Jumat, 11 Januari 2013

jual beli dalam islam




MAKALAH


fiqh muamalah


Tentang 


jual beli dalam islam 












Oleh:


Handayani


310.006





Dosen Pembimbing:


Drs. BURHANUDDIN, MA








JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


IAIN IMAM BONJOL PADANG


1432 H / 2011 M








BAB I


PENDAHULUAN


Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan umat manusia, tak terkecuali dalam urusan perekonomian. Sistem nilai dalam islam ini berusaha mendialektikakan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah dan etika. Ini berarti, aktivitas perekonomian harus dibangun berdasarkan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme. Kegiatan ekonomi ini tidak semata berbasis nilai materi, namun juga terdapat sandaran transedental di dalamnya ssehingga bernilai ibadah.


Fiqh mu’amalah dimaknai sebagai suatu pengetahuan tentang kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari berdasarkan syari’at islam. Kegiatan transaksi mu’amalah atau perekonomian harus didasarkan pada hukum syari’at Islam yang mengatur perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil Islam secara perinci dan akurat. Hal ini dikarenakan setiap orang tidak lepas dari urusan pengelolaan dan penggunaan harta benda kekayaan dalam kehidupan sehari-hari seperti pertukaran barang, uang dan jasa.














BAB II


PEMBAHASAN


JUAL BELI


A.    Pengertian Jual Beli


Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al ba’i yang menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily mengartikan secara bahasa dengan “menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain”. Kata al ba’i dalam bahasa arab lawannya adalah al syira’ yang berarti beli. Dengan demikian, kata al ba’i berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.


Secara terminologi, terdapat beberapa defenisi jual beli yang dikemukakan para Ulama Fiqh, diantaranya:


1.      Sayyid Sabiq, mendefinisikannya dengan:











“jual beli ialah petukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan, atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan”.


2.      Ulama Hanafiyah yang dikutip oleh Wahbah Al Zuhaily














“jual beli adalah saling tukar harta dengan harta melalui cara tertentu, atau tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat”.


3.      Ibnu Qudamah (Ulama Malikiyah) yang dikutip oleh Wahbah Al Zuhaily











“jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindaha milik dan kepemilikan”.


B.     Dasar Hukum Jual beli


Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, anatara lain:


1.      Surat Al Baqoroh ayat 275








“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.....”.


2.      Surat Al Baqoroh ayat 198








“tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”.


3.      Surat An Nisa’ ayat 29








“.......kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu......”.


4.      Hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Rifa’i ibn Rafi’:














“Rasulullah ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan apa yang paling baik. Rasulullah menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati”.(HR. Al Bazzzar dan Al Hakim)


5.      Hadis Rasulullah yang diriwayatkan At Tirmizi:








“pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya di Surga) dengan para Nabi, Shiddiqin dan Syuhada’ “.


Dari kandungan ayat-ayat Al Qur’an dan Sabda Rasul di atas, para Ulama Fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli yaitu mubah (boleh).





C.     Rukun dan Syarat Jual Beli


Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah menurut syara’. Dalam menentukan rukun jual beli terdapat perbedaan pendapat ulam Hanafiyah dengan jumhur Ulama.


Rukun jual beli menurut Ulama hanafiyah hanya satu, yaitu ijab (ucapan membeli dari pembeli) dan kabul (ucapan menjual dari penjual). Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (ridha) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan kabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang.


Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:


1.      Ada orang yang berakad atau al Muta’aqidain (penjual dan pembeli).


2.      Ada shighat (lafal ijab dan kabul).


3.      Ada barang yang dibeli.


4.      Ada nilai tukar pengganti barang.


Menurut Ulama Hanafiyah, orang yang berakad, barang yang dibeli, dan nilai tukar barang termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli.


Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur Ulama di atas sebagai berikut:


1.      Syarat penjual dan pembeli


Ø  Berakal, agar tidak terkecoh


Ø  Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa)


Ø  Tidak mubazir (pemboros)


Ø  Baligh.





2.      Syarat barang yang dibeli


Ø  Suci, barang yang najis tidak sah dijualbelikan


Ø  Ada manfaatnya, tidak boleh menjual belikan barang yang tidak ada manfaatnya


Ø  Barang itu dapat diserahkan, tidak sah menjual barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam laut, barang yang sedang dijaminkan, sebab itu semua mengandung tipu daya. Hadis Rasulullah yang diriwayatkan Muslim:








“dari Abu Hurairah, ia berkata: Nabi SAW telah melarang memperjualbelikan barang yang mengandung tipu daya”.


