Kamis, 24 Oktober 2013

HUKUM ADAT DI INDONESIA DAN SOSIOLOGI HUKUM- MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM


HUKUM ADAT DI INDONESIA DAN SOSIOLOGI HUKUM

MAKALAH

SOSIOLOGI HUKUM

“Diseminarkan Dalam Diskusi Lokal PMH Semester VII pada Mata Kuliah Sosiologi Hukum



Oleh

HANDAYANI            : 310.006
                                              



Dosen Pembimbing:
M. Taufik, S.Ag., M.Si



PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM (PMH)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1434 H / 2013 M
OUT LINE

BAB I            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Tujuan Pembuatan Makalah
C.     Batasan Masalah

BAB II            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hukum Adat di Indonesia
1.      Pengertian Hukum Adat
Sumber dari Buku Karangan :
-          Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2009
2.      Manfaat Mempelajari Hukum Adat
Sumber  dari Buku Karangan :
-          Sri Warjiyati, Memahami Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya, 2006
3.      Unsur-unsur Pembentukan Hukum Adat
Sumber dari Buku Karangan :
-          Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2009.
-          Sri Warjiyati, Memahami Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya, 2006
4.      Corak dan Sistem Hukum Adat
Sumber dari Buku Karangan :
-          Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2009.
-          Sri Warjiyati, Memahami Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya, 2006
B.     Sosiologi Hukum
1.      Pengertian Sosiologi Hukum
Sumber dari Buku Karangan :
-          Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982
-          Soejono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum, Bandung: Citra Aditya, 1989
-          Satjipto Raharjo, , Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1982, dan
-          R. Otje, Salman, Sosiologi Hukum: Suatu Pengantar, Bandung: Armico, 1992
2.      Kegunaan Sosiologi Hukum
Sumber dari Buku Karangan :
-          Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005
3.      Berbagai Pendekatan dalam Sosiologi Hukum
Sumber dari Buku Karangan :
-          Beni Ahmad, Saebani, Sosiologi Hukum, Bandung:  Pustaka Setia, 2007
C.    Hukum Adat di Indonesia dan Sosiologi Hukum
1.      Hukum Adat dalam Pembangunan
Sumber dari Buku Karangan :
-          Soejon, Soekanto, dan Soleman b. Taneko, Hukum Adat di Indonesia, cet ke-V, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002
2.      Sistem Pengendalian Sosial
Sumber dari Buku Karangan :
-          A. Suriyaman Mustari, Pide, Hukum Adat, Jakarta: Pelita Pustaka, 2009
-          Soerjono Soekanto, dan Hery Tjandrasari. J.S. Roucek,  Pengendalian Social, Jakarta: Rajawali,1986
3.      Pendekatan Sosiologis Serta Hukum Adat dalam Pembangunan
Sumber dari Buku Karangan :
-          Soejono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2002
4.      Dasar Hukum Adat Dari Sudut Pandang Sosiologis
Sumber dari Buku Karangan :
-          Soejono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2002
BAB III          PENUTUP
A.    KESIMPULAN
B.     KRITIK DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan Sosiologi Hukum di awali oleh Anzilloti pada Tahun 1882 yaitu yang memperkenalkan ruang lingkup dan objek kajian sosiologi hukum dan juga dipengaruhi oleh disiplin ilmu filsafat hukum, ilmu hukum dan sosiologi hukum. Dimana filsafat hukum adalah yang menjadi penyebab lahirnya sosiologi hukum yaitu aliran Positivisme yang artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih diatas derajatnya dengan maksud bahwa yang paling bawah adalah Putusan Peradilan dan diatasnya adalah Undang-Undang dan Kebiasaan dan diatasnya lagi adalah Konstitusi dan diatasnya lagi adalah Grundnorm yaitu dasar atau basis sosial dari hukum yang merupakan salah satu obyek pembahasan didalam sosilogi hukum.
Dengan demikian dalam upaya pembangunan sistim hukum harus memperhatikan Konsitusi dan Kebiasaan yang hidup didalam masyarakat, karena jika hukum positif yang diberlakukan didalam masyarakat tidak sejalan dan bertentangan dengan hukum yang hidup didalam masyarakat maka dapat dipastikan hukum posirif atau undang-undang tersebut tidak dapat berjalan dengan efektif.

