Jumat, 11 Januari 2013

MAKALAH PENGANTAR ILMU HUKUM Tentang SUMBER HUKUM FORMAL




MAKALAH
PENGANTAR ILMU HUKUM
Tentang
SUMBER HUKUM FORMAL



Oleh:
HANDAYANI
310.006

Dosen pembimbing:
YUSNITA EVA S.H.I, M.HUM


JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH
IAIN IMAM BONJOL PADANG
1432 H / 2011 M



Bismilah
BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Dewasa ini keberadaan hukum sangat urgennya di dalam masyarakat, sebab hukum tidak hanya berperan untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, juga untuk menjamin adanya kepastian hukum.Bahkan hukum lebih diarahkan sebagai sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, dengan maksud agar tujuan hukum dapat terwujud sebagaimana dicita-citakan.Yakni hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama.
B.   Tujuan Pembuatan Makalah
Makalah ini penulis buat dengan tujuan untuk mengembangkan diri, menambah ilmu pengetahuan dan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “pengantar ilmu hukum”  yang dibimbing oleh ibuk Yusnita Eva SHI. M,Hum.







SUMBER HUKUM FORMAL
Adapun sumber hukum formal mengacu kepada suatu rumusan peraturan yang memiliki bentuk tertentu, sebagai dasar berlaku sehingga ditaati, mengikatbhakim dan para penegak hukum.Dewasa ini semakin dirasakan pentingnya peraturan peraturan hukum diformulasikan sedemikian rupa dengan tujuan agar setiap orang dapat mengikuti dengan mudah.Tuntutan semacam ini merupakan salah satu akibat dari kemajuan komunikasi dan interaksi sosial yang semakin komplek.
Bagi bangsa Indonesia, hukum dapat pula tumbuh dari kebiasaan masyarakat, keadaan seperti ini layak disebut hukum adat.Ketentuan ketentuan yang tumbuh dalam kebiasaan dan atau adat biasanya tidak tertulis sebagaimana undang undang dan perjanjian.Akan tetapi keadaan seperti itu tetap ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat hukumnya.Khususnya bagi masyarakat Indonesia, perasaan hukum yang hidup dan bertumbuh ditengah tengah masyarakat besar artinya bagi para penegak hukum di dalam melaksanakan tugasnya.
Prof. Dr. Ahmad Sanusi, SH menjelaskan bahwa:
Undang undang perjanjian antarnegara dan kebiasaan adalah sumber sumber hukum yang lansung, sedang persetujuan (biasa) doktrine dan yurisprudensi adalh tidak lansung. Artinya tidak lansung, ialah bahwa ia menjadi sumber itu atas pengakuan undang undang atau karena melakukan kebiasaan.
Keenam sumber hukum  tersebut kami namakan sumber sumber yang normal, sedang proklamasi, revolusi, coup d’etat dan takluknya sesuatu negara kepada negara lain adalah sumber sumber yang abnormal.
Menurut ahli hukum tersebut diatas, pada prinsipnya hanya ada enam sumber hukum formal, yakni:
v  Undang undang
v  Persetujuan
v  Perjanjian antarnegara
v  Kebiasaan dan adat
v  Yurisprudensi
v  Doktrine
Sedangkan menurut Drs. C.S.T Kansil, SH. Menjelaskan antara lain:
Sumber sumber hukum formal antara lain:
a.       Undang undang (statute)
b.      Kebiasaan (costum)
c.       Keputusan keputusan hakim (juris prudentie)
d.      Traktat (treaty)
e.       Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Menurut E. utrecht, sumber hukum formal adalah:
a.       Undang undang
b.      Kebiasaan dan adat yang dipertahankan dalam keputusan yang berkuasa dalam masyarakat
c.       Traktat
d.      Yurisprudense
e.       Pendapat ahli hukum yang terkenal (doktrin)
Sumber sumber hukum formal yang dijelaskan para ahli hukum tersebut diatas satu sama lain saling berkaitan, bahkan saling menyempurnakan. Akan tetapi sumber sumber hukum sebagaimana dijelaskan diatas perlu rincian lebih lanjut, sebagai berikut:
1.      Undang undang
Undang undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
Sedangkan Prof. Buys, seorang ahli hukum yang berkebangsaan Belanda beranggapan, bahwa undang undang dalam arti materil ialah setiap keputusan pemerintah (penguasa) yang menurut materi (isi) keputusan itu bersifat mengikat secara umum.
Kemudian apa yang disebut undang undang dalam arti formal, ialah keputusan pemerintah yang dapat disebut undang undang karena bentuk, dalam mana ia timbul atau dengan kata lain, karena cara timbulnya. Untuk jelasnya berikut ini sekedar tinjauan mengenai undang undang dalam arti formal didalam praktek:
Di Indonesia:
Undang undang ditetapkan oleh presiden (yang dibantu oleh menteri, pemerintah) bersama sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat(UUD RI Pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1). Maka dari itu keputusan pemerintah yang ditetapkan oleh presiden bersama sama dengan Dewan perwakilan Rakyat adalah merupakan undang undang.
Tentang kekuatan undang undang didasarkan pada dua hal yang sangat terkenal telah lam diajarkan oleh P.Laband, yaitu isi dan perintah undang undang .yang terakhir ini berisi supaya UU itu berlaku, dan ini terletak pada persetujuan pemerintah. Inilah yang disebut dengan sanksi dari pemerintah, tapi dengan persetujuan tersebut UU belum mempunyai kekuatan mengikat, karena untuk ini diperlukan pengundangan.