Ø  Barang tersebut kepunyaan si penjual, kepunyaan yang diwakilinya, atau yang mengusahakan.


Hadis Rasulullah:





“tidak sah jual beli selain mengenai barang yang dimiliki”.(HR. Abu Daud dan Tirmizi)


Ø  Barang tersebut diketahui oleh si penjual dan pembeli; zat, bentuk, kadar, dan sifat-sifatnya jelas sehingga diantara keduanya tidak akan terjadi tipu daya.





3.      Syarat Lafaz Ijab dan kabul


Ø  Keadaan ijab dan kabul berhubungan, artinya salah satu dari keduanya pantas menjadi jawaban dari yang lain dan belum berselang lama yang dilakukan dalam satu majlis


Ø  Makna keduanya hendaklah mufakat (sama), artinya kabul sesuai dengan ijab


Ø  Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain, seperti kata” kalau saya jadi pergi, saya jual barang ini sekian”


Ø  Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu sebulan ataupun setahun tidak sah. Hadis yang diriwayatkan Muslim dan Abu Daud, “dari jabir bin Abdullah bahwasanya Rasulullah telah melarang jual beli tahunan”


D.    Bentuk-Bentuk Jual Beli yang Dilarang


1.      Jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun, yang termasuk kategori ini sebagai berikut:


ü  Jual beli barang yang zatnya haram, najis atau tidak boleh diperjual belikan. Dalam hadis disebutkan:








“sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengahramkan menjual arak, bangkai, babi dan berhala”.(HR. Bukhari dan Muslim)


ü  Jual beli yang belum jelas, Dalam artian bahwa barang yang akan diperjualbelikan itu samar-samar, seperti: jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya, dan jualbeli barang yang belum nampak jelas seperti apa barangnya.


ü  Jual beli bersyarat, Yang ijab kabulnya dikaitkan dengan urusan lain yang tidak ada kaitannya dengan jual beli atau ada unsur-unsur yang merugikan. Contoh jual beli bersyarat yang dilarang, misalnya ketika terjadi ijab kabul si pembeli berkata: “baik, mobilmu akan kubeli sekian dengan syarat anak gadismu harus menjadi istriku atau sebaliknya si penjual berkata: ya, saya akan jual mobil ini kepadamu asalkan anak gadismu menjadi istriku.


ü  Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, Yaitu memperjualbelikan barang yang akan menimbulkan kemaksiatan


ü  Jual beli yang dilarang karena dianiaya, Seperti menjual anak kambing yang masih membutuhkan air susu induknya, selain memisahkan dari induknya juga melakukan penganiayaan terhadap binatang.


ü  Jual beli muhaqalah, yaitu menjual tanaman yang masih di sawah dan di ladang.


ü  Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang masih hijau (belum panen).


ü  Jual beli munabadzah,yaitu jual beli secara lempar-melempar.


ü  Jual beli mulamasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh.


ü  Jual beli muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, karena akan merugikan salah satu pihak.


2.      Jual beli terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-pihak terkait


ü  Jual beli dari orang yang masih dalam tawar menawar, artinya dilarang membeli barang yang sedang ditawar orang lain.


ü  Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota


ü  Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut, jual beli nya dilarang karena menyiksa pembeli disebabkan mereka tidak memperoleh barang keperluannya ketika harga masih standar.


ü  Jual beli barang rampasan dan curian





E.     Hikmah Jual Beli


Allah mensyari’atkan jual belli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan kepada hamba-hamba-Nya, karena manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan dan papan. Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama manusia masih hidup. Tak seorang pun dapt memenuhi hajat hidupnya sendiri, karena itu manusia dituntut berhubungan satu sama lainnya. Dalam hubungan ini, tak ada satu hal pun yang lebih sempurna dari pada saling tukar, dimana seseorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang yang berguna dari orang lain sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.





























BAB III


PENUTUP


Jual beli itu merupakan bagian dari ta’awun. Bagi pembeli menolong penjual yang membutuhkan uang, sedangkan bagi penjual juga berarti menolong pembeli yang sedang membutuhkan barang. Karenanya, jual beli itu merupakan perbuatan yang mulia dan pelakunya mendapat keridhaan dari Allah dan juga dari Rasulullah. Oleh karena itu, agama memberikan peraturan yang sebaik-baiknya, maka penghidupan manusia menjadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya dan dendam mendendam tidak akan terjadi.




































































DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar