono, dan Hery Tjandrasari. J.S. Roucek, Pengendalian Social, Jakarta: Rajawali,1986
Pide, A. Suriyaman Mustari, Hukum Adat, Jakarta:
Pelita Pustaka, 2009
Warjiyati, Sri, Memahami Hukum
Adat. Surabaya: IAIN Surabaya, 2006
[8]Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, hal. 32-38
[10] Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1982), hal. 310
[11]Soejono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1989), hal. 11
[12]Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 310
[18]Soejono Soekanto, dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat di Indonesia,
cet ke-V, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), hal. 375
[21]A. Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat, hal. 17
[22]Soerjono Soekanto dan Hery Tjandrasari. J.S.
Roucek, Pengendalian Social, (Jakarta: Rajawali,1986)
hukum adat dan sosilogi hukum