Minggu, 02 Juni 2013

KEBUTUHAN DAN PANDUAN BANTUAN HUKUM


NAMA                       : HANDAYANI
BP                               : 310.006
FAK/JUR                  : SYARI’AH/PMH
MATA KULIAH      : BANTUAN HUKUM
DOSEN                      : NENI VESNA MADJID. SH.MH

KEBUTUHAN DAN PANDUAN BANTUAN HUKUM

A.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perumusan Kebutuhan
Masalah untuk menentukan apakah ada kebutuhan akan Bantuan Hukum  atau tidak sama dengan pertanyaan yang dihadapi pada kriminologi yaitu:
Seberapa besarkah kriminalitas yang ada dalam suatu masyarakat?
Di dalam kriminologi diadakan pembedaan antara kriminalitas yang diregtiscresikan dengan kriminalitas yang dilaporkan sendiri. Hal mana menghasilkan berbagai pandangan baru. Secara enalogis hal ini diterapkan pada Bantuan Hukum dengan jalan membedakan antara kebutuhan akan Bantuan Hukum yang diregistrasikan dengan dilaporkan sendiri.
Misalnya:
Dengan menelaah data statistik yang ada pada lembaga-lembaga pemberi Bantuan Hukum.
Walaupun demikian, walaupun masih ada masalah yang menyangkut demikian yang kemungkinan adanya Dark Number. Itu peristiwa-peristiwa yang tidak tercatak/tidak dilaporkan.
Dan Dark number tersebut terungkapkan secara jelas maka kemungkinan besar masalah besar akan Bantuan Hukum akan dapat dirumuskan akan tetapi kalaupun dicarikan perumusannya maka akan dapat ditemukan berbagai perumusan karena kebutuhan akan Bantuan Hukum. Bersegi majemuk.
B.     Cara-Cara Mengukur Adanya Kebutuhan
Sebagaimana dijelaskan di muka, kebutuhan bukan hanya terbatas pada bantuan hukum, akan tetapi menyangkut jelas masalah-masalah hidup lainnya.
Misalnya:
1.      Kebutuhan akan perawatan
2.      Kebutuhan akan kesehatan
3.      Kebutuhan akan pendidikan
4.      Kebutuhan akan rekreasi
Kalau kebutuhan – kebutuhan manusia tidak tercapai atau hanya setengah tercapai maka akan terjadi kekecewaan. Apabila toleransi terhadap kekecewaan tersebut cukup serasi maka ada kecenderungan tidak akan terjadi hal-hal yang negatif selanjutnya SARLITO mengatakan “Kalau pada suatu saat terjadi dua kebutuhan sekaligus yang sama maka akan timbul keadaan dalam diri orang yang bersangkutan dinamakan konflik”.
Konflik tersebut dapat bersifat mendekat – mendekat, menjauh – menjauh atau mendekat menjauh.
Konflik mendekat-mendekat terjadi apabila seseorang dihadapkan pada pemilihan yang sama kuat, nilai positifnya pada konflik menjauh-menjauh pilihan melibatkan hal-hal yang sama nilai negatifnya. Selanjutnya ada kemungkinan bahwa pemilihan berkisar pada hal-hal yang mengandung nilai-nilai positif dan negatif. Kiranya jelas bahwa secara psikologis kebutuhan akan bantuan hukum senantiasa harus dikaitkan dengan hal-hal tersebut diatas. Yang tidak kalah pentingnya adalah akibat-akibat yang harus diperhitungkan apabila kebutuhan itu tidak terpebuhi, oleh karena maka di dalam menentukan ada atau tidak adanya kebutuhan tersebut timbul masalah-masalah umpamanya:
1.      Apakah kebutuhan itu
2.      Apakah kebutuhan tersebut menyangkut ukuran pribadi atau umum
3.      Bagaimanakah perwujudan daripada kebutuhan menurut ukuran umum
4.      Apakah terdapat perbedaan antara kebutuhan laten dan manifes.
Ternyata bahwa masalah kebutuhan (akan bantuan hukum) bukanlah pengertian yang sepenuhnya bersifat netral.