2.      Yurisprudensi
Yurisprudensi sebagai sumber hukum formal sangat erat kaitannya dengan tugas hakim. Pada dasarnya hakim harus menyatakan hukum berdasarkan undang undang dan hakim berdalih apa saja tidak boleh menolak untuk memutus tiap tiap perkara yang dihadapkan kepadanya. Di dalam daerah hukumnya, seorang hakim memilkimkedudukan yang souverein oleh sebab itu di dalam melaksanakan tugasnya seoranh hakim tidak berkewajiban mengikuti keputusan keputusan hakim yang lebih tinggi.
Yurisprudensia ialah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama. Yurisprudensi digunakan oleh hakim dalam memberi putusan penyaksian perselisihan dalam suatu masalah dalam hal tidak ada peraturan perundang undangannya.Berdasarkan hal ini, hakim memiliki kebebasan untuk membuat keputusan yang bersifat khusus berlaku bagi pihak pihak tertentu (yang perkaranya diselesaikan berdasarkan keputusan tersebut) dan dalam hal masalah yang konkrit.

3.      Kebiasaan
Pada setiap prinsipnya hampir setiap orang yakin bahwa undang undang tidak pernah lengkap dan sempurna.Semua permasalahan yang erat berkaitan dengan hukum yang terjadi ditengah tengah masyarakat belum tentu dapat dipenuhi sebagaimana mestinya oleh badan legislatif, sebab kehidupan masyarakat sangat komplek dan dinamis. Akan tetapi di sisi lain undang undang mampu memberi kepastian hukum.
Di sampingi itu kebiasaan dapat menjadi sumber hukum apabila kebiasaan tersebut telah menjadi suatu perbuatan yang menurut aturan tingkah laku yang tidak berubah. Apabila masyarakat telah memiliki kesadaran akan adanya ketentuan tingkah laku tersebut atau bahkan telah meyakini hal itu sebagai kewajiban. Maka keadaan ini merupakan syarat pelengkap yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan keadaaan yang telah terdahulu.
Untuk terbentuknya hukum kebiasaan terdapat dua syarat:
·         Bersifat material, pemakaian yang tetap
·         Bersifat psikologi, (bukan psikologi perseorangan melainkan psikologis golongan) keyakina akan kewajiban hukum.
Keyakinan akan kewajiban hukum tentu tak perlu sejak mula melekat pada kebiasaan dan biasanya pun tidak demikian. Keyakina itu sebaliknya acap kali timbul dari keyakinan sebenarnya belaka.Jika sesuatu tetap berlaku, lama kelamaan timbul pikiran pada manusia, bahwa memang demikian, dan kemudian acap kali timbul pikiran bahwa menurut hukum memang demikian. Inilah kekuasaan kebiasaan yang dialami tiap tiap orang dalam hidupnya sendiri, tetapi yang terlihat juga dalam hubungan manusia satu sama lain, dan demikian juga dalam hukum.

4.      Persetujuan
Kitab undang undang hukum perdata telah mengatur masalah perjanjian yakni: di dalam pasal 1233 dan pasal 1338, isi kedua pasal tersebut yakni:
Pasal 1233 adalah: “tiap tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang undang.
Pasal 1338 adalah: “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undangbagi mereka yang membuatnya”.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak tersebut, atau karena alasan alasan yang oleh undang undang dinyatakan cukup untuk itu.Persetujuan persetujuan harus dilaksanakan dengan I’tikad baik.
Sehubungan dengan masalah persetujuan ini, agar ia tidak dapat dibatalkan atau dinyatakan batal kembali, harus memenuhi ketentuan, Ahmad Sanusi menjelaskan masalah sahnya suatu persetujuan, yakni:
ü  Berdasarkan persetujuan kehendak pihak pihak yang berkepentingan
ü  Oleh orang orang yang berwenang menurut hukum dan mampu bertindak
ü  Mengenai hal hal tertentu
ü  Dengan mengandung alasan alasan yang di bolehkan hukum.
Perbedaan antara hukum undang undang dengan hukum persetujuan, antara lain:
§  Hukum persetujuan pada umumnya hanya mengikat pihak pihak yang bersangkutan saja, sedangbhukum undang undang mengikatsecara hukum.
§  Hukum persetujuan mengatur hal hal yang sudah tersebut dinamakan”traktat bilateral”, misalnya perjanjian Internasional yang diadakan antara pemerintah Republik Indonesia dan pemerintahan Malaysia tentang kepolisian.

Dalam mengadakan perjanjian itu hendaknya melalui beberapa fase , supaya ia berlaku dan mengikat rakyat dari negara negara yang membuatnya, diantaranya:
Ø  Fase pertama: dibuat konsep perjanjian oleh wakil/utusan negara yang bersangkutan, disinilah isi perjanjian itu diterapkan
Ø  Fase kedua: konsep tersebut dimintakan persetujuan kepada / oleh badan perwakilan rakyat
Ø  Fase ketiga: setelah disetujui, perjanjian disahkan oleh pemerintah, dan berlakulah perjanjian tersebut
Ø  Fase keempat: tukar menukar piagam yang telah diratifisir tadi.















DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, pengantar ilmu hukum, jakarta: rineka cipta, 2007
Soeroso, R, pengantar ilmu hukum,jakarta: sinar grafika, 2005

2 komentar:

  1. Balasan
    1. Terimakasih telah mengunjungi blog saya, semoga menambah khazana ilmu pengetahuan kita semua

      Hapus