Selasa, 08 Januari 2013

MAKALAH USUL FIQIH III Tentang AMAR DAN NAHI



MAKALAH

USUL FIQIH III

Tentang

AMAR DAN NAHI








Disusun Oleh :

HANDAYANI
310.006



Dosen Pembimbing :

ZAINAL AZWAR, MA


JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYRIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
1433 H/2012 M



BAB I
PENDAHULUAN
Objek utama yang akan dibahas dalam ushul fiqh adalah al-Qur’an dan sunnah Rasul sedang untuk memahami teks-teks dan sumber yang berbahasa Arab tersebut para ulama  telah menyusun semacam tematik yang akan digunakan dalam praktik penalaran fikih. Bahasa Arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tingkat kejelasan. Untuk itu para ahlinya telah membuat beberapa kategori lafal atau redaksi, di antara yang sangat penting dan akan dikemukakan disini. Antara lain tentang Amr, nahi.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    AMR
  1. Perintah dan kriterianya
Menurut bahasa arab artinya perintah, menurut istilah suatu lafadz yang didalamnya menunjukkan tuntutan untuk megerjakan suatu perkerjaan dari atasan kepada bawahan.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa Amr itu tidak hanya ditunjukkan pada lafadz-lafadz yang memakai sighat (bentuk kata) Amr, tetapi ditunjukkan pula oleh semua bentuk kata yang di dalamnya mengandung arti perintah, sebab perintah itu terkadang menggunakan kata-kata yang berarti majaz (samar).
Jadi Amr merupakan suatu permintaan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya mewajibkan  atau mengharuskan, jika tidak demikian maka tidak termasuk kategori Amr.[1]
Syarat yang harus ada pada kata Amr (permintaan) adalah :
a.       Harus berupa ucapan permintaan (Amr) seperti kata uf’ul (kerjakanlah).
b.      Harus berbentuk kata permintaan (Amr)
c.       Tidak ada tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan permintaan itu berstatus tidak mewajibkan atau mengharuskan.
d.      Datangnya permintaan itu harus dari atasan, sebab jika dari bawahan namanya do’a.[2]
  1. Bentuk-bentuk
Menurut Hudhori Bik di dalam Tarikh Tasyri disampaikan beberapa bentuk Amr antara lain :
a.       Melalui lafadz amara dan seakar dengannya yang mengandung perintah (suruhan).
b.      Menggunakan lafadz kutiba atau diwajibkan.
c.       Perintah yang menggunakan kata kerja perintah langsung.
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ  
“bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.” (QS Al-alaq: 1)
d.      Perintah disertai janji kebaikan yang banyak bagi pelakuknya.[3]
3.      Hukum-hukum yang mungkin ditunjukkan oleh bentuk Amr.
Menurut Adib Saleh ahli Ushul Fiqh asal Damaskus, berbagai bentuk Amr diatas membawa beberapa pengertian antara lain :
a.       Menunjukkan hukum wajib, seperti perintah shalat dalam surat al-Baqarah: 110
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qŸ2¨9$# 4
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”
b.      Menjelaskan bahwa sesuatau itu Mubah hukumnya, seperti firman Allah surat al-Mukminun : 51
$pkšr'¯»tƒ ã@ߍ9$# (#qè=ä. z`ÏB ÏM»t6Íh©Ü9$# (#qè=uHùå$#ur $·sÎ=»|¹ (
“Hai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik”
c.       Untuk menunjukkan anjuran, seperti perintah menulis hutang piutang dalam surat Al-Baqarah : 282.
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
d.      Untuk melemahkan, seperti firman Allah surat al-Baqarah : 23 :
bÎ)ur öNçFZà2 Îû 5=÷ƒu $£JÏiB $uZø9¨tR 4n?tã $tRÏö7tã (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷Š$#ur Nä.uä!#yygä© `ÏiB Èbrߊ «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇËÌÈ  
 “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
e.       Sebagai ejekan dan penghinaan, seperti firman Allah surat al-Dukhan : 49 :
ø-èŒ š¨RÎ) |MRr& âƒÍyèø9$# ãLq̍x6ø9$# ÇÍÒÈ  
      Rasakanlah, Sesungguhnya kamu orang yang Perkasa lagi mulia.[4]

B.     NAHI
1)      Pengertian.
Dalam bahasa artinya mencegah, melarang (al-man’u). Menurut istilah meminta untuk meninggalkan sesuatu perbuatan kepada orang lain yang tingkatannya dengan menggunakan ucapan yang sifatnya mengharuskan.
Jadi Nahi adalah suatu larangan yang harus ditaati yang datangnya dari atasan kepada bawahan, yakni dari Allah SWT kepada hamba-Nya.
Melarang perbuatan kerusakan dimuka bumi berarti perintah menjaga kelestarian lingkungan dengan menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman.