Suatu kebutuhan dapat menyangkut keharusan dan harapan kadang-kadang ada kebutuhan dapat yang sudah diformulasikan terlebih dahulu dan ada yang belum, senantiasa dibedakan antara kebutuhan-kebutuhan klem dan manifestasi. Kebutuhan laten adalah kebutuhan sesungguhnya yang dinamakan demikian sedangkan kebutuhan-kebutuhan manifest merupakan kebutuhan. Kebutuhan yang tampak dengan mistes. Pada suatu test tertentu. Hervey menyadari akan kesulitan ini yang disebut timbul sehingga dia mengemukakan beberapa cara untuk mengukur adanya kebutuhan tersebut.
Caranya adalah sebagai berikut:
1.      Mekanisme pasaran melalui permintaan dan penawaran
2.      Menanyakan kepada organ-organ yang mempunyai kebutuhan misalnya dengan mengadakan suatu survey
3.      Menafsirkan statistik
4.      Menanyakan kepada mereka yang ahli
Kelemahan tersebut muncul oleh karena kebutuhan akan bantuan hukum. Diukur semata-mata atas dasar frekuensi datangnya warga masyarakat untuk meminta bantuan hukum sudah dapat  diduga bahwa para pemberi bantuan hukum dalam hal ini para akan mempertimbangkan dengan sekarang lancar Bantuan Hukum konarsial dengan eurisil. Sehingga kurang menggambarkan benda yang sebenarnya dalam kebutuhan akan Bantuan Hukum.
Hal itu disebabkan oleh karena akan timbul pendapat bahwa apabila masyarakat tidak datang untuk meminta bantuan hukum maka dengan sendirinya tidak ada kebutuhan akan Bantuan Hukum. Kurang ada bahwa keadaannya tidaklah selalu dengan demikian.
Suatu penelitian atau perencanaan penelitian survey akan dapat mengatasi kelemahan ini yang ditentukan pada mekanisme pesanan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan akan Bantuan Hukum akan diungkapkan secara merata. Akan tetapi ada pula bahayanya. Yaitu bahwa kebutuhan akan Bantuan Hukum terlalu dibesar-besarkan oleh pendiri. Walaupun demikian penelitian tersebut mempunyai arti penting.
Walaupun demikian penelitian tersebut mempunyai arti penting karena:
1.      Untuk mengidentifikasi secara ilmiah permasalahan-permasalahan serta sasaran utama strategis pemerataan khusus pemerataan kesempatan untuk memperoleh keadilan.
2.      Sebagai bagian dari upaya pengembangan pengetahuan mengenai sejak kemiskinan di Indonesia.
C.    Jaminan Hukum Bagi Bantuan Hukum
Di dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28D ayat (1) menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Ini merupakan pijakan dasar dan perintah konstitusi untuk menjamin setiap warga Negara, termasuk orang yang tidak mampu, untuk mendapatkan akses terhadap keadilan agar hak-hak mereka atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dapat diwujudkan dengan baik. Posisi dan kedudukan seseorang didepan hokum (the equality of law) ini, menjadi sangat penting dalam mewujudkan tatanan system hokum serta rasa keadilan masyarakat kita.
Pada bagian lain, jaminan atas akses bantuan hokum juga disebutkan secara eksplisit pada Pasal 28G ayat (1), yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Hal tersebut semakin dikuatkan pada Pasal 28H ayat (2), yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Secara substantive, hal tersebut di atas, dapat kita maknai bahwa jaminan akses keadilan melalui bantuan hokum, adalah perintah tegas dalam konstitusi kita. Dan bantuan hokum yang dipandang sebagai salah satu hak asasi atau dasar setiap orang, tentu harus diberikan secara Cuma-Cuma, seperti halnya dengan hak untuk hidup, hak untuk bekerja, hak untuk memperoleh kesehatan, hak untuk berpendat dan berpikir.
