Minggu, 06 Januari 2013

makalah-hukum Agraria-ASAS-ASAS HUKUM TANAH NASIONAL


BAB I
PENDAHULUAN

Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre berarti tanah atau sebidang tanah . agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian dalam arti luas  yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja atau pertanian
Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Boedi Harsono menyatakan Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masaing mengatur hak-hak pengusaan sumber –sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria








BAB II
PEMBAHASAN
ASAS-ASAS HUKUM TANAH NASIONAL

A.    PRINSIP UNIFIKASI DAN KEPASTIAN HUKUM

Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.
Istilah unifikasi sama dengan makna pengharmonisan (harmonazition), keragamansistem hukum yang ada untuk membentuk uniformitas system hokum yang di berlakukanuntuk semua negara yang menerimanya. Dalam persfektip hukum perdata internasioanl jalan menuju unifikasi ini dapatdiklasifikasikan atas dua jenis yaitu:
1.      Penyatuan Hukum
Penyatuan hukum adalah tindakan pengubahan sistem hukumperdata internasional intern negara-negara , yang turut serta dalamtindakan demikaian itu, menjadi system hokum perdata internasional(konvensi) yang diberlakukan di antara, mereka atau termasuk terhadap pihak (Negara) lain yang menerima untuk di ikat oleh konvensi demikian.
2.      Penyatuan kaidah-kaidah hukum
Penyatuan kaidah-kaidah hukum adalah tindakan untuk menyatukan (hanya) kaidah-kaidah hokum perdata internasional negara-negara yang menyutujui tindakan demikianuntuk dibentuk satu kesatuan kaidah (konvensi) yang kelak dapat di gunakan oleh hakimuntuk memutuskan perkara yang dihadapinya.[1]

B.     PRINSIP HAK MENGUASAI DARI NEGARA
Prinsip hak menguasai dari Negara yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA).
Hak menguasai tanah oleh Negara, dijabarkan dalam bentuk kewenangan tertentu untuk penyelenggaraan hak tersebut. Kewenangan yang diberikan oleh UUPA digolongkan dalam tiga bagian, yaitu pengaturan peruntukan, pengaturan hubungan hukum antara orang dengan bagian-bagian tanah, dan pengaturan hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum.[2]Ketiga hal tersebut adalah merupakan intisari dari pengaturan UUPA pasal 2 ayat 2 yang menyangkut kewenangan yang diturunkan oleh Negara kepada Pemerintah.
UUPA dibunyikan pada Undang-undang lainnya tentang Hak menguasai dari negara, antara lain tercantum pada :
a.       UU no. 5 tahun 1967 tentang UU Pokok Kehutanan.
Pasal 5 ayat 2 UU Pokok Kehutanan redaksi dan konstruksinya persis seperti pasal 2 ayat 2 UUPA.
b.      UU no. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pertambangan pada pasal 1 ayat 1 yang mengatur mengenai penguasaan bahan galian
c.       UU no. 3 tahun 1972 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Transmigrasi
d.      UU no. 11 tahun 1974 tentang Pengairan
e.       UU no. 23 tahun 1997 tentang Penataan Lingkungan Hidup
f.       UU no. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
g.      UU no. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Penggolongan hak menguasai negara pada tanahyang ada pada UUPA adalah meliputi :
a.       Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah
Hak-hak yang mengenai pengaturan peruntukan tersebut dijabarkan dalam berbagai produk peraturan dan perundang-undangan lainnya, dalam bidang-bidang seperti :
1.      Penatagunaan tanah
2.      Pengaturan Tata ruang
3.      Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
b.    Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah
Hak-hak yang mengenai pengaturan hubungan hukum tersebut dijabarkan dalam berbagai produk peraturan dan perundang-undangan lainnya, dalam bidang-bidang seperti :
1.      Pembatasan jumlah bidang dan luas tanah yang boleh dikuasai (landreform)
2.      Pengaturan hak pengelolaan tanah.
c.    Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum atas tanah
Hak-hak yang mengenai pengaturan hubungan hukum dan perbuatan hukum dijabarkan dalam berbagai produk peraturan dan perundang-undangan lainnya, dalam bidang-bidang seperti :
1.      Pendaftaran Tanah
Yaitu  rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya (Ps1 1yat 1 PP 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)
2. Hak tanggungan
Berdasarkan UU no. 4 tahun 1996, hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang meliputi hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan.
Hak tanggungan dapat digolongkan ke dalam hubungan hukum antar orang dan perbuatan hukum atas tanah, karena pada dasarnya hak tanggungan adalah merupakan ikutan (assesoris) dari suatu perikatan pokok, seperti hubungan hutang piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan tersebut.[3]
C.    PRINSIP HUBUNGAN ANTARA BANGSA DENGAN BUMI, AIR DAN KEKAYAAN ALAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA SERTA RUANG ANGKASA BERDASARKAN HUKUM ADAT DAN PENGAKUAN TERHADAP HAK ULAYAT
Hak ulayat sebagai istilah teknis yuridis adalah hak yang melekat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku ke dalam maupun keluar.
Pengakuan tentang keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya tertuang dalam Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28i ayat (3), namun dalam kenyataannya pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional, yang biasa disebut hak ulayat, seringkali tidak konsisten dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Titik berat hak ulayat adalah penguasaan atas tanah adat beserta seluruh isinya oleh masyarakat hukum adat. Penguasaan di sini bukanlah dalam arti memiliki tetapi hanya sebatas mengelola.
Hal ini dapat dilihat dalam peraturan-peraturan perundangan yang diterbitkan. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tenaga Listrik, Undang-Undang Nomor 21 tentang Otonomi Khsusus Papua, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
D.    PRINSIP FUNGSI SOSIAL HAK-HAK ATAS TANAH
Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana dimaksud Pasal 6 UUPA mengandung beberapa prinsip keutamaan antara lain:
1.      Merupakan suatu pernyataan penting mengenai hak-hak atas tanah yang merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau kemasyarakatan hak-hak atas tanah menurut prinsip Hukum Tanah Nasional. Dalam Konsep Hukum Tanah Nasional memiliki sifat yang mengatakan bahwa seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa, bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
2.       Tanah yang dihaki seseorang tidak hanya mempunyai fungsi bagi yang mempunyai hak itu saja tetapi juga bagi bangsa Indonesia seluruhnya. Sebagai konsekuensinya, dalam mempergunakan tanah yang bersangkutan tidak hanya kepentingan individu saja yang dijadikan pedoman, tetapi juga harus diingat dan diperhatikan kepentingan masyarakat. Harus diusahakan adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.
3.       Fungsi sosial hak-hak atas tanah mewajibkan pada yang mempunyai hak untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan keadaannya, artinya keadaan tanah, sifatnya dan tujuan pemberian haknya. Hal tersebut dimaksudkan agar tanah harus dapat dipelihara dengan baik dan dijaga kualitas kesuburan serta kondisi tanah sehingga kemanfaatan tanahnya dinikmati tidak hanya oleh pemilik hak atas tanah saja tetapi juga masyarakat lainya. Oleh karena itu kewajiban memelihara tanah itu tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan juga menjadi beban bagi setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah.
UUPA menjamin hak milik pribadi atas tanah tersebut tetapi penggunaannya yang bersifat untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.Sehingga timbul keseimbangan,kemakmuran,keadilan,kesejahteraan bagi masyarakat maupun pribadi yang memiliki tanah.Jadi pemilik tanah tidak akan kehilangan haknya dalam memiliki tanah akan tetapi dalam pelaksanaan untuk kepentingan umum maka haknya akan berpindah untuk kepentingan umum.[4]