B.     Tujuan Pembuatan Makalah
Makalah ini penulis buat dengan tujuan untuk mengembangkan dan menambah pengetahuan dan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Sosiologi Hukum yang dibimbing oleh Bapak M. Taufik, S.Ag., M.Si

C.    Batasan Makalah
Makalah Sosiologi Hukum ini penulis batasi supaya tidak melenceng kepada pembahsan berikutnya. Penulis membahas sesuai dengan yang tertera di dalam Out Line yang telah penulis buat.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Adat di Indonesia
1.      Pengertian Hukum Adat
Istilah hukum adat adalah merupakan terjemahaan dari istilah (bahasa) Belanda “Adat Recht” yang awalnya dikemukakan oleh Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronje nama Muslimnya H. Abdul Ghafar di dalam bukunya  berjudul “De Atjehers”[1] menyatakan bahwa:
“Hukum adat adalah adat yang mempunyai sanksi, sedangkan adat yang tidak mempunyai sanksi adalah merupakan kebiasaan normatif, yaitu kebiasaan yang terujud sebagai tingkah laku dan berlaku di dalam masyarakat. Pada kenyataan antara hukum adat dengan adat kebiasaan itu batasnya tidak jelas.”[2]
Pengertian hukum adat menurut Prof. Dr. Cornellis Van Vollenhoven
Sebagai seorang  yang pertama-tama menjadikan hukum adat sebagai ilmu pengetahuan, sehingga hukum adat menjadi sejajar kedudukannya dengan hukum lain di dalam ilmu hukum menyatakan sebagai berikut:
“Hukum adat adalah aturan-aturan perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan orang-orang timur asing yang disatu pihak mempunyai sanksi (maka dikatakan sebagai hukum) dan dilain pihak tidak dikodifikasikan (maka dikatakan adat)”[3]
Pengertian hukum adat menurut Soejono Soekanto, beliau menyatakan bahwa hukum adat adalah “ hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, artinya kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai akibat hukum. Kebiasaan yang merupakan hukum adat adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama”.[4]
Hukum Adat merupakan hukum tradisional masyrakat yang merupakan perwujudan dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara pandangan hidup yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat tersebut berlaku.[5]
2.      Manfaat Mempelajari Hukum Adat
Menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH menyatakan manfaat hukum adalah tersebut adalah: dengan memepelajari hukum adat maka kita akan memahami budaya hukum Indonesia, kita tidak menolak budaya hukum asing sepanjang ia tidak bertentangan dengan budaya hukum Indonesia. Begitu pula dengan mempelajari hukum adat maka akan dapat kita ketahui hukum adat yang mana yang ternyata tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, dan hukum adat yang mana yang mendekati keseragaman yang dapat diperlakukan sebagai hukum nasional.
3.      Unsur-Unsur Pembentukan Hukum Adat
Hasil seminar Hukum adat dan pembinaan hukum nasional diselenggarakan di Yogyakarta oleh pakar-pakar hukum adat di Indonesia, maka dapatlah dinyatakan bahwa terwujudnya hukum adat itu dipengaruhi oleh agama.
Menurut Prof. Dr. Mr. Soekanto unsur-unsur adat itu adalah:
“Jika kita mengeluarkan pertanyaan hukum apakah menurut kebenaran, keadaan yang bagian terbesar terdapat di dalam hukum adat, maka jawabanya adalah hukum Melayu Polinesia yang asli itu dengan di sana sini sebagai bahagian yang sangat kecil adalah hukum agama”
Menurut Prof. Djojodigoeno mengemukakan batasan yang sama beliau menyatakan bahwa:
“unsur lainya yang tidak begitu besar artinya atau luas pengaruhnya adalah unsur-unsur keagamaan, teristimewa unsur-unsur dibawa oleh agama Islam, pengaruh agama Kristen, dan agama Hindu”.[6]
a.       Unsur Kenyataan
Adat dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat dan secara berulang-ulang serta berkesinambungan dan rakyat mentaati serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