Dengan demikian jika suatu perbuatan itu dilarang maka saat itu juga harus segera ditinggalkan dan tidak boleh dilakukan sepanjang masa.[5]
Pendapat Al-Ghazali dan al-Amidi bahwa arti yang terkandung dalam Nahi itu ada tujuh macam antara lain :[6]
a.       Al-Tahrim, seperti ayat :
وَلاَتَقْتُلُوْ النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ الله اِلاَّ بِاالْحَقِّ
Artinya:
“Janganlah kalian membunuh seseorang yang diharamkan Allah kecuali dengan hak.”
b.      Al-Karahah, (larangan) seperti hadits :
لاَيُمْسِكِ ذَكَرَهُ بِيَمِنِهِ وَهُوَ يَبُوْلُ (رواه اصحاب الكتب الاضلم)
Artinya :
“Janganlah kalian memegang dzakar (kemaluan) dengan tangan kanan ketika buang air kecil”.
c.       Al-Do’a, seperti ayat :
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْ بَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا
Artinya:
“Ya Allah janganlah kamu tutup hatiku setelah engkau memberi petunjuk padaku”.
d.      Al-Irsyad (petunjuk), seperti ayat :
لاَتَسْئَلُوْا عَنْ اَشْيَاءٍ اِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ


Artinya:
“Janganlah kalian bertanya tentang sesuatu yang apabila ditampakkan maka kalian mendapati tercela”.
e.       Al-Taqbih (menegur), seperti ayat :
وَلاَتَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلَى مَا مَتَعْنَا بِهِ اَزْوَاجًا مِنْهُمْ

f.       Tais ( تَيْئِسْputus asa), seperti ayat :
لاَتَعْتَذِرُوْا الْيَوْمَ اِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Artinya:
“Janganlah kalian beralasan pada hari ini karena sesungguhnya akan dibalas amal-amal yang telah kalian lakukan”.
g.      Menjelaskan adanya akibat (bayan al-aqibah), seperti ayat :
وَلاَتَحْسَبَنَّ الله غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلْ الظَّا لِمُوْنَ
Artinya:
“Janganlah kalian menyangka Allah adalah Dzat yang lupa atas perkara yang telah dilakukan oleh orang-orang yang telah berbuat kedzaliman”.
2)      Bentuk-bentuk Nahi.
Dalam melarang suatu perbuatan, seperti disebutkan oleh Muhammad Khudhari Bik Allah juga memakai beragam gaya bahasa diantaranya:[7]
a.       Larangan secara tegas dengan memakai kata naha atau yang searti dengannya yang secara bahasa berarti melarang. Misalnya surat An-Nahl ayat 90 :
... 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 ...

“Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan”.
b.      Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu perbuatan diharamkan, misalnya ayat 33 surat Al-A’raf :
ö@è% $yJ¯RÎ) tP§ym }În/u |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $pk÷]ÏB $tBur z`sÜt/ zNøOM}$#ur zÓøöt7ø9$#ur ÎŽötóÎ/ Èd,yÛø9$# br&ur (#qä.ÎŽô³è@ «!$$Î/ $tB óOs9 öAÍit\ム¾ÏmÎ/ $YZ»sÜù=ß br&ur (#qä9qà)s? n?tã «!$# $tB Ÿw tbqçHs>÷ès? ÇÌÌÈ  
“Katakanlah : "Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar”.
c.       Larangan dengan menegaskan bahwa perbuatan itu tidak halal dilakukan contoh, surat An-Nisa’ ayat 19 :
$ygƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw @Ïts öNä3s9 br& (#qèO̍s? uä!$|¡ÏiY9$# $\döx. ( ...
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa”.
d.      Larangan dengan menggunakan kata kerja Mudhari’ (kata kerja untuk sekarang atau mendatang) yang disertai huruf lam yang menunjukkan larangan, misal surat Al-An’am ayat 152 :
Ÿwur (#qç/tø)s? tA$tB ÉOŠÏKuŠø9$# žwÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4Ó®Lym x÷è=ö7tƒ ¼çn£ä©r& ( 
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa”.
e.       Larangan dengan memakai kata perintah namun bermakna tuntutan untuk meninggalkan misalnya, surat Al-An’am ayat 120 :
(#râsŒur tÎg»sß ÉOøOM}$# ÿ¼çmoYÏÛ$t/ur 4
“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi”.
f.       Larangan dengan cara mengancam pelakunya dengan siksaan pedih, misalnya surat Al-Taubah : 34.
šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ  
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.
g.      Larangan dengan mensifati perbuatan itu dengan keburukan, misalnya surat Ali Imran : 180.
Ÿwur ¨ûtù|¡øts tûïÏ%©!$# tbqè=yö7tƒ !$yJÎ/ ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù uqèd #ZŽöyz Nçl°; (
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka”.
h.      Larangan dengan cara meniadakan wujud perbuatan itu sendiri, misalnya surat al-Baqarah : 193.
ÈbÎ*sù (#öqpktJR$# Ÿxsù tbºurôãã žwÎ) n?tã tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÊÒÌÈ  
“Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.






DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ma’sum Zein, Muhammad, Zudbah Ushul Fiqh, (Jawa Timur : Darul Hikmah, 2008)
Rafiah,Khaizatur,http://makalahmakalahkuliah.blogspot.com/2010/06/ufiqh_5840.html, tanggal 7 November 2012, Pukul: 20:34
Firdaus, Ushul Fiqh, (Jakarta : Zikrul Hakim, 2004)


[1] Muhammad, Ma’sum Zein  Zudbah,  Ushul Fiqh, (Jawa Timur : Darul Hikmah, 2008), hal. 52
[2] Ibid, hal. 52-53
[3] Ibid, hal. 53
[4] Firdaus, Ushul Fiqh, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), hal. 139-141
[5] Ibid, hal. 66
[6] Khaizatur Rafiah, http://makalahmakalahkuliah.blogspot.com/2010/06/ufiqh_5840.html, tanggal 7 November 2012, Pukul: 20:34.
[7] Ibid,.

0 komentar:

Posting Komentar