Jumat, 11 Januari 2013

POLA KALIMAT JUMLAH FI’LIYYAH MABNI LI AL-MAJHUL



BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci kita sebagai orang Islam, al-Qur’an diturunkan Allah dengan bahasa Arab. Oleh karena itu, agar kita dapat menguasai isi dan maknanya, kita diharuskan pandai dan mengerti bahasa Arab. Bahasa Arab ini mempunyai banyak manfaat, dan bisa juga satu kata itu mempunyai banyak arti.
Keharusan  mempelajari bahasa Arab adalah seperti yang disabdakan oleh nabi kita Muhammad SAW : cintailah olehmu bahasa Arab itu karena tiga, 1. Karena aku adalah orang Arab, 2. Karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, 3. Karena bahasa akhirat nanti (pertanyaan akhirat ) dengan bahasa Arab













BAB II
JUMLAH FI’LIYYAH
POLA KALIMAT JUMLAH FI’LIYYAH MABNI LI AL-MAJHUL

Fi’il terbagi kepada Mabni Lil Ma’lum dan Mabni Lil Majhul. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah kalimat aktif dan kalimat pasif. Fi’il yang Mabni Lil Majhul adalah fi’il yang dbuang fa’ilnya dan diganti oleh yang lain[1], seperti:
                                                            menjadi
Kalau membentuk fi’il yang Mabni Lil Majhul wajib mengubah bentuk fi’il itu. Yaitu jika fi’il madhi, dikasrahkan huruf yang sebelum akhir, dan didhammahkan huruf hidup yang sebelumnya seperti:
1.      Telah dihafal buku itu             =
2.      Telah dipelajari hitungan itu   =
3.      Telah dikeluarkan tambang
(barang tambang) itu               =
4.      Saya telah dipukul bapak        =
5.      Murid telah dimarahi guru      =
Jika fi’il mudhari’, didhammahkan huruf pertamanya dan difathahkan huruf yang sebelum akhir, seperti:
1.      Sedang dipotong dahan itu                 =
2.      Sedang dipelajari hitungan itu            =
3.      Sedang dikeluarkan tambang itu        =
Kemudian, jika huruf sebelum akhir dari fi’il madhi itu alif (    ) seperti:                , maka diubah menjadi ya (    ) dan diberi harkat kasrah pada huruf yang sebelum ya (    ), maka               menjadi              
Jika huruf yang sebelum akhir fi’il mudhari’ itu mad (      dan       ), maka dirubah menjadi laif (    ), seperti:
1.                              Menjadi
2.                              Menjadi
                                    = dikatakan
                                    =dijual
Sedangkan fi’il lazim, tidak bisa dirubah menjadi Mabni Lil Majhul kecuali jika na’ibul fa’ilnya itu masdar atau zharaf atau jar majrur, seperti:
1.      Dirayakan semeriah-meriahnya           =
2.      Dibawa kehadapan Amir                    =         
3.      Digembirakan                                      =
Dalam bahasa Arab, ada fi’il yang selalu (tetap) Mabni Lil Majhul, yaitu sebagai berikut:[2]
1.      Jadi gila                       =
2.      Pingsan                        =
3.      Kena flu                      =
4.      Naik darah                  =
5.      Bulan sabit tertutup    =
Membentuk kalimat pasif (mabni majhul) dalam bahasa Arab disebabkan beberapa hal, antara lain: karena takut, malu, sudah dikenal, penghormatan, dll.[3]
Contoh:
  1. Saya telah dipukul                  =
  2. Saya telahditolong                  =
  3. Dikatakan kepada saya           =
Kata kerja intransitif tidak bisa dijadikan kalimat pasif kecuali kalau sudah dijadikan transitif,[4] contoh:
  1. Duduk                                     =
  2. Mendudukkan             =
  3. Didudukkan                =

  1. Keluar                                     =                     
  2. Mengeluarkan             =
  3. Dikeluarkan                 =
Bisa langsung dirubah menjadi kalimat pasif dengan syarat, mengisyaratkan tempat atau waktu (                                                              ) atau dengan memakai kata depan,[5] seperti:
  1. Dia didudukkan di taman                   =
  2. Dia diberangkatkan pada suatu hari   =







DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Dayyab, Bek, Hifni, dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, Darul Ulum Press, Jakarta,1991, (cet-ke 3)
Izmi, Hamdan, Ilmu Sharaf, IAIN IB Press, Padang, 2001


[1] Hifni Bek Dayyab dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, Darul Ulum Press, Jakarta,1991, (cet-ke 3) hal. 73
[2] Ibid hal. 76
[3] Drs. Hamdan Izmi, Ilmu Sharaf, IAIN IB Press, Padang, 2001, hal. 47
[4] Ibid, hal. 48
[5] ibid

0 komentar:

Posting Komentar