D.    Bagaimana Mempersiapkan Perkara atau Menghadapi Perkara
1.      Tempat Memperoleh Informasi
Masyarakat tidak mampu yang menghadapi perkara di Pengadilan, dalam rangka kepentingan dan pembelaan hak-hak hukumnya, dapat meminta keterangan (informasi) dari instansi-instansi setempat misalnya:
a.       Pengadilan Negeri / Tinggi;
b.      Kejaksanaan Negeri / Tinggi;
c.       Lembaga Bantuan Hukum.


2.      Cara Memperoleh Bantuan Hukum
Untuk mendapatkan bantuan hukum yang disediakan oleh Mahkamah Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, masyarakat wajib mempersiapkan:
a.       Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kepala Desa/Lurah setempat; atau\
b.      Surat Pernyataan Tidak Mampu dari Pemohon dan dibenarkan oleh Pengadilan Negeri setempat; atau
c.       Surat Pernyataan Tidak Mampu dari Pemohon dan dibenarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum setempat.
E.     Bagaimana Mendapatkan Bantuan Hukum
Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Pasal 1 (1) dinyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang menghadapi masalah hukum. Sedangkan dalam SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, Pasal 27 dinyatakan bahwa yang berhak mendapatkan jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bantuan hukum tersebut meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum, yang bertujuan untuk:
  1. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan.
  2. Mewujudkan hak konstitusional semuaa warga Negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan didalam hukum.
  3. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Indonesia.
  4. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 25 SEMA No 10 Tahun 2010 menyatakan bahwa jasa Bantuan Hukum yang dapat diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi, konsultasi, dan nasihat serta penyediaan Advokat pendamping secara cuma-cuma untuk membela kepentingan Tersangka/Terdakwa dalam hal Terdakwa tidak mampu membiayai sendiri penasihat hukumnya.
Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum
  1. Penerima Bantuan Hukum berhak :
    1. Mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa.
    2. Mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan hukum dan/atau Kode Etik Advokat.
    3. Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Penerima Bantuan Hukum wajib :
    1. Menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum.
    2. Membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.







                                                                                                          

WADAH BANTUAN HUKUM UNTUK GOLONGAN TIDAK MAMPU


Nama              : HANDAYANI
BP                   : 310.006
Fak/Jur          : Syari’ah/ PMH
M. Kul            : Bantuan Hukum
Dosen              : Neni Vesna Madjid, SH, MH

WADAH BANTUAN HUKUM UNTUK GOLONGAN TIDAK MAMPU
A.    Pembudayaan Bantuan Hukum
Pada masa lampau konsep bantuan hukum adalah tanggung jawab negara sebagaimana diatur dalam pasal 250 HIR (Het Herziene Inlands Reglement). Menurut pasal ini, advokat diminta bantuan hukumnya apabila ada permintaan dari orang yang dituduh serta diancam dengan hukuman mati. Proses bantuan hukum seperti inipun sangat terbatas karena hanya dipakai ketika dalam proses pengadilan maupun di luar pengadilan seperti proses penyidikan, penyelidikan serta pembelaan di depan pengadilan. Namun seiring berjalannya waktu masalah yang berkaitan dengan pembelaan bagi perubahan undang-undang yang memarjinalkan kaum miskin, pembelaan bagi perubahan kebijakan pemerintah yang merugikan secara ekonomi, sosial, politik hingga budaya menjadi wacana baru bagi para pembela hukum.
Kesadaran dari beberapa advokat tentang pentingnya pencarian keadilan secara struktur mengilhami konsep bantuan hukum struktural untuk membela kaum yang lemah serta tertindas.
Perubahan konsep bantuan hukum struktural ini dimulai memasuki di era tahun 70-an. Babak baru tersebut dimulai ketika berdirinya Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang didirikan oleh Adnan Buyung Nasution dkk. Selain karena mengusung konsep baru dalam pelaksanaan program bantuan hukum di Indonesia LBH Jakarta juga dianggap sebagai cikal bakal bantuan hukum yang terlembaga yang dikatakan paling berhasil pada masa itu. Hingga tak pelak Pendirian lembaga bantuan hukum ini kemudian mendorong tumbuhnya berbagai macam dan bentuk organisasi dan wadah bantuan hukum di Indonesia. Tak sedikit pembelaan terhadap kaum miskin dilakukan oleh aktivis aktivis organisasi mahasiswa, LSM hingga dosen yang bertugas di kampus yang memiliki lembaga bantuan hukum. Metode pembelaan pun tidak lagi pembelaan di pengadilan secara orang per orang tapi juga secara kolektif lewat metode aksi turun ke jalan dan pembentukan wacana publik untuk meraih kemenangan politik
Di era reformasi sekarang pembelaan hukum tradisional maupun struktural belum banyak menemui perubahan berarti. Banyaknya kasus salah tangkap, penyidikan di luar prosedur hingga UU yang merugikan kaum miskin masih menjadi cerita sehari hari. Padahal jaminan perlindungan hukum bagi kaum miskin sudah diatur dalam pasal 27 UUD 1945 yang berbunyi “ setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kekecualian “, Pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi “ Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” sekarang diperkuat oleh pula oleh pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi “ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum “.
Dengan argumen tersebut maka konsekuensinya adalah pembelaan dan perlindungan hukum baik secara tradisional maupun struktural bukan saja menjadi kewajiban bagi advokat maupun lembaga hukum tetapi juga oleh negara.. Lewat pengelolaan dana oleh negara serta keharusan untuk mewujudkan keadilan sosial yang terkait erat dengan masalah hak asasi manusia, negara bisa mengalokasikan dana untuk pembelaan hukum bagi kaum miskin. Kekhawatiran adanya intervensi lembaga pembelaan hukum yang mendapat dana dari negara bisa diminimalisir dengan adanya UU bantuan hukum yang jelas serta pembentukan sebuah komisi independen untuk wadah lembaga hukum. Sebagai contoh selama ini di Afrika Selatan misalnya membentuk sebuah komisi/perhimpunan independen yang mengelola dana bantuan hukum, mendistribusikan kepada pekerja bantuan hukum, mengawasi, dan melaporkannya kepada parlemen sebagai bentuk pertanggungjawaban publik.
Hak konstitusional warga negara yang dijamin dalam UUD 1945 meliputi berbagai aspek kehidupan, baik sipil, politik, ekonomi, maupun sosial. Di bidang hukum, hak-hak konstitusional warga negara meliputi:
a.       Hak kesamaan di hadapan hukum (equality before the law) sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
b.      Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta hak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
c.    Hak perlindungan diri pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1): “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia.”
Bahkan, Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 menempatkan “hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum”, merupakan salah satu hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Berdasarkan ketentuan UUD 1945 dapat dilihat bahwa hak kesamaan dihadapan hukum atau hak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum adalah hak konstitusional setiap warga negara. Perlakuan yang sama di hadapan hukum juga berarti bahwa tiap warga negara harus diakui sebagai subyek hukum penyandang hak dan kewajiban yang memiliki kebebasan dan tanggungjawab untuk melakukan perbuatan hukum. Hak sebagai pribadi hukum merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal itu hanya dapat terwujud apabila terdapat ruang, kesempatan, dan kekuatan yang sama untuk mengakses hukum dan lembaga-lembaga hukum.

B.     Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang didirikan oleh Adnan Buyung Nasution dkk. Selain karena mengusung konsep baru dalam pelaksanaan program bantuan hukum di Indonesia LBH Jakarta juga dianggap sebagai cikal bakal bantuan hukum yang terlembaga yang dikatakan paling berhasil pada masa itu. Hingga tak pelak Pendirian lembaga bantuan hukum ini kemudian mendorong tumbuhnya berbagai macam dan bentuk organisasi dan wadah bantuan hukum di Indonesia. Tak sedikit pembelaan terhadap kaum miskin dilakukan oleh aktivis aktivis organisasi mahasiswa, LSM hingga dosen yang bertugas di kampus yang memiliki lembaga bantuan hukum. Metode pembelaan pun tidak lagi pembelaan di pengadilan secara orang per orang tapi juga secara kolektif lewat metode aksi turun ke jalan dan pembentukan wacana publik untuk meraih kemenangan politik
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta didirikan atas gagasan yang disampaikan pada Kongres Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) ke III tahun 1969. Gagasan tersebut mendapat persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat Peradin melalui Surat Keputusan Nomor 001/Kep/10/1970 tanggal 26 Oktober 1970 yang isi penetapan pendirian Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan Lembaga Pembela Umum yang mulai berlaku tanggal 28 Oktober 1970.