b.       Unsur Psikologis
Setelah hukum adat ini ajeg atau berulang-ulang yang dilakukan selanjutnya terdapat keyakinan pada masyarakat bahwa adat yang dimaksud mempunyai kekuatan hukum, dan menimbulkan kewajiban hukum (opinion yuris necessitatis).[7]
4.      Corak dan Sistem Hukum Adat
1)      Corak Hukum Adat
Prof. Hilman Hadikusumah, SH menegaskan bahwa Hukum adat Indonesia yang normatif pada umunya menunjukan corak-corak sebagai berikut:
a.       Tradisional
Hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional, artinya bersifat turun temurun dari zaman nenek moyang sampai ke anak-anak cicit sekarang dimana keadaannya masih tetap berlaku dan tetap dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
b.      Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat keagamaan (Magis Relegius) artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang Ghaib atau berdasarkan ajaran ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Menurut kepercayaan bangsa Indonesia, bahwa di alam semesta ini benda-benda itu serba berjiwa (Animisme), benda-benda itu punya daya bergerak (dinanisme) disekitar kehidupan manusia itu ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia (Malaikat, Jin dan lain-lainya), dan alam sejagat ini ada kerena ada yang mengadakan yaitu Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya apabila manusia akan memutuskan atau menetapkan, mengatur, menyelesaikan hajat biasanya berdo’a dan memohon keridhoan yang Maha Pencipta.
c.       Kebersamaan
Hukum adat mempunyai corak yang bersifat kebersamaan (komunal), artinya dia lebih mengutamakan kepentingan bersama dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama (satu untuk semua, semua untuk satu) (one for all, all for one). Hubungan hukum antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainya didasarkan oleh rasa kebersamaan kekeluargaan, gotong royong, tolong menolong.
d.      Konkrit dan Visual
Corak hukum adat adalah konkrit, artinya jelas, nyata, tidak berujud, Visual artinya dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak sembunyi. Jadi sifat hubungan hukum yang berlaku dalam hukum adat itu adalah terang dan tunai, tidak samar-sama, diketahui, dan didengar orang lain, dan nampak terjadi ijab kabul (serah terima).
e.       Terbuka dan Sederhana
Corak hukum adat terbuka artinya dapat menerima masuknya unsur-unsur yang datang dari luar asal saja tidak bertentangan dengan hukum adat sendiri. Sederhana artinya bersahaja, tidak rumit, tidak tertulis, mudah dimengerti dan dilaksanakan berdasarkan saling percaya mempercayai.
Keterbukaanya misalnya dapat dilihat dari masuknya agama Hindu dalam hukum perkawinan adat yang disebut Kawin Anggau yaitu jika suami wafat maka si istri kawin lagi dengan saudara suami. Atau masuknya agama Islam di dalam hukum waris adat yang disebut “pembagian segendong sapikul” (bagian warisan bagi ahli waris pria dan wanita 2:1)
Keserdahanaanya, dapat dilihat dari contoh sebagai berikut:
Terjadinya transaksi-transaksi yang berlaku tanpa surat menyura. Misalnya di dalam perjanjian bagi hasil antara pemilik tanah dengan penggarap cukup adanya kesepakatan keduanya secara lisan.
f.       Dapat Berubah dan Menyesuaian
Menurut Prof. Dr. Soepomo, SH sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Van Vollenhoven dinyatakan sebagai berikut:
Hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. Hukum adat pada waktu yang telah lampau agak berbeda isinya, hukum adat menunjukan perkembangan”.
g.      Tidak Dikodifikasi
Hukum adat kebanyakan tidak ditulis walaupun ada juga di antaranya yang dicatat, bahkan ada yang dibukukan dengan cara yang sistematis, namun hanya sekedar sebagai pedoman dan bukan mutlak harus dilaksanakan oleh anggota masyarakat, kecuali yang bersifat perintah Tuhan.[8]
h.      Musyawarah dan Mufakat
Hukum adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat di dalam keluarga, di dalam hubungan kekerabatan dan ketetanggaan baik untuk memulai sesuatu pekerjaan maupun di dalam mengakhiri pekerjaan apalagi yang bersifat peradilan di dalam menyelesaikan penyelisihan antara satu dengan lainya.
2)      Sistem Hukum Adat
Sistem hukum adat pada dasarnya bersendikan pada alam fikiran bangsa Indonesia yang tidak sama dengan alam pikiran masyarakat Barat. Oleh karena itu sistem hukum adat dan sistem hukum Barat terdapat beberapa perbedaan di antaranya :
Hukum Barat
Hukum Adat
-          Mengenal hak suatu barang dan hak orang seorang atas sesuatu objek yang hanya berlaku terhadap sesuatu orang lain yang tertentu
-          Tidak mengenal dua pembagian hak tersebut, perlindungan hak ditangan hakim
-          Mengenal Hukum Umum dan Hukum Privat
-          Berlainan daripada batas antara lapangan public dan lapangan privat pada Hukum Barat
-          Ada Hakim Pidana dan Hakim Perdata
-          Pembetulan hukum kembali kepada hakim (kepala adat) dan upaya adat (adat reaksi)[9]





B.     Sosiolagi Hukum
1.      Pengertian Sosiologi Hukum
Definisi Sosiologi Menurut Para Pakar antara lain:[10]
Piritim Sorokin Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari :
a.    Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala social (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dsb.)
b.    Hubungan dan pengaruh timbale balik antara gejala social dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya gejala geografis, biologis, dan lain-lain).

Definisi Sosiologi Hukum Menurut Para Pakar, Soerjono Soekanto Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbale balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya.[11] Satjipto Rahardjo Sosiologi hukum (sociology of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola prilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.[12]
R. Otje Salman Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris analitis.[13]
Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
Menurut Brade Meyer
a.       Sociology af the law
Menjadikan hukum sebagai alat pusat penelitian secara sosiologis yakni sama halnya bagaimana sosiologi meneliti suatu kelompok kecil lainnya. Tujuan penelitian adalah selain untuk menggambarkan betapa penting arti hukum bagi masyarakat luas juga untuk menggambarkan proses internalnya hukum.
b.      Sociology in the law
Untuk memudahkan fungsi hukumnya, pelaksanaan fungsi hukum dengan dibantu oleh pengetahuanatau ilmu sosial pada alat-alat hukumnya.

2.      Kegunaan Sosiologi Hukum
Kegunaan sosiologi hukum didalam kenyataannya adalah sebagai berikut:[14]
a)      Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum di dalam konteks sosial.
b)      Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisisterhadap efektivitas hukuim dalam masyarakat, baik sebagai pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masnyarakat, dan sarana untuk mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu.
c)      Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.

