Kamis, 10 Januari 2013

makalah-TAFSIR AHKAM II-AYAT TENTANG TUDUHAN PALSU


AYAT TENTANG TUDUHAN PALSU

TUGAS

TAFSIR AHKAM II

“Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester V Pada Mata Kuliah Tafsir Ahkam II”








Oleh :

HANDAYANI
310.006



Dosen Pembimbing:
Dra. NAILUL RAHMI. M.Ag


JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM (PMH)
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1434 H / 2013 M
KATA PENGANTAR


            Pertama-tama marilah kita ucapkan kepada Allah zat wajjibbal wujud khadirat butjalil yang telah menyingkap tirai rembulan malam  di kegelapan malam, yang mengisi seratus satu macam legenda kehidupan langit berbyanyi bumi bersiul ikut menyaksikan kehindahan alam, subhanallah ternyata lukisan seni tak seindah lukisan sang Illahi.
            Sebagai langkah yang kedua, salawat beriringan salam kita ucapkan buat Nabi Muhammad SAW sebagai agent of changed buat umat manusia, yang membawa umat manusia dari yang tidak berilmu pengetahhuan sampai kehidupan yang berilmu pengetahuan (who has changed his imber from the dakness period into the knowladge  period as we feel right now)
Selanjutnya, makalah yang penulis susun ini berjudul “Ayat Tentang Tuduhan Palsu” yang didisain dari Mata Perkuliahan yang bertujuan agar mahasiswa mengerti dengan dasar-dasar pengambilan hukum-hukum Islam.
            Saya sebagai pemakalah sangat menyadari bahwa makalah saya ini masih banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
            Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada Dosen pembimbing  yang telah memberikan tugas serta kepercayaan kepada penulis untuk membuat dan menyusun makalah ini, semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa terutama bagi penulis yang membuat makalah ini.


Padang, 08 Januari 2013


HANDAYANI
310.006








BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Allah menurunkan Al-Quran kepada hamba-Nya guna untuk jadi petunjuk bagi alam semesta. Allah mengemukakan kepada makhluk itu akidah yang betul dan prinsip-prinsip agama yang kuat. Dalam hal ini ayatlah yang menerangkan dengan jelas. Inilah kurnia Allah kepada umat  manusia, hukum-hukumnya itu mempunyai dasar agama. Untuk membetulkan akidah umat manusia dan menunjukan kepada mereka itu jalan-jalan yang betul yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal inilah yang melatarbelakangi penulisan untuk menggali tentang hukum-hukum yang terdapat dalam al-qur’an yang akan membahas tentang Tuduhan Palsu dalam mata kuliah “Tafsir Ahkam II”.

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang dapat kami penulis rumuskan adalah sebagai berikut: Ayat yang Membahas tentang Tuduhan Palsu dalam Mata kuliah Tafsir Ahkam II, dibimbing oleh Ibu Dra. NAILUL RAHMI, M.Ag.

C . Batasan Masalah
Makalah ini penulis batasi pembahasannya pada pokok pembahasan “Tafsir Ahkam II”. Sebagai Beriku:
1.      Penulisan ayat
2.      Terjemahan ayat
3.      Asbabunnuzul  ayat
4.      Munasabah ayat
5.      Penafsiran ayat
6.      Istimbat hukum dari ayat



BAB II
PEMBAHASAN
AYAT TENTANG TUDUHAN PALSU

A.    Ayat Tentang Tuduhan Palsu
Dalam pembahasan tentang tuduhan palsu ini terdapat dalam Qur’an Surat Annisa’ ayat 112

`tBur ó=Å¡õ3tƒ ºpt«ÿÏÜyz ÷rr& $\ÿùSÎ) ¢OèO ÏQötƒ ¾ÏmÎ/ $\«ÿƒÌt/ Ïs)sù Ÿ@yJtGôm$# $YY»tFökæ5 $VJøOÎ)ur $YYÎ6B ÇÊÊËÈ
Artinya:  
Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, Kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia Telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.