Pendirian LBH Jakarta yang didukung pula oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta ini, pada awalnya dimaksudkan untuk memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu dalam memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat miskin yang digusur, dipinggirkan, di PHK, dan pelanggaran atas hak-hak asasi manusia pada umumnya.
Lambat laun LBH Jakarta  menjadi organisasi penting bagi gerakan pro-demokrasi. Hal ini disebabkan upaya LBH Jakarta membangun dan menjadikan nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi sebagai pilar gerakan bantuan hukum di Indonesia. Cita-cita ini ditandai dengan semangat perlawanan terhadap rezim orde baru yang dipimpin oleh Soeharto yang berakhir dengan adanya pergeseran kepemimpinan pada tahun 1998. Bukan hanya itu, semangat melawan ketidakadilan terhadap seluruh penguasa menjadi bentuk advokasi yang dilakukan sekarang. Semangat ini merupakan bentuk peng-kritisan terhadap perlindungan, pemenuhan dan penghormatan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Hingga saat ini, LBH Jakarta telah menerima ribuan pengaduan dari masyarakat. Terhitung mulai tahun 2002 hingga 2006 tercatat 5.718 kasus masuk, dengan jumlah 96.681 orang terbantu. Banyaknya pengaduan yang masuk, mengindikasikan kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum. Oleh karenanya, semoga situs ini dapat memberikan informasi lebih tentang kinerja LBH Jakarta serta membantu penyelesaian permasalahan yang terjadi dimasyarakat. Kepercayaan Anda semua yang dapat memberikan komitmen kepada kami untuk senantiasa membela para pencari keadilan.
Alamat LSM dan Lembaga Bantuan Hukum
1.      Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Jalan Latuharhary No. 4B, Menteng Jakarta 10310. Telp. (021) 392 5230, Fax. (021) 392 5227.
2.      Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS)
Jalan mendut No. 3, Menteng Jakarta 12510 Telp. (021) 314 5940
3.      Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). Jalan Siaga II No. 31, Pasar Minggu Jakarta 12510 Telp. (021) 797 2662, 791 92519, 791 92564, Fax. (021) 79192519 E-mail: elsam@nusa.or.id dan advokasi@rad.net.id
4.      Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Jalan Diponegoro No. 74, Jakarta 10320 Telp. (021) 315 5518, 390 4226, 390 4427, Fax. (021) 330140 Situs: http://www.ylbhi.org
5.      Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI)
Jalan Cikini Raya No. 58 S--T, Jakarta Pusat Telp. (021) 322 084, Fax. (021) 314 3965
6.      Forum Solidaritas untuk Rakyat Timor Lorosae (FORTILOS)
Jalan Siaga II/31, Jakarta 12510 E-mail:
fortilos@indo.net.id
7.      Forum Solidaritas Untuk Rakyat Timor (FORSOLA)
Jalan mampang Prapatan XI No. 23 Jakarta 12790 Telp. (021) 910 7049, Fax. (021) 794 1577 E-mail:
forsola@nusa.or.id
8.      Institute Sosial Jakarta (ISJ). Jalan Arus Dalam No. 1 RT 001/RW 012, Cawang, Jakarta Timur Telp. (021) 478 63150, Fax. (021) 489 7761
9.      KSO-SMUR
Jalan P. Nyak Makam No. 11 Lampeuneng, Banda Aceh Telp. (0651) 539 53, Fax. (0651) 538 00  E-mail: smur aceh@hotbot.com
http://go.to/smur
10.   Flower Aceh. Jalan Rawasakti Barat 111/12 A Jeulingki, Banda Aceh 23114  Telp. /Fax. (0651) 523 29 E-mail:flowerbaceh@wasantara.net.id
11.  Lembaga Studi Dan Advokasi HAM IRJA (ELS-HAM IRJA).  Jalan Guru No. 64, Kota Raja Jayapura, Irian Jaya  Telp./Fax. (0967) 582 411
12.  Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta. Jalan H. Agus Salim No. 36 Yogyakarta, 55262 Telp. (0274) 375 32 1, Fax. ( 0274) 376 316  E-mail: lbhyogya@indo.net.id
13.  Pusat Informasi Advokasi Rakyat (PIAR). Jalan Mongonsidi III No. 7 Kupang, Nusa Tenggara Timur Telp.(0380) 826 716, Fax.(0380) 826 712 E-mail: piar@kupang.wasantara.net.id.