E.     PRINSIP NASIONALITAS
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.[5]
Prinsip ini lahir dari asas kebangsaan yang diakui oleh UUPA. Sesuai dengan azas kebangsaan tersebut dalam pasal 1 maka menurut pasal 9 yo pasal 21 ayat 1 hanya warganegara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2). Orang-orang asing dapat mempunyai tanah dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Demikian juga pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2). Adapun pertimbangan untuk (pada dasarnya) melarang badan-badan hukum mempunyai hak milik atas tanah, ialah karena badan-badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik tetapi cukup hak-hak lainnya, asal saja ada jaminan-jaminan yang cukup bagi keperluan-keperluannya yang khusus (hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai menurut pasal 28, 35 dan 41). Dengan demikian maka dapat dicegah usaha-usaha yang bermaksud menghindari ketentuan-ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah yang dipunyai dengan hak milik (pasal 17).[6]






BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Istilah unifikasi sama dengan makna pengharmonisan (harmonazition), keragamansistem hukum yang ada untuk membentuk uniformitas system hokum yang di berlakukanuntuk semua negara yang menerimanya.
Prinsip hak menguasai dari Negara yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA).
Hak ulayat sebagai istilah teknis yuridis adalah hak yang melekat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku ke dalam maupun keluar.
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan
B.     KRITIK DAN SARAN
Kami dari penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan, untuk kami dari penulis, karena penulis keterbatasan keterbatasan waktu, referensi, dan minimnya ilmu yang dimiliki oleh penulis.
Untuk itu kami dari penulis meminta kepada peserta diskusi kritik dan saranya yang bersifat membangun demi kebaikan dan bertambahnya wawasan penulis maupun kita semua  di masa akan datang.


DAFTAR KEPUSTAKAAN


Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional,  Universitas Trisakti, Jakarta,
2007
Winahyu, Perlindungan-Kepentingan-Bisnis-Dan-Unifikasi-Hukum-Perdata
http://www.scribd.com/doc/57611140/ , diakses, 15/10, 2012
Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Universitas Trisakti,
2007
Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Bandung: PT. Alumni, 1999

Winahyu, Asas-Fungsi-Sosial-Hak-Atas-Tanah-Hukum,
diakses, 14/10, 2012

Muhammad Haris, Pengertian Dan Asas-Asas Hukum Agraria,

http://harisbanjarmasin.blogspot.com/2012/07/pengertian-dan-asas-asas-hukum     agraria.html, diakses, 13/10, 2012

Lebih lanjut lihat Materi Acuan Pengelolaan Wilayah Laut Dan Pesisir Terpadu, Kementerian
 Perencaaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Depatemen Kelautan Dan Perikanan, Depatemen Hukum Dan Hak Azasi Manusia
bekerja sama dengan Coastal Resources Management Project/ Mitra Pesisir, Jakarta,
 2005


[1]Winahyu, Perlindungan-Kepentingan-Bisnis-Dan-Unifikasi-Hukum-Perdata http://www.scribd.com/doc/57611140/ , (diakses, 15/10, 2012)
[2]Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2007) ,hal. 46-47
[3]Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, (Bandung: PT. Alumni, 1999), hal. 51
[4]Winahyu, Asas-Fungsi-Sosial-Hak-Atas-Tanah-Hukum, http://civicsedu.blogspot.com/2012/06/asas-fungsi-sosial-hak-atas-tanah-hukum.html, (diakses, 14/10, 2012)
[6]Lebih lanjut lihat Materi Acuan Pengelolaan Wilayah Laut Dan Pesisir Terpadu, Kementerian Perencaaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Depatemen Kelautan Dan Perikanan, Depatemen Hukum Dan Hak Azasi Manusia bekerja sama dengan Coastal Resources Management Project/ Mitra Pesisir, (Jakarta, 2005), h. 5 -8 

0 komentar:

Posting Komentar