B.     Mufradat dari Surat Annisa’ ayat 122

`tBur ó=Å¡õ3tƒ ºpt«ÿÏÜyz ÷rr& $\ÿùSÎ)
Artinya:
Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa.
            Pendapat lain menyatakan bahwa ayat ini dan ayat sebelumnya bermakna sama dengan penyebutan berulang atau diulangi dan bentuk lafaz yang berbeda sebagai penekanan.
            Menurut Ath-Thabari adalah:
Perbedaan antara kesalahan dan dosa adalah: kesalahan itu bisa terjadi karena disengaja atau tidak disengaja, sedangkan dosa terjadi karena disengaja.
Pendapat lain mengatakan bahwa:
Kesalahan itu adalah suatu yang tidak disengaja dilakukan saja.

Menurut pendapat Ath-Khati’ah adalah
Adalah kesalah merupakan dosa kecil,sedangkan itsm adalah dosa besar. Ayat ini lafaznya bermakna umum yang meliputi orang yang keliru dan selainya.

¢OèO ÏQötƒ ¾ÏmÎ/ $\«ÿƒÌt/ Ïs)sù Ÿ@yJtGôm$# $YY»tFökæ5 $VJøOÎ)ur $YYÎ6B
Artinya:
Kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia Telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.(Q.S. Annisa’112).

Makna kata al-Bari’ telah kami sebutkan pada kata (mÎ/) ditujukan kepada Itsm dan Khati’ahi, karena maknanya adalah dosa . pendapat lain menyebutkan maknanya kecuali kepada

al-Kasab (usaha) dan kalimat  $YYÎ6B  $VJøOÎ)ur Ÿ$YY»tFökæ5 @yJtGôm$# Ï s)sù  “maka sesungguhnya ia telah

berbuat suatu kebohongan dan yang nyata”. Dimana dosa-dosa itu ia berat seperti sesuatu yang

dibawa atau dipikul.


            Dalam ayat ini merupakan pengharaman memfitnah dan kebohongan yang besar. Contoh Bahtu-Bahtan-Buhtaanan. Apabila dituduh melakukan suatu perbuatan yang tidak ia kerjakan, perlakuanya disebut Bahhati dan objeknya disebut Mabhuut. Contohlainya Bahita bermakna sama, namun yang paling fasih adalah Buhita, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Qur’an Surat al-Baqarah ayat 258 adalah:

|MÎgç6sù Ï%©!$# txÿx.
Artinya: Lalu terdiamlah orang-orang  kafir itu (Q.S. al-Baqarah 258)



Menurut al-Kasaa’I adalah:
Rajulun Mabhud (laki-laki yang difitnah) dan ia tidak mengatakan Bahatu atau Buhita.[1]

C.    Qur’an Surat  Annur ayat 4-6
Dalam pembahasan tentang tuduhan palsu ini juga terdapat dalam al-Qur’an Surat Annur ayat 4 sampai ayat 6

Surat Annur ayat 4
tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà­ óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky­ #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ
Artinya:
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[2] (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
            Surat Annur ayat 5
žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qç/$s? .`ÏB Ï÷èt/ y7Ï9ºsŒ (#qßsn=ô¹r&ur ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÎÈ
Artinya:
Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.






Surat Annur ayat 6
tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ öNßgy_ºurør& óOs9ur `ä3tƒ öNçl°; âä!#ypkà­ HwÎ) öNßgÝ¡àÿRr& äoy»ygt±sù óOÏdÏtnr& ßìt/ör& ¤Nºy»uhx© «!$$Î/   ¼çm¯RÎ) z`ÏJs9 šúüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÏÈ
Artinya:
Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.