Kegunaan-kegunaan umum tersebut, secara terinci dapat dijabarkan sebagai berikut:[15] a.  Pada taraf organisasi dalam masyarakat:
1)      Sosiologi hukum dapat mengungkapkan ideologi dan falsafah yang mempengaruhi perencanaan, pembentukan, dan penegakan hukum.
2)      Dapat diidentifikasikan unsur-unsur kebudayaan manakah yang mempengaruhi isi atau substansi hukum.
3)      Lembaga-lembaga manakah yang sangat berpengaruh di dalam pembentukan hukum dan penegakannya.
b.      Pada taraf golongan dalam masyarakat:
1)      Pengungkapan dari golongan-golongan manakah yang sangat menentukan dalam pembentukan, dan penerapan hukum.
2)      Golongan-golongan manakah yang beruntung atau sebaliknya manakah yang dirugikan dengan adanya hukum-hukum tertentu.
3)      Kesadaran hukum dari pada glolongan-golongan tertentudalam masyarakat.
c.       Pada taraf individual:
1)      Identifikasi terhadap unsur-unsur hukum yang dapat mengubah perilaku warga masyarakat.
2)      Kekuatan, kemampuan, dan kesungguhan hati dari para penegak hukum dalam melaksanakan fungsinya.
3)      Kepatuhan ndari warga masyarakat terhadap hukum, baik yang berwujud kaidah-kaidah yang menyangkut kewajiban-kewajiban, hak, maupun perilaku yang teratur.
3.      Berbagai Pendekatan dalam Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum merupakan pengetahuan realitas relatif karena senantiasa mengedepankan kajianya terhadap sesuatu yang terjadi. Hukum yang berupa kaidah sosial atau berbagai peraturan dalam prinsip sosiologi hukum mengalami berbagai perubahan. Setiap perubahan kemungkinan akan memengaruhi perilaku masyarakat. Tindakan sosial merupakan realitas mutlak, sementara relevansinya dengan ketaatan terhadap norma sosial atau hukum merupakan realita relatif. Pemahaman tersebut dibangun oleh tiga alasan:
a.       Segala yang sesuatu yang terjadi dalam masyarakat secara empiris terlihat dan terasa adalah realita absolut, karena apapun yang terjadi secra lahiriyah, begitulah hukum tentang kejadian. Menurut hukum Islam Fahkum Bidhawahiri (hukum ada karena lahiriyahnya). Maksudnya apa yang terlihat dan terasa merupakan ketentuan mutlak adanya keberlakuan hukum Islam.
b.      Pemahaman terhadap segala yang terjadi dan dilakukan oleh masyarakat bukan merupakan kejadianya. Dengan demikian, pemahaman atas segala sosial adalah realita relatif yang sangat dekat dengan seribu macam kemungkinan. Setiap ilmu pengetahuan dengan netral dapat melakukan penafsiran hukmiah terhadap tindak tanduk manusia dan masyarakat.
c.       Kompromisasi antara segala hal yang terjadi di masyarakat dengan corak pemahaman hukmiah merupakan salah satu bentuk sintesis antara realita mutlak dan realita  relatif.
Dengan tiga alasan di atas, secara filosofi ada tiga pendekatan yang digunakan dalam sosiologi hukum untuk memahami hukum yang berlaku, hukum yang diterapkan, dan hukum yang dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yaitu sebagai berikut:[16]
1)      Pendekatan Ontologis
Pendekatan Ontologis adalah  pendekatan yang mengkaji secara mendalam tentang hakikat kehidupan sosial dan hukum yang diterapkan dan berlaku dalam masyarakat. Teori hakikat dalam konteks sosiologi hukum menitik beratkan pada prinsip-prinsip  dasar tujuan hidup masyarakat dan berbagai upaya mencapainya.
2)      Pendekatan Epistemologis
Sutardjo Wiramihardja mengatakan bahwa epistemologis adalah filsafat ilmu yang mempersoalkan kebenaran pengetahuan, kebenaran ilmu atau keilmuan pengetahuan, kebenaran epistemologis dirinci ke dalam hal yang mendasar, adalah kebenaran religius, yaitu kebenaran yang dibangun oleh kaidah-kaidah agama dan keyakinan tertentu yang bersifat mutlak dan tidak dapat dibantah.
3)    Pendekatan Aksiologi
Pendekatan Aksiologis adalah pendekatan filosofis yang dapat diterapkan ke dalam sosiologi hukum untuk mengkaji gejala sosial dan eksitensi hukum dan urgensinya bagi masyarakat atau hukum. Menurut Juhaya S. Pradja mengatakan bahwa pendekatan aksiologis peling tidak mempertanyakan hal-hal yang berkaitan secara langsung pragmatis tentang etika, manfaat dan faedah dari setiap perilaku dan tindakan manusia atau masyarakat umum.[17]
C.    Hukum adat di Indonesia dan Sosiologi Hukum
1.      Hukum Adat dalam Pembangunan
Hukum tidak tertulis atau hukum adat didasarkan pada proses interaksi dalam masyarakat, dan kemudian berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta mempelancar proses interaksi tersebut.[18]
Dengan demikian dapatlak dikatakan, bahwa manfaat hukum adat bagi pembangunan atau pembangunan hukum Khususnya adalah sebagai berikut:
a)      Adat kecenderungan di dalam hukum adat untuk merumuskan keteraturan perilaku mengenai peranan dan fungsi.
b)      Di dalam hukum adat biasanya perilaku-perilaku dengan gejala akibat-akibatnya dirumuskan secara menyeluruh, terutama untuk perilaku menyimpang dengan sanksinya yang negatif.
c)      Biasanya di dalam hukum adat dirumuskan perihal pola penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi.
Sudah tentu bahwa konteks sosial dari masing-masing suku bangsa, akan memberi warna tertentu pada hukum adat tersebut. Namun tidaklah mustahil, bahwa dari perbedaan-perbedaan yang ada dapatlah dicari persamaan-persamaan di dalam asas-asas hukumnya. Oleh karena itu maka di dalam mengadakan identifikasi terhadap hukum adat yang mungkin berperan di dalam pembangunan, maka perlu diadakan kegiatan, kegiatan ilmiah untuk menentukan, hal-hal sebagai berikut:
1). Identifikasi terhadap hukum adat yang menunjang pembangunan, hukum adat mana perlu diperkuat.
2). Hukum adat bersifat netral terhadap pembangunan
3). Hukum adat bertentangan dengan pembangunan, dengan kemungkinan-kemungkinan, sebbagai berikut:
      a. Hukum adat secara tegas bertentangan dengan pembangunan
b. Hukum adat yang bertentangan dengan pembangunan, akan tetapi yang dengan sendirinya terhapus di dalam proses pembangunan
c. Hukum adat yang bertentanagan dengan pembangunan, akan tetapi tidak terbukti relevan lagi.
Di samping hal-hal tersebut di atas maka diperlukan pula identifikasikan, hal-hal tersebut:
a.       Hukum adat yang dianut kerena diperintahkan oleh penguasa adat.
b.      Hukum adat yang dianut karena kolektifitas menghendakinya, pada halnya belum tentu adil.
c.       Hukum adat yang dianut, kerna dianggap adil oleh warga-warga masyarakat secara individual.[19]

2.      Sistem Pegendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang di tempuh kelompok atau orang masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai denagn harapan kelompok atau masyarakat.
Hukum adat sebagai sistem pengendalian sosial telah memberikan perananya dalam rangka terciptanya keteraturan masyarakat. Di sinilah pentingnya keberadaan hukum adat sebagai sistem pengendalian sosial yang diharapkan agar anggota masyarakat mematuhi norma-norma sosial sehingga terciptanya keselarasan dalam kehidupan sosial.[20]
Beberapa jenis pengendalian sosial adalah:
a.       Pengendalian Preventif
Merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran atau dalam versi “mengancam sanksi” atau usaha pengcegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi usaha pengendalian sosial yang bersifat prefentif dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan
b.      Pengendalian Represif
Kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran dengan masksud hendak bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan.
c.       Pengendalian Sosial Gabungan
merupakan usaha mencegah terjadinya preventive, sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma social.[21]
Jenis-Jenis Pengendalian Sosial
a.       Cemoohan, yaitu kritikan secara langsung terhadap seseorang atau kelompok jika di anggap menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
b.      Gossip, yaitu bentuk pengendalian social atau kritik social yang di lontarkan secara tertutup oleh masyarakat terhadap warga masyarakat yang menyimpang perilakunya.
c.       Pendidikan, dapat membina dan mengarahkan seseorang pada pembentukan sikap dan tindakan yang baik.
d.      Teguran, yaitu kritik social yang di sampaikan secara terbuka oleh masyarakat terhadap warga masyarakat yang menyimpang perilakunya.
e.       Ajaran agama, merupakan salah satu saran pengendalian social yang efektif. Akan menjadikan ajaran agamanya sebagai pedoman hidup dalam bersikap dan berprilaku.
f.       Ostraisisme, adalah suatu bentuk pengucilan.tujuannya adalah agar seseorang atau kelompok yang bersangkutan tidak lagi mengulangi pelanggaran yang pernah di alami.[22]
g.      Fraundules , adalah pengendalian social dengan jalan meminta bantuan pihak lain yang di anggap dapat menyelesaikan masalah yang di hadapi.
h.      Intimidasi, adalah pengendalian social yang dilakukan dengan cara menekan , memaksa, meneror atau menakut-nakuti,dll.
i.        Hukuman, yaitu alat pengendalian social yang paling tegas dan nyata sanksinya.sanksinya berupa hukuman fisik, pidana, denda dan lain-lain.
3.      Pendekatan Sosiologis Serta Hukum Adat dalam Pembangunan
Hukum pasa hakekatnya merupakan suatu realitas sosial,  karena mempunyai karakteristik yang selalu merujuk pada realitas sosial. Pertama, hukum menghendaki adanya stabilitas dalam masyarakat. Kedua, hukum sebagai kaedah-kaedah yang mengatur hubungan antar manusia. Ketiga, hukum cenderung untuk mementingkan ketertiban.
Suatu pendekatan sosiologis, biasanya bersifat Pragmatis yang artinya menganalisis gejala-gejala sosial dengan agak mengabaikan konteks kebudayaannya secara menyeluruh. Pendekatan sosiologis sifatnya lebih pada orientasi permasalahan. Skibstnys, pendekatan sosiologis memusatkan perhatian terhadap bagian tertentu dari masyarakat atau kebudayaan.[23]
Hukum tidak tertulis atau hukum adat didasarkan pada proses interaksi dalam masyarakat, dan kemudian berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta memperlancar proses interaksi tersebut. Sehingga, seringkali hukum adat dinamakan “ a system of stabilized interactional expentacies”. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa manfaat hukum adat bagi pembangunan hukum, adalah:
a.       Adanya kecenderungan didalam hukum adat untuk merumuskan keteraturan perilaku mengenai peranan atau fungsi.
b.      Merumuskan secara menyeluruh terhadap prilaku-prilaku serta segala akibatnya.
c.       Merumuskan perihal pola penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi.
Jadi, konteks sosial dari masing-masing suku bangsa akan memberikan corak warna tertentu pada hukum adat.
4.      Dasar Hukum Adat dari Sudut Pandang Sosiologis
Dari sudut pandang sosiologi masyarakat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendasaran Hukum Adat yang bersifat mengikat, yaitu di antaranya sebagai berikut:
a.       Masyarakat
Apabila hendak dibicarakan gejala hukum dengan segala aspeknya,maka mau tak mau harus juga disinggung perihal masyarakat yang menjadi wadah dari hukum tersebut. Hukum adalah masyarakat juga, yang ditelaah dari suatu sudut tertentu, sebagaimana juga halnya dengan politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Masyarakat itu sendiri dapat diartikan sebagai manusia yang hidup bersama, yang secara teoritis berjumlah dua orang dalam ukuran minimalnya. Jadi masyarakat merupakan suatu sistem, yakni sistem sosial.
b.      Kebudayaan
Seorang dosen Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia yang bernama Selo Soemardjan menyatakan sebagai berikut:
kalau masyarakat diartikan sebagai sejumlah manusia yang hidup bersama cukup lama sehingga dapat menciptakan satu kebudayaan, maka di Indonesia sekarang ada banyak masyarakat.” Sehingga kebudayaan Indonesia bertambah banyak, dan hal itu dapat dibedakan menjadi 3 macam kebudayaan:
1)      Super Culture, yaitu satu kebudayaan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Misalnya satu bahasa Indonesia, satu Ideologi.
2)      Culture, yaitu kebudayaan yang sejak dahulu dimiliki oleh tiap-tiap suku bangsa.
3)      Sub-Culture, yaitu variasi dari culture yang dimiliki oleh tiap-tiap kelompok atau golongan dalam suatu suku bangsa, misalnya dialek bahasa.

Selo Soemardjan lebih menitikberatkan suatu kemajemukan masyarakat itu pada “Culture”. Karena kebudayaan dapat menjadi suatu ciri (khas) dari suatu masyarakat.[24]
d.       Hukum adat
Menurut Dr. Soepomo, “tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran. Begitupun hukum adat. Sistem hukum adat bersendi atas dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia, yang tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum barat. Untuk dapat sadar akan sistem hukum adat, orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Unsur-unsur yang menjadi dasar bagi hukum adat biasanya dinamakan “gegevens van het Recht”, mencangkup unsur idil dan unsur ril.[25]
Unsur Idil terdiri dari rasa susila, rasa keadilan dan rasio manusia. Rasa susila merupakan suatu hasrat dalam diri manusia, untuk hidup dengan hati yang bersih. Rasa keadilan manusia bersumber pada kenyataan, dimana setiap pribadi maupun golongan tidak merasa dirugikan karena perbuatan atau kegian golongan lain.
Unsur Ril mencakup manusia, lingkungan alam, dan kebudayaan. Manusia senantiasa dipengaruhi oleh unsur pribadi maupun lingkungan sosialnya. Lingkungan alam merupakan lingkungan diluar lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kebudayaan merupakan hasil ciptaan manusia dalam pergaulan hidup, yang terwuud dalam hasil karya, rasa, dan cipta.
Hukum adat merupakan konkritisasi daripada kesadaran hukum, khususnya pada masyarakat-masyarakat dengan struktur dan kebudayaan sederhana. Kesadran hukum sebenarnya merupakan inti daripada sistem budaya suatu masyarakat, kesadaran hukum itulah yang menimbulkan berbagai norma-norma, oleh karena inti dari kesadaran hukum adalah hasrat yang kuat untuk senantiasa hidup secara teratur.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Apabila hukum adat diidentikkan dengan hukum kebiasaan, maka identifikasinya terutama dilakukan secara empiris atau dengan metode induktif. Apabila hukum adat yang tercatat maka pengujiannya dilakukan secara empiris. Teori ter Haar yang dikenal dengan nama “Beslissingen Leer” bertitik tolak pada anggapan bahwa timbulnya dan terpeliharanya hukum adat terjadi karena :
1. keputusan para pejabat hukuk dan,
2. keputusan warga-warga masyarakat.