14.  Lembaga Bantuan Hukum Bandar Lampung (LBH-Bandar Lampung)
Jalan Teuku Umar No. 1 Kedaton, Bandar Lampung Telp./fax. (0721) 787 488 E-mail:
lbh-bl@indo.net.id
15.  Lembaga Untuk Hak Asasi Manusia Aceh (LEUHAM Aceh)
Jalan AS. Sumantri No. 3, Banda Aceh 23111 Telp./Fax (0651) 5115
16.  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado. Jalan A. Manonutu No. 29 Manado, Sulawesi Utara Telp. (0431) 859 962, Fax. (0341) 859 963 E-mail: lbhmdo@manado.wasantara.net.id 
17.  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ujung Pandang. Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 226 Ujung Pandang Sulawesi Selatan Telp./Fax. (0411) 873 054 E-mail: lbhupg@indosat.net.id
18.  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung. Kebon Bibit Utara No. 6 Bandung Telp./Fax. (022) 250 4427 E-mail: lbhbdg@bdg.centrin.net.id
19.  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. Jalan Kidal No. 6 Surabaya. Telp: (031) 531 2273 E-mail: lbhsby@indo.net.id
20.  LBH Palembang. Jalan Jend. Sudirman 325, Palembang Telp. (0711) 357 999, Fax. (0711) 354 830 E-mail: jfa@palembang.wasantara.net.id
21.  LBH Medan. Jalan Hindu No. 12 Telp. (061) 515 340, Fax. (061) 569 749 E-mail: prodeo@indo.net.id
22.  LBH Bali. Jalan Kapt. Ijok Agung Tresna Renon, Dempasar Telp./Fax. (0361) 242 447 E-mail: lbhbali@indo.net.id
23.  LBH Jayapura. Jalan Gerilyawan 46, Jayapura Telp. (0967) 817 10, Fax. (0967) 825 59
24.  LBH Semarang. Jalan Parang Kembang Kav. IV, Tlogosari Telp. (024) 710 687, Fax. (024) 710 495 E-mail: lbhsmg@indosat. net. Id
25.  LBH Manado. Jalan Arnold Monohutu No. 29, Manado Telp. (0431) 859 962, Fax. (0431)859 963 E-mail:  lbhmdo@manado.wasantara.net.id
26.  LBH Padang. Jalan S Parman No. 142 Padang Telp. (0751) 54991 Fax. (0571) 10252 E-mail: lbh-pdg@pdg.mega.net.id
27.  LBH Aceh. Jalan perdagangan Lt.II No. 12 Banda Aceh Telp. (0651) 23321 Fax. (0651) 31163 E-mail: lbh-aceh@aceh.wasantara.net.id
28.  LBH Yogyakarta. Jalan H. Agus Salim No. 36 Yogyakarta Telp. (0274) 376316 Fax. (0274) 376316 E-mail: lbhyogya@indo.net.id

C.    PP. No.83 tahun 2008 dan UU No. 16 Tahun 2011
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 83 TAHUN 2008
TENTANG
PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN
BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang. Advokat perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma;
Mengingat      : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan    : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERSYARATAN DAN TATA  CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.      Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
2.      Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
3.      Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.
4.      Pencari Keadilan yang Tidak Mampu yang selanjutnya disebut Pencari Keadilan adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu yang memerlukan jasa hukum Advokat untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum.
5.      Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan Undang Undang.
6.      Lembaga Bantuan Hukum adalah lembaga yang memberikan bantuan hukum kepada Pencari Keadilan tanpa menerima pembayaran honorarium.