D.    Mufradat Surat Annur ayat 4-6
Ayat ini mengingatkan tentang keburukan serta sanksi hukuman terhadap mereka yang menuduh dan mencemarkan nama baik seseorang wanita terhormat. Dan orang-orang baik baik pria maupun wanita, yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yakni menuduhnya berbuat zina, kemudian mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, pria yang menyaksikan kebenaran tuduhanya dihadapan pengadilan, maka cambuklah wahai kaum mukminin melalui penguasa, kamu yang menuduh itu 80 (delapan puluh) kali cambuk jika penuduhnya adalah orang-orang merdeka sedangkan hamba sahaya 40 (empat pulu) kali cambuk. Berdasarkan surat Annisa’ ayat 25. Dan janganlah kamu kamu terima kesaksian apapun dari mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah yang sangat ceroboh melepar tuduhan tanpa dasar dan mereka itulah orang-orang yang fasik.
Ketentuan ini berlaku atas semua yang melakukan hal serupa kecuali orang-orang yang bertaubat yakni menyesali perbuatanya serta bertekad tidak akan mengulangi perbuatanya tersebut. Sesuadah itu (dia dicambuk) dan membuktikan perbuatan mereka itu dengan memperbaiki dan beramal saleh. Jika demikian itu halnya, maka terimalah kesaksianya dan janganlah lagi manamainya fasik karena sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.
Kata bqãBötƒ  yarmun pada mulanya berarti melempar. Tetapi yang dimaksud disini maknanya adalah menuduh. Ayat ini tidak menjelaskan tuduhan apa yang dimaksud,  tetapi dari konteksnya dipahami bahwa ia adalah tuduhan berzina.
Pada mulanya Jahiliyah sering sekali tuduhan semacam ini dilontarkan bila mereka melihat hubungan akrab antara pria dengan wanita, mereka juga sering sekali menuduh wanita barzina jika melihat anak yang dilahirkan tidak mirip dengan suaminya.
Kata (M»oY|ÁósßJø9$#) al-Mushanat terambil dari kata () hashana yang berarti menghalangi. Benteng dinamai hishn karena dia menghalangi. Benteng atau melintasinya. Wanita yang dibaratkan dengan kata hishn ini terhalangi oleh al-Qur’an dapat diartikan sebagian wanita yang terpelihara dan terhalangi dari kekejian  karena dia adalah seorang yang suci bersih. Bermoral  tinggi, atau karena dia merdeka bukan budak, atau karena seorang istri yang mendapat perlindungan dari suaminya.

Menurut Ibn Asyur adalah sebagai berikut:
Adalah: Wanita merdeka yang telah bersuami yang bermoral tinggi, ataupun wanita yang telah bersuami yang bermoral tinggi, ataupun wanita yang belum menikah yang bermoral tinggi, suci bersih, jika demikian, siapapun wanita terhormat dengan keimanan yang dicemarkan nama baiknya dengan tuduhan zina, pencemarnya dituntut mendatangkan 4 orang saksi atau didera.

E.     Penafsiran Surat
Ulama-ulama berbeda pendapat tentang cakupan pengecualian pada ayat ini, ada 3 sanksi yang dijatuhkan pada pencemaran nama baik itu yaitu:
1.      Dicambuk 80 (delapa puluh) kali
2.      Ditolak kesaksiaanya sepanjang masa
3.      Dinilai sebagai orang fasik


Mayoritas ulama memahami pengecualian itu menyangkut ketiganya, hanya saja karena ayat ini menyatakan sesudah itu dan yang dimaksud adalah sesudah pencambukan, pengecualian itu hanya mencatat sanksi (b) dan (c). dengan demikian apabila terbukti dia bertaubat dan melakukan perbaikan dirinya atas perbuatan yang telah dia perbuatan kesaksianya dapat diterima dan dia tidak lagi dinamakan fasik.
Menurut Imam Abu Hanifah
Bahwa pengecualian itu hanya tertuju pada yang terakhir disebut dengan demikian, walau dia bertaubat dan berbuat baik, kesaksiannya tetap tidak dapat diterima.
Sanksi pencambukan yang disebut disini ada memahaminya antara lain.
1.      Abu Hanifah Berpendapat
Sebagai hak Allah, sehingga yang dicemarkan namanya tidak berhak memaafkan dan yang mencemarkan tetap harus  dicambuk (didera)
2.      Imam Malik dan Syafi’I berpendapat
Orang yang dicemarkan namanya memaafkan orang yang mencemarkna maka gugurlah pencambukan itu.

            Pada ayat enam ini menyatakan bahwa: dan adapun sanksi hukum terhadap orang-orang yang menuduh istri mereka berzina, pada hal tidak ada bagi mereka saksi-saksi yang menguatkan tuduhanya itu selain dari mereka sendiri, maka persaksianya salah seorang mereka, yakni suami, adalah empat keli persaksian, yakni bersumpah empat kali, sambil menggandengkan ucapan sumpahnya itu dengan Asma Allah bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk kelompok orang-orang yang benar dalam tuduhanya kepada istrinya tersebut. Sumpah yang kelima adalah bahwa laknat Allah atasnya jika ia termasuk kelompok para pembohong, yakni orang-orang yang telah mendarah daging sifat buruk dalam kepribadianya.[3]





F.     Asbabul Nuzul
Ayat ini turun berkenaan dengan Hilal Ibn Umayyah yang menuduh didepan Nabi Muhammad SAW, bahwa istrinya menyeleweng, Nabi Muhammad SAW menuntut dirinya dirinya empat orang saksi atau dicambuk, ia memepertanyakan hal itu dan menyatakan bahwa ketentuan itu tidak mungkin dapat dipenuhi oleh seorang suami. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa sahabat Nabi Muhammad SAW, Sa’id Ibn Mu’az, bersumpah akan memebunuh siapa yang didapati menyeleweng dengan istrinya tanpa menunggu datangnya empat orang saksi yang menyaksikan menyeleweng tersebut.
Ada riwayat lain menyangkut sebab turunya ayat ini, namun khususnya mengemukakan problem yang dihadapi oleh suami yang mendapatkan istrinya menyeleweng. Karena jika ia mengdatangkan empat orang saksi, kemungkinan keras penyelewengan telah selesai. Dan jika dia bertindak membunuh keduanya maka diancam hukuman qishas yakni dibunu pula.[4]
Ketika Uwaimir nenyatakan perihal tuduhanya kepada istrinya dengan berzina, Rasulullah bersabda artinya “Sesungguhnya telah turun kepadaku al-qur’an yang berkenaan dengan kamu dan istrimu. (H. R. Bukhari dan Muslim).[5]

G.    Muhasabah Ayat
1.      Membicarakan tentang zina
2.      Menjelaskan hukum zina
3.      Surat Annur ayat 4 sampai 5 menjelaskan tentang dia dituduhk melakukan zina tapi tidak punya saksi
4.      Surat annur ayat 6 sampai 8 menjelaskan tentang  suami atau istri menuduh berbuat zina tapi tidak punya saksi
5.      Dalam surat Annisa’ ayat 112 menjelaskan tentang  hukuman melemparkan fitnah kepada orang lain.




H.    Istimbat Hukum
1.      Menurut Imam Malik, Imam Syafi’I, dan sebagian Jumhur Ulama Nash
Adalah: Diterima Kesaksianya setelah dia bertaubat.
2.      Menurut Suraih
Adalah: Tidak diterima Taubatnya selama-lamanya baik  setelah maupun belum dilaksanakan hukum jilid.
3.      Abu Hanifah
Adalah: Diterima kesaksian sebelum dilaksanakan hukum jilid maka persaksianya diterima.
4.      Ibrahim An Nakha’i
Adalah: Diterima kesaksianya sesudah pelaksanaan hukum hudud, bertaubat maka diterima persaksianya, tetapi sebelum dilaksanakan hukuman hudud lalu bertaubat maka tidak diterima persaksianya.


















DAFTAR PUSTAKAN


Tafsir al-Qurtubhi, jilid 5

Lihat Tafsir al-Misbah, Quraish Shihab

Lihat Tafsir al-Misbah, Quraish Shihab

Lihat al-Qur’an dan Terjemahan, q.s. Annur ayat 6




[1]Tafsir Al-Qurtubhi, Jilid 5, hal. 899-901
[2] yang dimaksud wanita-wanita yang baik disini adalah wanita-wanita yang suci, akil balig dan muslimah
[3]Lihat tafsir al-Misbah, Quraish Shihab, hal. 480-483
[4]Lihat Tafsir Al-Misbah, Quraish Shihab, hal. 483
[5]Lihat al-Qur’an dan Terjemahan, Q.S. Annur ayat 6, hal 350 

0 komentar:

Posting Komentar