Intinya, teori-teori atau konsepsi-konsepsi hukum adat tersebut dapat ditonjolkan hal-hal sebagai berikut :
a.       Pengembangan ilmu hukum adat dan penelitian hukum adat membuka jalan bagi tumbuhnya teori-teori hukum yang ersifat sosiologis.
b.      Studi hukum adat merupakan suatu jembatan yang menghubungkan pendekatan yuridist murni dengan pendekatan sosiologis murni.

B.     KRITIK DAN SARAN
Kami dari penulis, menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan, dan keterbatasan referensi untuk itu  kami berharap kepada pembaca, terutama dosen pembimbing mata kuliah ini berupa kritik dan sarannya terhadap makalah ini yang bersifat membangun.







DAFTAR PUSTAKA
                                                                                                                                     
Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1982
Salman, R.Otje, Sosiologi Hukum: Suatu Pengantar, Bandung: Armico, 1992
Saebani, Beni Ahmad, Sosiologi Hukum, Bandung:  Pustaka Setia, 2007
Setiady, Tolib, Intisari Hukum Adat Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2009
Soekanto, Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982
_______________, Mengenal Sosiologi Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989
_______________,  Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005
Soekanto, Soejono, dan Soleman b. Taneko, Hukum Adat di Indonesia, cet ke-V, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002
_______________, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2002
Soekanto, Soerjono, dan Hery Tjandrasari. J.S. Roucek,  Pengendalian Social, Jakarta: Rajawali,1986
Pide,  A. Suriyaman Mustari, Hukum Adat, Jakarta: Pelita Pustaka, 2009
Warjiyati, Sri, Memahami Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya, 2006


[1]Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.  3
[2]Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, hal. 8
[3] Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, hal. 9
[4]Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, hal. 22
[5]Sri Warjiyati,  Memahami Hukum Adat, (Surabaya: IAIN Surabaya, 2006), hal.16
[6]Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, hal. 29-30
[7]Sri Warjiyati, Memahami Hukum Adat, (Surabaya: IAIN Surabaya, 2006), hal. 22
[8]Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, hal. 32-38
[9]Sri Warjiyati, Memahami Hukum Adat. (Surabaya: IAIN Surabaya, 2006), hal. 27
[10] Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982), hal. 310
[11]Soejono Soekanto, Mengenal Sosiologi Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989), hal. 11
[12]Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 310
[13]R.Otje Salman, Sosiologi Hukum: Suatu Pengantar, (Bandung: Armico, 1992), hal. 13
[14]Soerjono Soekanto,  Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 26
[15] Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, hal. 27
[16] Beni Ahmad Saebani, Sosiologi Hukum,( Bandung:  Pustaka Setia, 2007), hal. 24-25
[17] Beni Ahmad Saebani, Sosiologi Hukum, hal. 26-27
[18]Soejono Soekanto, dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat di Indonesia, cet ke-V, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), hal. 375
[19]Soejono Soekanto, dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat di Indonesia, hal. 377-378
[20]A. Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat, (Jakarta: Pelita Pustaka, 2009), hal. 16
[21]A. Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat, hal. 17
[22]Soerjono Soekanto dan Hery Tjandrasari. J.S. Roucek, Pengendalian Social, (Jakarta: Rajawali,1986)
[23]Soejono Soekanto dan Soleman, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 2002), hal. 397
[24]Soejono Soekanto dan Soleman, Hukum Adat Indonesia, hal. 40
[25]Soejono Soekanto dan Soleman, Hukum Adat Indonesia, hal.143