7.      Hari adalah hari kerja.
Pasal 2
Advokat wajib memberikan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma kepada Pencari  Keadilan.
Pasal 3
1.      Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi  tindakan hokum untuk kepentingan Pencari Keadilan di setiap tingkat proses peradilan.
2.       Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma berlaku juga terhadap pemberian jasa hukum di luar pengadilan.
Pasal 4
1.      Untuk memperoleh Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma, Pencari Keadilan mengajukan permohonan tertulis yang ditujukan langsung kepada Advokat atau melalui Organisasi Advokat atau melalui Lembaga Bantuan Hukum.
2.      Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memuat:
a.       nama, alamat, dan pekerjaan pemohon; dan
b.      uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan bantuan hukum.
3.      Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pencari Keadilan harus melampirkan keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 5
Permohonan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dapat diajukan bersama-sama oleh beberapa Pencari Keadilan yang mempunyai kepentingan yang sama terhadap persoalan hukum yang bersangkutan.
Pasal 6
1.      Dalam hal Pencari Keadilan tidak mampu menyusun permohonan tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan.
2.      Permohonan yang diajukan secara lisan dituangkan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh pemohon dan Advokat atau petugas pada Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum yang ditugaskan untuk itu.
3.      Permohonan bantuan hukum yang diajukan langsung kepada Advokat, tembusan permohonan disampaikan kepada Organisasi Advokat.
Pasal 7
1.      Advokat, Organisasi Advokat, atau Lembaga Bantuan Hukum wajib menyampaikan jawaban terhadap permohonan kepada pemohon dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak permohonan diterima.
2.      Dalam hal kejelasan mengenai pokok persoalan yang dimintakan bantuan hukum belum jelas maka Advokat, Organisasi Advokat, atau Lembaga Bantuan Hukum dapat meminta keterangan tambahan kepada pemohon dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 8
1.      Dalam hal permohonan diajukan kepada Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum maka Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum tersebut menetapkan Advokat yang ditugaskan untuk memberikan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.
2.      Advokat yang ditugaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namanya dicantumkan dalam jawaban terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
Pasal 9
1.      Keputusan mengenai pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma ditetapkan secara tertulis dengan menunjuk nama Advokat.
2.      Keputusan pemberian bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemohon dan instansi yang terkait dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.
Pasal 10
Advokat dalam memberikan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma harus memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bantuan hukum yang dilakukan dengan pembayaran honorarium.
Pasal 11
1.      Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik Advokat, dan peraturan Organisasi Advokat.
2.      Pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dilaporkan oleh Advokat kepada Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum.
Pasal 12
1.      Advokat dilarang menolak permohonan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.
2.      Dalam hal terjadi penolakan permohonan pemberian bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon dapat mengajukan keberatan kepada Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum yang bersangkutan.
Pasal 13
Advokat dalam memberikan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dilarang menerima atau meminta pemberian dalam bentuk apapun dari Pencari Keadilan.
Pasal 14
1.      Advokat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dijatuhi sanksi oleh Organisasi Advokat.
2.      Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.       Teguran lisan;
b.      Teguran tertulis;
c.       Pemberhentian sementara dari profesinya selama3 (tiga) sampai dengan 12 (dua belas) bulan berturut-turut; atau
d.      Pemberhentian tetap dari profesinya.
3.      Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.
4.      Ketentuan mengenai tata cara pembelaan diri dan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Organisasi Advokat.
Pasal 15
1.      Organisasi Advokat mengembangkan program Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dapat bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum.
2.      Untuk melaksanakan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Organisasi Advokat membentuk unit kerja yang secara khusus mengenai Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.
3.       Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Organisasi Advokat.
Pasal 16
Dalam hal Organisasi Advokat dan Lembaga Bantuan Hukum belum memiliki unit kerja, penanganan permohonan dan pelaksanaan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dilakukan oleh unit kerja lain yang ditetapkan oleh Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum.
Pasal 17
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma yang sedang ditangani Advokat, dilaporkan kepada Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum.
Pasal 18
Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) harus sudah ditetapkan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Pasal 19
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA